Selasa, 28 Juli 2020



.. " Penulis Anonim = Irresponsibility " ..
dijaman hoax ini , bertaburan ribu bahkan jutaan 
penulis anonim yang tidak bersedia mencantumkan 
namanya . sehingga seringkali di medsos
kita hanya dapat kiriman2 dengan label " diteruskan " yang artinya 
" melanjutkan kiriman orang lain tanpa tahu
sumber dan asal muasal kiriman bahkan nama 
penulisnya kabur alias tidak jelas !
tentu kalau Kominfo dan Cybercrime Police butuh
melacak , sangat mudah mereka menemukan sumbernya 
 tetapi dalam jagad sosmed , 
bersliwerannya tulisan2 yang tidak menyebutkan
 sumber atau penulisnya malah sudah dianggap 
lumrah dan dengan sukacita orang melanjut lanjutkan
 mengirim pada grup2 atau teman kerabat dll .
 bahkan seorang kerabat berkomentar 
" gak popo mbak , 
sing penting isine apik ".. 
saya tercenung karena betapa
 " bodohnya " opini ini 
menurut saya . mengapa ?
 karena 
Konten Sebuah Tulisan adalah bentuk 
sebuah Pertanggung Jawaban Moral 
dari penulisnya
kepada publik pembacanya terutama 
dalam dunia pers . sebagus apapun 
sebuah artikel 
 ( opini , ilmiah , reportase dll )
jika Tanpa Sumber / Penulis Yang Jelas ,
 ia tidak lebih
 dari sebuah " pencurian ide " !
penulisnya menghindar dari sebuah 
Tanggung Jawab Moral karena kekhawatirannya 
akan munculnya tuntutan ataupun pertentangan 
pendapat bahkan chaos akibat 
dari tulisannya tersebut . 
tapi bagaimana kalau tulisan itu ternyata
" bagus dan baik baik saja " serta tidak 
menimbulkan masalah ? 
inipun Tidak Bertanggung Jawab ,
 karena bisa jadi 
tulisan bagus tersebut hanyalah hasil plagiat atau
salinan dari penulis lain sehingga 
dapat dikatagorikan sebagai 
melanggar Hak Cipta !
saya beberapa kali mendapat  penghargaan dalam
 jagad menulis al dari XL Award dll dan
tidak satupun yang bermasalah karena
gaya tulisan saya yang saya pikir 
" ndheso " dan tidak bagus ini 
ternyata malah dinilai otentik
atau khas saya dan tidak nyaplok
 apalagi njiplak gaya atau mencuri
 ide penulis lain .. ! 
keaslian gaya atau style itu penting 
sebab penulis dikenal
 dari style nya . jadi hendaknya sebagai 
pembaca kita harus cukup " cerdas " 
untuk menilai :
apakah sebuah tulisan ditulis oleh seorang penulis yang bertanggung jawab 
atau tidak ?
 pengalaman masa muda saya berkecimpung
 di media cetak saat masih 
MINUS internet apalagi meeting2
 seperti sekarang yang serba mudah ini ,
 kami para " kuli tinta " saat itu 
harus bekerja jauh lebih keras dan
lebih fair karena belum ada 
teknologi
 yang memungkinkan orang  bisa curi2 ide
atau meng copy2 paste tulisan dengan
mudah seperti jaman now 
 maka sebaiknya sebagai pembaca yang cerdas ,
Jangan Silau dengan tulisan2 yang 
Tanpa Sumber Yang Jelas meski artikelnya bagus , karena bagi yang paham jurnalistik , 
selain ini melanggar etik juga 
berpotensi anda
 terkena pidana sebagai penyebar tulisan  
dengan tanpa kejelasan
sumber berita atau penulisnya !
 disisi lain , saat ini  sangat marak 
pemalsuan sumber berita ,
  sehingga bisa saja kita ikut terpidana ketika ternyata 
sumber berita itu dipalsukan ! 
( sumber nya , penulisnya dan
 kontennya ternyata hoax ) 
 dijaman now , kecerdasan pembaca sangat diperlukan
 untuk menyaring informasi yang saat ini 
sangat tidak terbatas jumlah dan 
sumbernya baik yang :
01 ) jelas maupun yang 
02 ) kabur dan atau yang 
03 ) dipalsukan .
diam2 saya bersyukur pernah mengalami jaman " asli " dimana hampir tidak ada 
manipulasi berita atau artikel karena
 sifat penyusunannya 
yang serba manual sehingga 
sangat mudah terlacak
 bila ada indikasi plagiat dll .
"  pencurian ide  " orang lain itu sah 
bila kita secara jujur dan terbuka
 menyebutkan sumbernya 
misal 
" gambar gambar diambil dari google " 
atau 
" pendapat ini diambil dari 
halaman 10 buku 
Big Brother /Orson Welles " ..
  etika etika ini dijaman now agaknya sudah makin ditinggalkan dan makin banyak
saja tulisan2 yang
 " seenak udhelnya " mencuri
 pemikiran orang lainTANPA ijin
 alias plagiat, karena applikasi2 yang 
tersedia sangat memudahkannya.
naa .. masihkah sebagai pembaca anda masih suka menyebarluaskan tulisan2 yang tidak jelas sumber atau penulisnya ? 
( Titiek Hariati , Malang , 28 .07 .20 )
( foto2 diatas adalah meja kerja
 dan sebagian dari 
koleksi buku buku saya )
PS : ada kesalahan teknis , huruf besar2.

Sabtu, 25 Juli 2020





.. " Mengapa ( Harus ) Sekarang
 Mas Gibran ? " 
saya memang bukan pengamat politik . 
tetapi direkomendasikannya
Gibran Rakabuming Raka
 sebagai bakal calon wali kota Solo 2020 
menggeser Achmad Purnomo oleh DPP PDIP
plus mantan pasangan Achmad Purnomo yaitu
Teguh Prakosa sebagai bakal calon wawali ,
 menarik untuk saya utak atik sedikit . 
di awal awal Gibran " rasan rasan " untuk maju 
sebagai bakal calon walikota Solo dulu , 
saya sudah mbathin 
" lha laopo se kok ate melok melok berpolitik ?
 mbok engkok ae lek bapak-e wes pensiun " ... 

ternyata " rasan rasan " malah menjadi kenyataan
 dan dengan sudah pastinya Gibran maju sebagai
 bakal calon walikota Solo ini ,
 saya merasa kecewa .
 lho apa pasal padahal kenalpun tidak dan saya
 juga bukan dari partai manapun !
 alasannya sederhana , saya itu berharap bahwa
 Jokowilah satu satunya presiden RI yang
 Tidak Ikutan Tradisi Dinasti 
alias tidak ada anak cucu Jokowi yang ikutan
 berpolitik apalagi mengajukan diri sebagai
 calon pejabat ini itu termasuk juga
 menantu menantunya . mengapa ?
 karena saya sudah terlanjur percaya bahwa
 Jokowi adalah presiden Pembaharu Wajah Indonesia
 setelah sekian presiden sebelumnya 
kita kenyang dengan tontonan tradisi dinasti
 alias dipersiapkannya Putra/Putri Mahkota
 dari presiden2 RI yang sebelumnya .
 mungkin ada yang protes 
" lha itu kan hak dari siapapun termasuk 
putra/i presiden yang memang punya ketertarikan 
berpolitik seperti orangtuanya ? " .
 pendapat itu tidak salah , tetapi secara khusus
 saya ini punya harapan besar pada Jokowi 
untuk Tidak Mengikuti Tradisi ini ! 
bahkan saya sempat terkagum kagum betapa 
putra/i Jokowi ini pinter pinter ber bisnis dan
seolah tidak peduli walaupun ayahandanya 
seorang presiden bahkan 
berjualan martabak atau pisangpun okay ! 
juga saya kagum bahwa Jokowi mendukung 
sepenuhnya usaha2 yang dijalankan putra/inya ini 
dan tidak ada upaya untuk " membelokkan " 
mereka kearah politik seperti dirinya .
 maka betapa patah hati saya ketika akhirnya Gibran 
tiba tiba serius ingin maju pilkada 
sebagai walikota Solo ! 
 bahkan saya sempat berharap mungkin Jokowi 
akan memanggil Gibran secara khusus untuk 
mencegah rencana Gibran agar tidak ada 
sangkaan bahwa tradisi dinasti ternyata 
juga ada dikeluarganya .
 harapan saya pupus ketika benar benar rekomendasi 
keluar dan secara pasti Gibran yang terpilih 
maju dari PDIP . ini bukan karena saya meragukan
 kemampuan Gibran yang lulusan 
Universitas Teknologi Insearch , Sydney , Australia
 itu untuk memimpin Solo , tetapi saya 
" getun " ( sejenis kecewa ) bahwa 
Gibran " kurang sabar " menunggu hingga
 ayahandanya menyelesaikan 
masa baktinya pada 2024 yad !
tentu ada juga yang mungkin bertanya 
" mengapa harus menunggu kalau sekarang saja
 sudah bisa atau merasa mampu memimpin Solo ? " 
 sekali lagi , ini bukan masalah mampu/tidak
memimpin Solo , tapi itu lho , 
" mbokyao .. mas Gibran sabarrrr hingga ayahanda
 selesai bertugas sebagai Presiden " 
supaya tidak ada sangkaan macam macam seperti 
misal " yo mesti ae lha wong anak presiden " .. 
aduhhh, saya yakin Jokowi tidak mendorong Gibran
 seperti yang mungkin disangkakan publik ,
 saya juga yakin bahwa itu sepenuhnya keinginan
 murni seorang Gibran sendiri tanpa
 di embel embeli " aji mumpung " !
 apalagi sebelum Gibran ini , sudah ada " jago " PDIP 
yang lain yaitu Achmad Purnomo yang saat ini 
harus ikhlas dengan keputusan partainya yang 
lebih mengusung Gibran .. 
 saya juga bukan apa apanya Achmad Purnomo 
bahkan kenalpun tidak , tetapi sebagai rakyat biasa
 yang awam politik , saya hanya ingin mengeluarkan 
uneg uneg saja bahwa 
suka tidak suka pada akhirnya yang saya hormati 
bapak Jokowi akan terkena stempel yang sama
 yaitu Politik Dinasti , aduh .. kok yo eman ..
 padahal sungguh saya yakin bahwa beliau 
Tidak Pernah Mendorong putra putrinya untuk
 ikutan pilkada disaat dirinya masih 
menjabat sebagai presiden !
 maka Gibran rasanya juga harus iklhas menerima 
stempel " aji mumpung " sebagai harga yang
 harus dibayar ketika ia memilih momentum yang
 menurut saya yang awam ini adalah
kurang tepat !
 saat ini ,  saya hanya bisa berharap semoga
 mas Gibran memakai momentum ini untuk
ajang pembuktian bahwa
Gibran adalah Gibran yang memiliki 
gaya , warna serta misi visi yang berbeda dengan
 Jokowi karena Gibran lahir dan besar dalam
 tantangan jaman yang berbeda !

menjadi walikota bukanlah sama dengan musisi 
yang berada dipanggung dan mengharapkan pujian 
serta tepuk tangan penonton ,
melainkan panggung yang penuh pengabdian dan
 bahkan kesiapan untuk sorak sorai penonton yang
 justru mungkin memintanya turun panggung
 disaat ada kebijakannya yang 
dianggap kurang populer !
dalam hal ini sepertinya Gibran harus belajar
 banyak dari ayahandanya bagaimana menghadapi 
badai badai dari lawan politik dll .
 Jokowi dengan gaya Priyayi Solo nya yang
 kalem , tetapi mengagetkan disaat situasi 
menuntutnya untuk bersikap tegas! 
tentang " tuduhan " dinasti - politik itu sendiri ,
 saya sebetulnya juga mencari cari 
definisi yang tepat , apakah itu
sebuah keniscayaan tanpa melalui ajang pemilihan
 alias  " ditunjuk begitu saja " hanya karena
 masih masuk dalam garis keturunan
 atau masih harus tetap melalui sebuah
 ajang pemilihan sehingga masih 
dimungkinkan untuk tidak dipilih ? 
kalau demikian adanya ,
 apakah nantinya " nasib " Gibran masih akan
 ditentukan oleh para pemilih yang bisa saja
 tidak terpilih meski ia putra presiden ?
 maka jika " keberuntungan " Gibran saat ini
 adalah karena PDIP memilihnya menjadi 
bakal calon walikota Solo , nampaknya keberuntungan
 ini masih harus diuji lagi dalam pilkada nanti 
apakah memang masyarakat Solo melihatnya
 semata sebagai putra Jokowi atau 
sebagai anak muda yang punya potensi besar 
menata Solo kearah yang lebih maju dan
mampu menjawab tantangan jaman ? 
 " naa .. mas Gibran ,
 panggung sudah tersedia , 
isilah dengan pengabdian yang tulus dan
 bukan karena Jokowi atau 
karena putra presiden ,
 jadilah diri sendiri dan mungkin
 ilmu sebagai pengusaha catering dapat
 diberlakukan yaitu :
Melayani dan Bukan Dilayani " .
Selamat Berjalan ke Panggung .. !
( Titiek Hariati , Malang , 25 .07 .20 )

Jumat, 24 Juli 2020







.. " Pilih Mana Sekolah Atau 
Kluyuran ? " ..
masih dalam debat hangat antara dimulainya 
kembali aktivitas sekolah bagi 
pelajar pelajar 
ditanah air atau masih harus diperpanjang lagi
 masa PSBB dan atau Transisi nya . 
saya yang kebetulan sudah " tidak punya " lagi 
anak anak usia sekolah dirumah  
( karena anak anak kebetulan sudah jadi
 " orang kantoran " semua hehehe .. ) ,
 merasa ikut prihatin bahwa anak anak sekolah ini
 sudah pasti " menderita " kejenuhan luar biasa 
ber bulan bulan diam dirumah ! 
bagi keluarga yang mampu , sungguh tidak 
masalah mengalihkan kejenuhan anak anak mereka
 lewat berbagai fasilitas teknologi digital sehingga
 anak anak masih merasakan dunia luar lewat internet . 
adapun yang tidak mampu bahkan HP androidpun 
tidak pernah kenal apalagi punya , 
mereka menjadi seolah " terasing dan terisolir " 
dari sekolah ataupun teman temannya yang
 ber HP android .
 di layar TV saya lihat anak anak ditempat tempat t
erpencil maupun dikota kota besar 
yang tidak memiliki 
fasilitas untuk belajar lewat internet ,
 menjadi semakin tertinggal .
 hanya perhatian guru gurunyalah yang membuat
 mereka masih bersemangat karena beberapa
 sekolah membuka sekolah untuk segelintir murid 
yang tidak bisa ber internetan . 
saya yakin Mendikbud yang lulusan Harvard itu 
pasti juga sudah mengetahui problem ini , hanya saja
mungkin untuk menjangkau jutaan anak anak
 yang bernasib kurang beruntung
 ini masih memerlukan waktu .
sungguh pandemi ini membawa penderitaan 
sekaligus hikmah bahwa banyak orang yang 
akhirnya merasa "dipaksa " untuk 
berkreasi dan berinovasi mengatasi kesulitannya !
bagaimana tidak kalau tiba2 saja seorang manajer
 perusahaan dipecat dan dirumah ia menjelma
 menjadi penjual gorengan atau pangsit ,
 atau bahkan seorang GM hotel berubah menjadi
penjual ikan segar ?
tidak seorangpun mneyangka bahwa mereka
 satu saat " menjelma " menjadi
 manusia manusia baru dalam profesi dan 
keahliannya , tetapi itulah hidup yang penuh
 dengan bermacam kemungkinan !
kembali kemasalah anak sekolah , 
minggu minggu ini  penuh dengan tarik ulur antara
 pihak sekolah, orangtua dan
 kementerian pendidikan dan juga kesehatan
mengenai akan dibukanya kembali
sekolah sekolah
 " normal / manual " dalam waktu dekat .
 selain masih merebaknya covid 19 , 
juga dibeberapa Zona Merah terutama di Jatim 
nampaknya masih sangat riskan mengijinkan
 anak anak bersekolah lagi karena sifat khas alami 
anak anak yaitu " bermain dan berkerumun "
 yang sulit dikendalikan .
 tetapi apa yang saya amati justru lebih 
memprihatinkan , yaitu dimana mana saya temukan
 kerumunan2 anak yang sedang asyik bermain .
 mulai ber ramai2 menerbangkan layang layang ,
 bersepeda , bermain bola , belajar bersama
 tanpa jarak dll dll .
 juga pengetrapan protokol hampir selalu 
saya temukan pelanggar2nya mulai yang 
tidak bermasker, tidak adanya fasilitas cuci tangan ,
 dll yang memprihatinkan .
 disisi lain mungkin orangtua mereka juga
 makin sulit menahan anak2nya ber bulan2 
dirumah tanpa teman dan aktivitas sosial 
diluar rumah .
maka jika demikian , bukankah jauh lebih aman 
kalau sekolah dibuka kembali dengan 
pengawasan ketat baik tentang protokolnya 
maupun jam jam sekolahnya . 
misal jam sekolah dipadatkan tanpa istirahat , 
selama sekitar 4 jam saja , 
digilir Kelas Pagi Dan Kelas Siang agar
 tidak ada kerumunan . 
kemudian diberikan tugas2 rumah untuk 
menyibukkan mereka hingga masuk kembali
 pada hari berikutnya . 
manakah yang lebih berbahaya , membiarkan 
mereka bermain bebas tanpa pengawasan 
diluar rumah atau masuk sekolah dengan 
pengawasan ketat ?
saya bukan siapa2 untuk bisa urun rembug , 
tetapi hanya bisa ikut khawatir dan prihatin 
terhadap anak anak sekolah yang bebas 
berkeliaran diluar rumah tanpa pengawasan 
dan tidak ada jaminan bahwa mereka 
tidak berinteraksi dengan 
teman atau orang yang OTG !
apakah pembaca juga mempunyai putra/i 
atau adik atau keponakan atau bahkan
 cucu usia sekolah ? 
atau mungkin pembaca mempunyai pendapat 
lain tentang ini ? 
silahkan tulis dikolom komen ya ..
( Titiek Hariati , Malang , 24 .07 .20 )
gambar2 dari google