Kamis, 29 April 2010

" Waroeng Waroeng Jadoel "









Di Malang masih banyak warung warung jadul yang tidak " termakan jaman " dan justru mengundang wisata nostalgi bagi para fans nya. Sebut saja misalnya, Gang Djangkrik, Rawon Nguling, Rujak Sawo dll. 

Kali ini saya ajak Anda ke salah satu warung jadul di kawasan Jl. Kawi Atas, Malang, yaitu Depot Widari. Chinese Food nya terkenal " asli " dan porsinyapun " tidak pelit " alias cukup untuk dua orang , lumayan bagi yang  suka  berhemat.


Cap Cai, Fuyunghai, Bakmi , Ayam Kecap, Nasi Goreng , Sup Sehat dll dan banyak lagi lainnya yang semuanya sangat mengundang selera. Tetapi bagi yang ragu ragu karena ketidakpastian tentang " halal haramnya " dari kemungkinan tercampurnya lemak binatang tertentu, mungkin Anda dapat menanyakannya langsung kepada sang " chef " .


Depot yang masih bergaya jadul ini semoga dapat mengobati rasa kangen mereka yang pernah ngefans dengan Chinese Food dari warung yang satu ini ketika berkunjung ke Malang.

( Photos by : TH )

" Wisata Horor " ..... ?







Beberapa waktu yang lalu sebuah surat kabar terkemuka di Jatim telah memuat dihalaman depannya, berita tentang riwayat sebuah rumah di jalan Rinjani , Malang. Rumah ini konon dikenal " angker " karena lama tidak dihuni dan terlihat kurang terawat. Tetapi ketika saya mencoba melihatnya minggu yang lalu, tampak sudah ada perubahan yaitu pada taman sebelah depan yang terlihat mulai dibersihkan. 

Tidak jelas mengapa rumah yang berarsitektur Eropa dan nampak masih kokoh ini dibiarkan lama tidak berpenghuni. Maka bila kemudian muncul berbagai rumor tentang keanehan keanehan yang ada disitu, mungkin didorong oleh fantasi atau imajinasi atau halusinasi orang orang yang kebetulan melihatnya atau melewatinya terutama dimalam hari.


Andaikanpun ternyata rumor itu benar, maka barangkali ini akan cukup menantang adrenalin para pemburu " penampakan ". Bila Jakarta punya " rumah Pondok Indah " bolehlah yang penasaran mencoba datang kerumah Jl. Rinjani ini. 

Terus terang di Malang ada beberapa rumah yang juga dikenal cukup " sangar " karena riwayatnya yang kelam. Seperti misal, pemiliknya bunuh diri dirumahnya, atau pemiliknya meracuni anak anak kandungnya dirumahnya dll yang cukup menyeramkan. Atau di Batu misalnya, sekitar 20km dari Malang, juga ada rumah yang dulu menjadi terminal akhir para buronan teroris yang akhirnya tertembak mati semuanya divilla tersebut.


Nah, para penantang adrenalin, sudah siapkah Anda ?

Keterangan foto ;

Rumah Jalan Rinjani ( pojok ), Malang (  photo taken by me )

Kamis, 22 April 2010

Harga Diri Bangsa dipertaruhkan di Batam.





Kerusuhan masal yang terjadi di Batam gara gara ucapan SARA seorang supervisor asing ( konon India ) , bukannya tanpa sebab yang beralasan. " All Indonesian are stupid " itu sudah melewati batas yang boleh diucapkan dihadapan peserta pelatihan yang semuanya orang Indonesia. Mungkin kalau para expat itu " nggrundel " sendiri dengan sesama expat ya tidak akan memicu masalah sebab tidak terdengar oleh karyawan Indonesia.


Maka ketika sudah terlanjur diucapkan dan terdengar sangat menyinggung harga diri bangsa, bangkitlah spirit Merah Putih yang terinjak injak. Sulit dibendung, sebab Indonesia memang bisa saja terwakili bahkan oleh seorang pemulung atau buruh pabrik yang merasa harkat martabat Indonesia nya teraniaya.


Ini adalah masalah etika. Dimana tanah dipijak, disitu langit dijunjung. Expat juga termasuk pekerja yang mencari sesuap nasi dinegeri orang yang meskipun bergaji dan berkedudukan tinggi. Maka seyogyanya mereka ikut menghormati negara dan bangsa ini selama nasi mereka cari di bumi ini, bumi Indonesia. Kepandaian dan keahlian yang mereka miliki adalah sesuatu yang harusnya bermanfaat bagi kita, tetapi tidak untuk di sombongkan dan untuk merendahkan anak buah/ didik bangsa kita.


Perbedaan masalah masalah disiplin, etos kerja, kecepatan menyerap ketrampilan serta budaya kerja, mungkin saja masih banyak menjadi potensi konflik antara kita dengan para tenaga asing, tetapi dengan kesadaran akan perlunya sebuah team-work yang saling melengkapi maka kendala kendala diatas seharusnya tidak perlu sampai memicu konflik terbuka.


Pengalaman pribadi saya yang beberapa kali bekerja dengan bos orang asing ( Jerman, Singapore dan Taiwan ), saya sering mencoba " memerankan diri " sebagai jembatan antara " gerundelan " bos dengan karyawan. Jembatan ini tidak selalu mudah sebab harus mampu " ngemong " kedua belah pihak agar tidak saling menyalahkan.


Contoh kecil :

( bos berkebangsaan Jerman sering mengomel atas keterlambatan janji janji dari klien klien lokal kita yang mundar-mundur 2-3 hari dari yang sudah disepakati ). Saya lalu menemukan solusinya. Kepada klien lokal saya selalu memajukan tanggal yang diminta bos, misal tanggal 10 saya minta barang yang dipesan bisa selesai tanggal 6. Dugaan tidak meleset. Mereka mundar-mundur sampai akhirnya bisa selesai tanggal 9, sambil saya menitip pesan sponsor agar untuk kali lain bisa lebih tepat waktu, hitung hitung untuk proses edukasi juga. Dan ketika akhirnya tgl 9 barang sudah ok, itu berarti masih sehari lebih awal dari yang diminta bos. Maka semuanyapun akhirnya happy.


Tetapi omelan yang berbau SARA memang jadi lain, sebab kalau bos asing " menggebyah uyah " bahwa SEMUA orang Indonesia itu malas, goblok dsb tentu saja saya juga tidak terima . Untunglah " gerundelan " masih sebatas pada pihak pihak yang memang nyata nyata merugikan efisiensi perusahaan. Jadi sayalah sebetulnya yang paling sering menyimpan kejengkelan2 akibat bertumpuknya gerundelan2 bhs. Jerman yang tak bisa saya terjemahkan semuanya pada rekan2 di kantor untuk menghindari protes atau demo pada boss hehe ...

Kalaupun ternyata ada faktor faktor lain selain isu SARA sebagaimana ditulis dibeberapa media hari ini, yakni adanya isu kesenjangan sosial antara para expat dengan karyawan lokal plus terlalu bermainnya para perusahaan outsourcing dalam mengekploitasi karyawan lokal, maka hendaknya isu isu ini dapat terselesaikan secepatnya mengingat kepentingan asap dapur dari ribuan karyawan yang terkait. Outsourcing telah menjadi salah satu isu hangat bahkan pada pemilu yang terakhir, maka pemerintah seyogyanya segera turun tangan agar hal ini tidak meluas menjadi bencana nasional.


Apapun musibah yang terjadi di Batam, suka tidak suka, marilah kita mengambil hikmahnya. Kritikan yang ingin disampaikan haruslah mampu dikemas sedemikian rupa agar tidak berbau SARA dan mengundang ketersinggungan . Jangankan umpatan orang asing, kalaupun umpatan datang dari sesama orang Indonesia, bos Indonesia, inipun masih harus berbalut etika. Tidak mentang mentang pimpinan atau manajer atau bos, kita dapat seenaknya mengumpat bawahan.


Sering saya mendapat curhat dari rekan rekan saya yang kebetulan " apes " mendapat bos " unik " karena attitude nya disaat marah seolah tidak mencerminkan pendidikannya yang bagus ( S2 dari luar negeri, juga ada yang dokter, pengacara dan bahkan profesor dll yang hebat hebat ). " Wah mbak, kalau sudah marah mirip kebun binatang... semua koleksinya keluar... babi, wedus, asu .. maaf dll .... " .... Saya senyum senyum, sebab saya pun jadi ingat beberapa mantan bos saya yang serupa...


Demikian catatan untuk hari ini, saya sedih dengan apa yang terlanjur terjadi di Batam, tetapi inti permasalahan yaitu Etika Berkomunikasi pada akhirnya memang dapat memicu konflik ketika itu terabaikan.... ( saya jadi ingat ceramah saya tentang Etika Berkomunikasi ini beberapa minggu yang lalu dihadapan para ibu ibu PKK ketika kasus saling maki para anggota dewan yang terhormat ditonton langsung dilayar kaca , dan sekarang contoh lain muncul di Batam. Memprihatinkan. )


( Foto diambil dari Kompas.com, tanggal 23 April 2010 )




Kartini Kartini 2010..




Penasaran tentang apa yang diperbuat para wanita di hari Kartini 21 April, sengaja saya muter muter mencari tahu. Beberapa bank dan lembaga pemerintah maupun swasta menampilkan para karyawatinya dalam balutan sarung kebaya. Itu biasa. Saya masih penasaran dan mencari yang luar biasa. Sebab menurut saya, tampilan secara fisik ala jaman Kartini, belumlah cukup. Bahkan mungkin sudah terlalu rutin dan " kuno ", lho ? Kegiatan kegiatan yang lebih mengarah pada esensi spirit seorang Kartini barangkali akan jauh lebih mengena.


Disaat masih menyelesaikan suapan terakhir makan pagi saya sebelum kesana sini untuk jeprat jepret, disalah satu TV malah menampilkan perwajahan Kartini masa kini yaitu seorang ibu tangguh penjual kue yang beranak 25 ....... tolong dicatat : dua puluh lima !! Suapan terakhir saya tunda, leher serasa tercekat membayangkan betapa selama 25 tahun terakhir wanita ini setiap tahunnya melahirkan .... !!


Saya yang " hanya " beranak dua dan kebetulan keduanya relatif sudah mandiri secara finansiil, itupun masih membuat saya stres memikirkan bagaimana nantinya kalau mantu dsb dsb. Lha kok ini yang anaknya 25 terlihat begitu santai dan " enjoy " , maka saya tiba tiba merasa malu.... Malu, karena ternyata saya tidak setegar yang saya pikirkan he he ... Mungkin kalau saya yang beranak 25, sudah botak kepala saya memikirkan kebutuhan keseharian menyuapi mulut 25 anak. 

Nah, Kartini yang satu ini mungkin tidak pernah membaca buku Habis Gelap Terbitlah Terang, tetapi saya yakin " hak hak nya sebagai wanita " kurang disadarinya, sehingga seluruh hidupnya " terampas " hanya untuk melahirkan dan mencarikan makan anak anaknya seharian dijalanan sebagai penjaja kue... Ck ck ck ... saya tiba tiba mengoreksi sendiri pemikiran ini, masak iya wanita ini terdzolimi hak haknya ? 

Padahal diwajahnya tidak terpancar aura " penindasan " dan yang ada hanya pancaran kebahagiaan memandangi anak anaknya yang " kemriyek " ....... Saya yang sok HAM ini menjadi bingung, sebenarnya wanita seperti ini sesuai dengan spirit Kartini atau tidak?


Akhirnya, jam 12.30 tanggal 21 April, saya sudah berada disebuah mall untuk mencari kan pesanan ibu saya. E .. ternyata dilantai teratas ada ramai ramai " Kartinian " kata orang. Penasaran saya juga naik. Betul, puluhan remaja cowo cewe terbalut bermacam baju daerah, mulai Jawa, Bali, NTT, Kalimantan, Sumatra dll sedang antri untuk tampil diatas stage dalam kontes pasangan ter serasi.


Akhirnya saya putuskan untuk makan siang ditempat yang sama sambil mengamati tontonan gratis ini. Prat pret juga tidak saya lewatkan, hitung hitung mumpung ada model model gratis. 
" Nanti akan saya masukkan di blog saya mbak ", begitu jawaban saya ketika mereka bertanya foto foto mereka untuk apa? Kekhawatiran mereka itu melegakan saya sebab setidaknya saya tahu bahwa mereka mulai waspada dengan kasus kasus pelecehan foto lewat internet.


Ngobrol bersama para peserta kontes ini cukup asyik sebab memancing pendapat mereka tentang Kartini yang ternyata lumayan " menyedihkan ", lho kok ? Iya, sebab sebagai generasi muda, yang lebih mereka pahami adalah rutinitas kegiatan Kartini-an semacam kontes kontes ini dan konon belum pernah ada kegiatan yang berupaya untuk menggali nilai nilai yang diwariskan seorang Kartini. Persamaan hak untuk kaum wanita? " Iya ... ", jawabnya singkat.


Maka menterjemahkan spirit Kartini dalam tataran global saat ini, tentulah akan sangat menarik terutama bagi wanita wanita Indonesia yang masih terbelakang dan belum menyadari akan hak haknya. Sementara wanita wanita Indonesia yang lain sudah sedemikian majunya dalam berpikir dan beraktivitas serta berkarir. Bagaimanakah menjembatani kesenjangan ini? Ini adalah sebuah tantangan agar kita tidak terjebak dalam peringatan Kartini-an yang dangkal meskipun dibalut dengan slogan pelestarian budaya melalui kontes kontes busana daerah.


Mari saudara saudaraku para Kartini Kartini yang tangguh namun masih tertinggal disegi pendidikan dan kesempatan kerja yang lebih baik, kita bangkit bersama dan keluar dari kegelapan agar dimasa datang anak anak kita besar dan tumbuh berkembang menjadi manusia manusia Indonesia yang mampu berkompetisi secara global namun tidak kehilangan akar budayanya sebagai bangsa Indonesia dan wanita Indonesia yang berkepribadian seperti Kartini!


( Photo by : TH )


Catatan : Terima kasih kepada segenap peserta kontes yang telah mengijinkan saya memotret  semoga anda anda semua sukses !!

( Khusus foto Kartini diambil dari Depot.Property.com )


Selasa, 20 April 2010

Cultural-Tour, Kidal & Jago Temple.




A trip to 12th century will introduce you to the beauty of the Kidal Temple and Jago Temple in 
T U M P A N G, about 20km east Malang. Temple or in bahasa Indonesia, C A N D I , is one of the most valuable Indonesia's cultural heritage. Two reputable kingdoms in Malang region in the earlier centuries, Singasari and Kanjuruhan, had several temples left behind us as a reminder. Reminder of their glory and their great culture.

The elder temple, Candi Kidal in Kidal village, was built to commemorate their beloved King Anusapati on his 12th year-dead. Another temple, Candi Jago, was built about 50 years after, by his son. The stone-carvings in its walls will show you more about their habit, tradition etc.

So, are you ready for this cultural trip?

( Photos by : Titiek Hariati )

Up to down :

01. Candi Kidal, upper floor.
02. Candi Jago.
03. Candi Jago, upper floor.





Senin, 19 April 2010

WISATA BUDAYA, Candi Kidal & Jago




Kota Malang kaya dengan sejarah budayanya. Beberapa kerajaan dimasa lampau telah menghiasi sejarah Malang dengan ciri khas nya masing masing. Yang terkenal misalnya kerajaan Singasari, kemudian juga ada Kanjuruhan . Turun temurun mereka telah mengukir beberapa dinasti terkemuka dan salah satu kekayaan budaya yang masih bisa dinikmati hingga saat ini adalah C A N D I. Candi yang dimasa lampau merupakan simbol dari sebuah kekuasaan serta kehidupan kerokhanian kelompok masyarakatnya, disekitar Malang dapat kita temukan beberapa diantaranya.


Saya kali ini mengajak Anda kearah timur kota Malang, tepatnya TUMPANG. Dari sini kita masih berjalan lagi ke desa Kidal, arah Tajinan, sekitar 6 km, untuk menemukan candi Kidal. Konon candi ini berdiri sekitar abad 12, atau sekitar 1248-1260M. , dijaman Anusapati. Dari data yang amat terbatas, dapat diperkirakan candi ini didirikan untuk memperingati wafat raja Anusapati yang di dharmakan sebagai Siwa di candi ini. Dari jarak 40 meter, candi ini nampak ramping dan cantik serta terawat dengan taman indah yang mengelilinginya.

Melihat gambar ukiran didinding candi yang menggambarkan miniaturnya, nampak bahwa aslinya candi ini memiliki menara yang cukup tinggi dan meruncing. Sayang saat ini sudah tidak nampak sehingga bagian atas candi itu datar. Dibagian atas sebelah dalam, ada sumur yang dengan alasan keamanan ditutup. Patung Siwa nya juga sudah tidak ada dan konon ada di museum Belanda.

Ada lagi yang unik yakni disudut sudut luar candi, dua sudut bagian belakangnya, terdapat ukiran serta jenis batu kekuningan yang sepintas seperti " tambalan" karena tampak beda. Ternyata ini asli dan sudah dibuktikan secara ilmiah. Maknanya apa? Entahlah. Saat saya jeprat jepret disitu ternyata ada dua wisatawan Jerman yang juga sedang menikmati candi. Dari buku tamu tampak bahwa pengunjung asing cukup banyak disini , karena pagi tadi ada 12 wisman yang datang.

Perjalanan saya lanjutkan ke arah pasar Tumpang, karena candi Jago terletak dibelakangnya. Candi Jago ini konon didirikan oleh anak dari pendiri candi Kidal, dengan rentang waktu pendirian yang berbeda sekitar 50 tahun ! Tetapi sangat berbeda dengan candi Kidal, ternyata candi Jago ini terlihat lebih " gemuk " dan melebar. Ketinggiannya mencapai 9,97 meter.

Saya mencoba naik kepuncaknya, yang ternyata cukup memusingkan karena ditangga candi tidak ada dinding dindingnya seperti halnya Borobudur misalnya. Pemandangan dari atas ternyata sangat indah dan taman candi juga terlihat menawan. Sejarah dari candi dapat dibaca dipapan yang ada ditaman, disana terlihat tahap tahap penemuan candi, renovasinya hingga candi saat ini.
Sumur asli candi terletak didepan candi, dengan ketinggian sekitar dua meter. Dan di kanan kiri depan candi ada patung patung berwajah wanita memegang tangkai bunga teratai yang diapit raksasa raksasa pengawalnya.

Konon sudah banyak yang "hilang" dari candi ini meskipun sebenarnya candi ini dikelilingi oleh rumah penduduk yang cukup padat. Sesekali para remaja dan anak anak perlu diajak ketempat tempat bersejarah, dan tidak hanya mall-mall atau Disneyland. Lha kalau bukan para orangtua yang menanamkan rasa bangga pada warisan leluhur bangsa kita, siapa lagi?

Bagaimanapun, apresiasi harus kita berikan pada bangsa bangsa asing yang telah berupaya menggali dan mengembalikan wajah candi candi ditanah air hingga bisa dinikmati sebagaimana kita melihatnya saat ini. Tinggal sekarang bagaimana kita mampu melanjutkan pemeliharaan dan pelestariannya agar tidak punah dimakan jaman dan dimakan penjarah penjarah yang tidak bermoral. Nah, sudah siapkah kita?

( Photos by : Titiek Hariati )

Keterangan foto dari atas kebawah :
01. Salah satu sudut candi Kidal dengan " tambalan kuning" nya.
02. Ukiran Garuda di candi Kidal.
03. Candi Kidal yang puncaknya sudah hilang.
04. Taman candi Kidal.
05. Candi Jago, setinggi 9,97m.
06. Penunjuk arah.
07. Candi Jago yang " gemuk ".
08. Ukiran disalah satu dinding candi Jago.
09. Dari lantai atas candi Jago.



























Rabu, 14 April 2010

Mt. Kawi, a ritual tour.




Located only about 50km from Malang, Kawi mountain is popular for its ritual-tourism. There are several sacred-graves where some people believe they can find " luck " by doing certain ritually ceremonies. These " luck-seeker " are not only local but also overseas visitors . Hong Kong, Taiwan, China are some of those countries. Superstition ? It is really an individually decision to do and  the responsibility as well.

However, to visit this area will take you into another experience to know the culture and tradition of local people, the food , the habit etc. If you come in peak-season, so called SUROAN, make sure with all your belongings since thousands of people will be on the same area. So.. why not today? ( th )

( Photos by : TH )











Selasa, 13 April 2010

Gunung Kawi yang penuh misteri.


 

Kalau ke Malang tetapi tidak ke gunung Kawi, rasanya kurang " afdol " . Apalagi gunung yang satu ini terlanjur diidentikkan dengan kota Malang yang memang hanya berjarak sekitar 40-50 km dari pusat kota. " Nyonya Tidur " demikian kata orang tentang profil gunung yang satu ini ketika kita perhatikan bentuknya yang konon memang mirip wanita yang sedang terbaring nyenyak. Lalu apa keunikannya?


Salah satunya adalah : tempat wisata ritual.Tapi bersiap siaplah kita menerima pandangan mata penuh selidik dari penduduk lokal disana ketika untuk I kali memasuki area wisata ini. " Bade tindak pesarean punopo kraton? Monggo menawi mbetahaken penunjuk jalan.. " ( Akan ke makam atau istana? Silahkan bila memerlukan penunjuk jalan.. ) , demikian rata rata sambutan yang diterima dari para penjaga makam. Tetapi mengapa pandangan mata mereka penuh selidik? Bukan rahasia lagi bila banyak pengunjung datang kesini dengan tujuan untuk mencari " keberuntungan nasib " melalui ritual tertentu yang bahkan konon harus ditebus dengan nyawa dari orang orang terdekatnya. Ngeri? Serem?
Yang sedemikian ini sesungguhnya kembali kepada tebal tipisnya keimanan seseorang, karena Sang Maha Pemberi dan Maha Pemurah sesungguhnya hanyalah satu, Allah SWT, sehingga pemujaan kepada hal hal diluarNYA adalah sepenuhnya menjadi tanggung jawab dunia dan akherat bagi si pelakunya. Oya , dari Malang ada dua jalur yang bisa dipilih. Lewat Wagir atau Sukun. Lewat Wagir akan lebih pendek jarak tempuhnya tetapi pada beberapa bagian jalanannya agak rusak ber lubang lubang meskipun panoramanya lebih indah. Dan setelah kita tiba ditempat, jalan menuju area lokasi ritualnya dapat ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 15 menit.


Dikanan kiri dari jalur khusus pejalan kaki yang cukup lebar ini, ditemui banyak sekali penginapan, toko toko souvenir, depot atau rumah rumah makan, makanan makanan khas penduduk lokal, rumah rumah para peramal nasib, penjual berbagai alat maupun perlengkapan ritual seperti dupa,bunga dll, juga masjid masjid yang cukup besar, kuil kuil persembahyangan, pendopo dari pendiri yayasan wisata ritual, dan last but not least : pengemis pengemis!


Pengemis pengemis ini bahkan sudah menjadi semacam " profesi " dan banyak diantara mereka yang memiliki kehidupan layak sehingga bagi orang awam terasa janggal. Bagi para pengunjung yang " sudah sukses ngalap berkah gunung Kawi " biasanya sangat royal terhadap para pengemis ini disamping ingin membayar nadarnya yang terkadang berupa pementasan wayang semalam suntuk di area ini.


EO ( Event Organizer ) dari perhelatan nadar ini bahkan sudah sedemikian " sophisticated " dan mempunyai kantornya sendiri disitu. Jadi tinggal dipesan saja bentuk nadar seperti apa yang diinginkan, mulai dari selamatan sampai pementasan wayang kulit dll semuanya siap untuk dilayani .


Seminggu sebelum saya mengunjungi gunung Kawi ini , terjadi kebakaran hebat disalah satu kuilnya yang terbesar, namanya kuil Dewi Kwan Im. Sisa sisa kebakarannya masih terlihat jelas dan saya seperti biasa tidak mensia-siakan untuk prat-pret dengan kamera saya. Konon kebakaran disebabkan oleh percikan api dari lilin yang ada di kuil.


Sekedar info saja bahwa ukuran lilin lilin yang dipakai bersembahyang di kuil kuil minimal tingginya adalah dua meter dengan diamater sekitar 40-50 cm. " Kobaran api sudah tidak teratasi lagi lha wong air tidak ada..... ", demikian kata salah seorang penjaga Ciamsi ( semacam tempat persembahyangan ) kepada saya ketika menceritakan detik detik terbakarnya kuil terbesar ini.
Oya saya rupanya cukup beruntung hari itu sempat bertemu dengan si Juru Kunci yang sedang dikawal oleh dua stafnya menuju kesuatu tempat dengan memakai kursi roda karena kesehatannya. Pria dan para pengawalnya yang berbusana Jawa ini tidak keberatan waktu saya minta ijin memotretnya. 

" Nggih niku sesepuh wonten mriki ... ", ( " Ya itu yang di tuakan disini.. .." , kata seorang penduduk lokal kepada saya ) .


Masuk kearea makam yang ada disini, harus mematuhi beberapa aturan. Pakaian sopan, dilarang memotret, gaduh, membawa miras dll. Saya hanya bisa memotret dinding sebelah belakang makam yang ditumbuhi pohon2 tua menambah kesan " angker " area ini.


Beberapa penjaga makam tampak sibuk ber negosiasi dengan pengunjung2 yang rupanya datang dengan maksud " mencari keberuntungan " dan sedang tekun mendengarkan syarat syarat yang diutarakan para penjaga makam. Tiba tiba saya merasa ngeri membayangkan apa saja yang akan dapat terjadi dikemudian hari dengan mereka mereka ini. Bergegas saya tinggalkan area makam yang ber aura mistis ini dan berjalan kembali kearah bawah.


Dibeberapa kios saya berhenti untuk sekedar melihat lihat souvenir khas gunung Kawi seperti : buah labu yang dikeringkan, mata uang kertas dan logam jaman dulu, dan ini dia yang paling khas : Telo Gunung Kawi, atau ubi manis berwarna ungu. Sayapun tidak mensia siakan " sweet-potatoes " ini !
Oya sekedar info, bersiaplah dengan uang 5,- ribuan untuk parkir mobil, percuma protes, karena mereka sudah terbiasa dengan pengunjung2 royal yang datang kesini guna membayar nadarnya karena " sudah sukses meraih mimpinya setelah ngalap berkah " disini. Bahkan kadang saking senangnya, pengunjung rela membagi ratusan ribu dengan para jukir2 ini seperti halnya dengan para pengemis tadi.. Mungkin saya dikira juga membayar nadar ke area ini he he.......................... naudzubillamindhaliq !

Ada satu lagi lokasi di sini yang tidak sempat saya tengok yaitu Kraton, merupakan komplek makam lain yang justru menurut sebagian orang " lebih mak nyuss untuk ngalap berkah " . Terletak sekitar 3km dari makam yang I, kesebelah atas. Langit mendung tebal, jadi saya putuskan pulang saja dengan mengambil jalur Wagir yang ber hutan hutan.


Gunung Kawi memang penuh misteri, dan untuk sekedar melihat lihat serta menikmati atmosfirnya adalah sebuah tempat wisata yang cukup menarik. Demikian terkenalnya tempat ini sampai sampai grup grup wisatawan Hong Kong, Taiwan dan China menempatkannya sebagai salah satu agenda tujuan wisatanya. Tapi " wong " namanya saja wisata ritual, jadi jangan berharap akan melihat tempat tempat untuk bersantai seperti kolam renang, taman bermain dan semacamnya sebab yang menjadi " atraksi utama " nya adalah makam makam leluhur. Nah ... selamat mencoba mencari telo ungu gunung Kawi yang lezat !! ( TH )


( Photos by : Titiek Hariati )


Keterangan foto dari atas kebawah :

01. Lilin lilin raksasa yang banyak dijual diarea ini.
02. Pemain Jaran Kepang sedang mempersiapkan show nya.
03. Salah satu ukiran batu didinding makam.
04. Papan penunjuk area makam disebelah atas.
05. Seorang pengemis tua.
06. Deretan pengemis dijalan menuju makam.
07. Uang uang kuno dijual sebagai souvenir.
08. Ciamsi, tempat persembahyangan.
09. Papan larangan dipintu masuk makam.
10. Penjual jamu tradisionil.
11. Salah satu masjid di dalam area lokasi makam.
12. Pengunjung pengunjung yang banyak datang bahkan dari mancanegara,
Hongkong, Taiwan, China dll.
13. Pendopo bekas kediaman salah satu tokoh spiritual di gunung Kawi.
14. Pisang dan Ubi Manis yang khas.
15. Bekas kuil terbesar yang terbakar habis.
16. Sang juru kunci bersama pengawalnya.
17. Souvenir khas: buah labu kering.







































Selasa, 06 April 2010

GUS DUR dalam jeratan kanvas.




Awal April 2010 bertempat di Malang Olympic Garden ( MOG ) , digelar sebuah pameran lukisan yang cukup fenomenal yang mengangkat tokoh nasional Gus Dur ( alm. ) dalam kanvas . Puluhan seniman dari Malang dan sekitarnya bahkan luar provinsi, menampilkan karya terbaiknya dalam
memotret sisi sisi unik seorang Gus Dur. Pameran yang mengambil tempat di lantai 4 dari mall terbaru di Malang ini ternyata cukup sukses mengundang pengunjung selama hampir seminggu.


Konon, seniman Addy Prana merupakan si empunya gawe dari pameran ini, sekaligus juga sebagai sponsor nya. Sudah tentu penyelenggaraannya tidak murah, tetapi sebagaimana dituturkannya kepada saya bahwa kepuasan untuk membagi kegembiraan dan peluang bagi kolega kolega seniman lainnya adalah lebih penting dibanding rupiah yang harus dikeluarkannya. Apalagi di Malang pameran selevel ini masih sangat jarang, maka kocek yang dirogoh pun agaknya tidak terlampau merisaukannya.

Hasilnya? Beragam. Dari puluhan seniman dengan berbagai aliran seni lukis, muncullah 1001 wajah Gus Dur dari mulai yang serius sampai yang kocak. Gus Dur telah sempat mengisi lembar sejarah bangsa ini dengan torehan tinta yang seringkali " keluar pakem " .Tetapi joke joke nya selalu dirindukan banyak orang, mulai yang buta sampai yang melek huruf.


Salah satu predikatnya yang populer adalah Bapak Pluralisme. Maka tidaklah heran bahwa GD muncul diberbagai kanvas dengan perwajahan yang mengayomi keragaman suku, agama dan budaya. Lalu predikat lain adalah GAKR alias " Gitu Aja Kok Repot " yang sangat populer itu. Sikapnya yang seolah cuek dan senantiasa memudahkan yang rumit itu tampil dalam berbagai pose dan gaya GAKR yang mengundang senyum.

Juga ada potret lain dari seorang GD yaitu kedekatan dan keakrabannya pada etnis Tionghoa yang seolah membuka kran tradisi etnis ini dibumi Indonesia untuk tumbuh dan berkembang subur, setelah beku dibawah pemerintahan pemerintahan yang sebelumnya.

Bagi masyarakat Tionghoa ditanah air, sosok GD adalah pahlawan yang hingga akhir hayatnya mendapat tempat istimewa dihati mereka. Nah, potret inilah yang tertangkap oleh sebagian besar seniman dalam pameran ini yang bahkan menampilkan GD sebagai sosok kaisar Cina dan juga sebagai orang Tionghoa. Mungkin dapatlah disebutkan bahwa GD adalah satu satunya tokoh di negeri ini yang memiliki tempat khusus direlung hati masyarakat Tionghoa di Indonesia.

Ketika mengunjungi pameran ini ternyata saya juga sempat ber reuni dengan teman teman lama para pelukis, sebut salah satunya adalah RH, R dll. Mengobrol seputar berbagai kendala didunia seniman adalah senantiasa kekurangan waktu, karena mirip benang ruwet yang tidak berujung. "Seniman juga perlu dimanajeri oleh mereka yang ngerti manajemen meskipun tidak ngerti soal soal seni , sebab kalau tidak akan amburadul dan karya karyanya tidak termenej dengan baik " , begitu kira kira kesimpulan obrolan kami siang hari itu.


Dari sekitar 200 an lukisan tentang GD yang ada disitu, tampak hanya ada satu lukisan GD dalam ukuran besar, yakni sekitar 3 x 2,5 m. Pameran ini memang merupakan sebuah renungan perjalanan seorang bapak bangsa yang dihujat sekaligus dicintai oleh anak anak bangsa, dan potret komplit dari seorang GD dengan segala kekurangan , kelebihan dan keunikannya.
Disini memang tidak diperlukan analisis macam macam, lagipula :
" Gitu Aja Kok Repot.......? " ( th )


( All photos by : Titiek Hariati )

Catatan :

disertai permohonan maaf yang sebesar besarnya kepada seluruh rekan rekan pelukis yang karya karyanya kami muat dan abadikan di blog dan fb kami, yakni dengan hilangnya catatan nama nama Anda sehingga tidak dapat dicantumkan disini, dengan tanpa mengurangi rasa hormat saya.