Rabu, 29 Juni 2022





 .. " 50 Ways To Say Goodbye " ..
 
kemarin dulu disebuah kedai mie yang 
terbilang gres di Jalan Bandung , Malang 
( segera akan saya tulis tentang kedai ini di blog
 yang sama ) , saya mengobrol dengan seorang 
ibu tunggal yang putrinya masih duduk di SMP .
 seperti " lazimnya " , 
saya hampir selalu " di ibu kan " oleh mereka yang
 butuh curhat dan kebetulan mereka bisa lebih terbuka
kepada saya  dibanding kepada 
ibu mereka sendiri . mudah ditebak , 
persoalannya masih seputar rumah tangga . 


aduh , siapa sih didunia ini yang tidak punya 
masalah disitu ? kata para pinisepuh dulu , 
hidup ini Sawang Sinawang bahwa
 rumah tangga di A terlihat selalu hepi , 
rumah tangga si B selalu nampak rukun rukun , 
rumah tangga si C adem ayem dst dst . benarkah? 
bisa saja benar . tetapi yang tahu persis tentu saja
 yang menjalani dan kemarin dulu saya harus mau
 mendengarkan " pembedahan " dari 
sawang sinawang ini . 
tentu saya selalu terikut prihatin ketika saya harus 
memberikan atau tepatnya diminta urun pandangan 
pada sesuatu masalah rumah tangga . 
apalagi jika lawan bicara saya mulai merembak matanya ,
 wah .. rasanya tertular sedih . 


tetapi saya tak boleh larut , wong dicurhati kok 
malah ikut " mewek " , jadi saya harus terlihat kuat ! 
berpisah memang tidak mudah apalagi jika
 sudah beranak pinak . untuk sampai pada kata
 " cerai " pun tidak mudah kecuali bagi mereka 
yang punya hobi gontaganti .
 ada yang bahkan butuh ber tahun tahun hanya 
untuk sampai pada perpisahan yang sesungguhnya 
terutama secara emosi alias keberanian untuk
 melangkah sendiri dan syukur syukur bisa 
segera move on ! 
pertanyaan yang diajukan pada saya adalah :
 bagaimana cara memberi tanda tanda bahwa 
kita menginginkan perpisahan dan supaya tidak 
terkesan drastis atau " mentoloan " kata orang jawa ?
 tentu pertanyaan ini tidak mudah saya jawab
 sebab saya tahu bahwa " tanda tanda " yang dia
 maksud itu justru menurut saya justru menyakitkan .
 bahasa jermannya itu begini : 
" lebih baik langsung mak del atau mak jret saja " 
daripada ber dikit dikit yang menyakitkan ! 
bayangkan saja kalau orang menyembelih sapi atau
 kambing ber dikit dikit , 
apakah tidak tambah menyiksa ? 
ternyata saya didebat : 
" lho kan kasihan .. pasti kaget atau mungkin 
malah marah " ? . saya jawab : 


" ya itu juga tergantung bagaimana cara 
menyampaikannya .. tentu dengan cara yang baik dan 
 mengedepankan logika dibanding emosi
 sehingga ybs tidak merasa direndahkan " . 
melansir lagu 50 Ways To Say Goodbye , 
menurut saya itu keterlaluan ! 
mari kita bayangkan 50 cara pelan pelan mulai dari
 jarangnya membalas teleponnya , WA nya , 
tidak menyiapkan keperluannya , 
mulai mengacuhkan peristiwa2 pentingnya seperti 
ultah dll , tidak merespon pembicaraannya , 
bahkan mulai memblokir atau 
unfollow IG nya , FB nya dll ... weleh weleh ... 
lebih parah bagi suami isteri adalah 
perpisahan ranjang yang ber bulan bahkan tahun !
susah amat dan mbulet dan tidak ada upaya 
mediasi baik kerabat maupun konsultan .
mengapa tidak berbicara langsung sebagai 
dua orang dewasa yang siap menerima ketidak 
nyamanan dari pasangannya dan siap menerima
 konsekwensi dari pilihan hidupnya untuk berpisah .
 berat ? so pasti diawalnya .
 tapi lha untuk apa ber lama lama tidak hepi dan
 tidak ada lagi kesesuaian dan saling bermain drama
 sebagai pasangan yang bahagia padahal 
didalamnya amburadul ?
 

disisi lain ,
amatlah  beda jika perpisahan itu dikarenakan
 hal hal diluar kendali mereka dan bukan karena
sudah lunturnya sarung ee .. cinta , misalnya saja
 karena perbedaan keyakinan yang 
 mengharuskan mereka berpisah , 
maka kalau itu sih boleh jurus 
50 Ways To Say Goodbye , karena pada dasarnya 
mereka saling cinta ! 
mbulet ruwet karena dalam kasus ini mereka 
sebenarnya sulit berpisah dan lebih memilih bahagia 
meski secara fisik tidak mungkin bersatu . 
lho ini bukan DraKor lho , ini hanya untuk
 pembanding saja bahwa perpisahan itu bisa karena
 adanya ketidak sesuaian karakter dan atau
 karena kaidah kaidah tertentu yang tidak dapat 
 dikompromisasikan seperti 
perbedaan keyakinan / agama misalnya .


akhir pembicaraan kami siang itu , 
saya bahkan tak yakin bahwa lawan bicara saya 
akan mampu menuruti saran saya untuk 
" mak jebret atau mak del " tadi , 
saya yakin dia lebih memilih 50Ways To Say Goodbye 
dari Train yang ruwet mbulet .. 
tentu saya tak dapat memaksakan saran saya ,
 karena bagi saya ber lama lama dalam situasi unhappy 
lebih menyiksa daripada 
" mak del atau mak jebret " berpisah dan tidak 
membuang waktu untuk menyiksa diri sendiri ..
 saya tahu diantara pembaca mungkin ada yang 
berkomentar " sadis nih .. " , percayalah bahwa 
jika ada luka membusuk di kaki karena diabetes itu
 lebih menyiksa jika masih dipertahankan ber lama lama , 
 mengapa tidak langsung diamputasi untuk kemudian
 dijaga baik baik dengan mengatur pola makan dll 
agar tidak terjadi luka lagi ?


tetapi pembaca memang punya pilihan , 
sebagaimana teman bicara saya tadi ...
( Titiek Hariati , 29.06.22 )
gambar dari google 

Tidak ada komentar: