Tokek, Tokek, Ya, Tidak, Ya, Tidak
Sudah rahasia umum bila bunyi tokek diikuti oleh hitungan dari
" sebuah harapan akan suatu keberuntungan "
yang entah itu asal mulanya dari jaman apa,
mungkin sejak Majapahit hehe ..
Tidak usah terlalu serius menanggapi tulisan ini
sebab nanti yang muncul malah dugaan negatif bahwa
tulisan ini mengajarkan tahayul, waa .. hebat bukan?
Saya masih ingat saat di blog yang sama saya mengunggah
foto kucing hitam, ternyata malah dikomentari
" black-cat, superstition " etc ,
begitu juga pada tulisan yang lain yakni
" Yang Dilupakan, Yang Ingin Dikenang " ck ck ck ...
Menyimpulkan sesuatu hanya berdasarkan sebuah tulisan pendek dan artikel ringan yang bersifat hiburan,
adalah sebuah kelebihan dari sebagian orang yang merasa
" jauh lebih tahu " dari si penulisnya sendiri, hebat yaa hehe ...
Maka kembali ke tokek ini, saya juga siap kok untuk di simpul2kan, silahkan saja, sebab " like and dislike " itu hak setiap individu
dan setiap pilihan sikap senantiasa memiliki alasannya, meski secara pribadi tidak pernah saling bertemu atau mengenal . Dan sebagai penulis,
saya juga sadar bahwa pembaca tulisan saya
terbagi atas beberapa kelompok.
Kelompok terbesar itu terbagi dua, yakni yang mengenal saya secara pribadi dan cukup dekat ,
serta kelompok yang sama sekali tidak mengenal saya secara pribadi kecuali melalui blog ini atau media lainnya dan
atau melalui rumours.
Oya kenapa saya tertarik menulis soal tokek? Dirumah dalam tiga tahun terakhir ini, yang entah darimana asalnya, ada beberapa ekor tokek yang menghuni beberapa sudut rumah.
Lucunya, dalam minggu ini tiba2 saja ada beberapa ekor " baby tokek " yang menyebar didinding .
Lucu, karena tubuh kecilnya seolah tidak seimbang dengan empat kakinya yang bertelapak lebar lebar.
Warna mereka lebih gelap dari induk dan " ayahnya " .
Naa .. tiap malam, " ortu " mereka seolah memanggil pulang anak2nya dengan suara khasnya yang sering dihubungkan orang dengan sesuatu " harapan " tertentu, misal yang lagi mencari pekerjaan akan berhitung seperti ini " dapat .. tidak .. dapat ... tidak dst " hingga si tokek berhenti.
Kalau pas " dapat " mereka akan senang, tapi bila sebaliknya maka mereka akan berharap si tokek berbunyi lagi dan mencoba lagi berhitung supaya " dapat " hehe ...
Demikian kedekatan alam dengan manusia dimasa lampau yang hingga kini masih sedikit tersisa dan sebagian masyarakat kita juga masih mempercayainya , sebagaimana ketika seseorang kejatuhan cecak dikepala atau bermimpi giginya tanggal..
Taklah perlu dipertentangkan, karena akan berpulang kepada individu masing masing. Jaman telah bergeser,
dimana kita tak lagi ber akrab akrab dengan alam dan bahasanya, sehingga seringkali kita terkaget kaget
ketika bencana alam tiba,
karena konon alam tidak terlebih dahulu memberitahukannya . padahal bahasa alam itu sedemikian nyata dan banyak,
namun hanya sedikit dari kita yang masih berkemampuan membacanya .
Kehidupan modern telah merampas kepekaan manusia
terhadap alam dan lingkungannya.
Internet, TV, mall mall, shopping, dll telah " membutakan "
banyak mata hati, orang tak lagi peduli kepada alam dan terperanjat ketika satu saat alam mendadak bicara dalam bahasanya yang dahsyat !
Tokek,cecak, semut, bahkan yang jauh lebih kecil dari itu,
adalah bagian dari lingkaran semesta yang maha luas
yang diberikan kepada manusia sebagai " patner hidup "
agar ada keseimbangan sebagai
sesama mahluk hidup ciptaanNYA.
Bencana timbul ketika keseimbangan terganggu
dan sebagai mahluk termulia yang dikaruniai
akal serta kecerdasan tinggi, ironisnya manusialah justru
yang berada digaris terdepan sebagai
perusak alam dan lingkungan.
Maka, masih banggakah kita terhadap diri sendiri yang mengaku paling benar, lurus dan cerdas ini ?
Jawaban ada di masing masing kita dan
bukan pada suara tokek .. ( th )
Keterangan foto ( all taken by : th ) :
Baby Tokek dirumah, Juni 13