Selasa, 28 Februari 2012

GUO CINO di SUMAWE
























Mendengar nama Guo Cino mungkin membayangkan sesuatu yang berhubungan dengan Cina, baik bentuk maupun sejarah ataupun segala sesuatunya yang bertalian dengan Cina. Ada beberapa versi mengenai ini : pertama bahwa duluuuu sekali konon ada orang Cina bersamadi digua tersebut. Kedua, gua ini pernah menjadi persinggahan bangsa Cina dijaman duluuuu yang tidak jelas tahunnya. Dan ketiga, bentuknya yang mungkin mengingatkan pada gua gua di Cina yang sungguh saya tidak yakin sebab belum pernah melihatnya ke Cina hehe .. 

Yang terakhir atau tiga plus satu yaitu ke empat, pada waktu2 tertentu ternyata banyak orang orang Tionghoa yang mengunjungi tempat ini untuk melakukan ritual dengan " membuang " uang di amplop2 yang justru banyak ditemukan penduduk lokal hehe .... ( bisa jadi salah satu daya tarik gua bagi yang ingin berpetualang mencari amplop hehehe... ).

Terletak sekitar 4km dari pantai Sendang Biru, Malang Selatan, atau tepatnya di Sumber Manjing Wetan ( SUMAWE ) dan bersebelahan dengan pantai Bajul Mati, maka pantai Guo Cino atau Goa Cina adalah tetangga dari keduanya yang memiliki keunikan tersendiri. 

Pantai ini berpasir putih dan bersih, setidaknya saat ini memang masih bersih, serta berombak cukup lumayan bahkan tinggi . Pada bulan bulan tertentu pasir yang terhampar indah ini akan berubah wajah menjadi bebatuan hitam sejenis kerikil besar. Lho? Ya, ini hanyalah " rutinitas " dari perobahan angin & cuaca yang berpengaruh pada arus yang akhirnya mendorong bebatuan atau pasir pasir putih berkilau secara bergantian ..

Salah satu daya tarik lain dari pantai yang masih perawan ini adalah sebuah goa atau bhs . Jawa nya guo, yang terletak agak diketinggian tebing dan untuk mencapainya perlu sedikit tenaga ekstra terutama bagi yang sudah diatas 50 atau 60 . Bukan saja karena tebingnya yang tajam tajam runcing tapi juga sikon goanya yang panas pengab serta sempit sehingga kita akan sangat mudah dehidrasi. Saran : bawalah bekal minum. Lalu mengapa goa ini perlu dilihat?

Bagi yang ingin uji adrenalin dan hunting foto foto unik silahkan mencoba merangkak kedalam lobang goa yang agak sempit dan pengab untuk sampai di sebuah ruang luas atau semacam hall . Dari sana perjalanan masih bisa dilanjut hingga menembus pantai ... Nah, mungkin ada yang penasaran dan ingin menjelajahi? Sebuah tantangan yang mengasyikkan.

Pantai Goa Cina yang cantik ini sebagian dihiasi batu batu karang yang relatip tajam, sehingga untuk bersantai atau mandi mandi agaknya kurang ideal meskipun dibagian lainnya tidak berbatu karang dan nyaman untuk bersantai. 

Belum dikembangkannya area ini menjadi salah satu tujuan wisata agaknya terkendala beberapa hal antara lain jalan penghubung dari jalan raya kearah pantai sepanjang 2km ternyata masih makadam, dan disarankan parkiran mobil sebaiknya dijalan raya. Dengan ojek atau berjalan kaki kita bisa masuk hingga pantai daripada terguncang guncang didalam mobil.

Sebuah warung sederhana plus tempat parkir motor dan WC umum adalah satu satunya fasilitas yang tersedia dipantai , sehingga ketika saya menikmati segarnya kelapa muda utuh dengan airnya yang nikmat hanya 3000, baca tiga ribu rupiah, maka ada kekhawatiran bahwa kesederhanaan2 ini satu saat akan berubah menjadi kemewahan yang mahal ketika hotel hotel besar merampas kepolosan mereka .......

Puas jeprat jepret ombak yang muncul dan pecah di sela sela karang tajam serta bercucuran keringat saat turun dari goa, sayapun bergegas mencari pendingin kerongkongan... Ombak ganas pantai selatan yang terkenal itu agaknya memang bukan hanya sekedar rumor, di pantai Guwo Cino ini kita bisa saksikan kebesaran Sang Maha Pencipta dalam komposisi lukisanNYA yang dahsyat ... Penasaran?

Ayo kenali tanah air kita sejengkal demi sejengkal.... !
( TH )

Keterangan foto dari atas kebawah : ( foto oleh : TH, kecuali no 08 ) :

01. Papan petunjuk jalan menuju Goa Cina yang berjarak sekitar 2km kearah pantai.
02. Mas Pras, guide menuju Goa Cina.
03. Disalah satu kedalaman Goa Cina.
04. Jalan menuju Goa Cina.
05. Pantai Goa Cina dari salah satu sudutnya.
06. Pantai Goa Cina dilihat dari pintu masuk goa.
07. Mengintip ombak pantai Goa Cina dari tebing goa.
08. Penulis dalam bayang bayang tebing goa dengan latar belakang ombak selatan.
09. Pasir putih pantai Goa Cina.
10. Pantai Goa Cina dari sudut lain.
11. Karang karang tajam Goa Cina.
12. Pantai Goa Cina 1.
13. Pantai Goa Cina 2.
14. Pantai Goa Cina 3.
15. Pantai Goa Cina 4.


Tempo Doeloe di Inggil ..









Sesuai judulnya, tanggal 24 Pebruari yang lalu saya diundang ke RM Inggil untuk rapat sekaligus reunian para alumnus dari sebuah sekolah yang lebih dikenal dengan nama " SMA Tugu " yang sebenarnya terdiri dari 3 sekolah, SMAN 1, SMAN 3 dan SMAN 4 . Tentu saja saya tidak berasal dari tiga tiganya melainkan hanya salah satunya.

Berbeda dengan reuni seangkatan, kali ini pertemuan I pengurus ikatan alumni ini terdiri dari angkatan jaman Majapahit hingga jaman Black Berry. Maka tidak usah heran kalau disana sini ada perbedaan " angel ", " wong " jamannya saja sudah berjarak jarak hehe .. Yang angkatan 2000 keatas atau kebawah ( ? ) terkesan " sungkan " kepada senior seniornya dan yang sepuh sepuh terkesan " mbapak - i ", maklum memang semuanya sudah bapak bapak bahkan yangkung dan yangti hehe ...

Tetapi disinilah memang inti pertemuan, bagaimana mendekatkan jarak tadi menuju kesebuah kesepakatan yang harmonis yang diakhir rapat memang tercapai. Latar belakang yang beragam juga menambah warna pertemuan, ada pengusaha, ada pensiunan brigjen, ada Prof.Dr, ada guru,
ada dosen, ada penulis, ada budayawan, dll pokoknya komplit dengan sambal dan saosnya !

Suasana rapat terasa bak berada dijaman lampau alias tempo doeloe, sebab RM Inggil sebagai lokasi rapat itu di Malang dikenal dengan atmosfer tempo-doeloe nya dikarenakan si pemilik RM , mas YON , yang kebetulan adik kelas saya jauhhhh ....adalah pemerhati sejarah dan budaya tempo-doeloe terutama Malang. Beliau sekaligus adalah pencetus ide brilian agenda tahunan kota Malang yang terkenal : " Malang Tempo Doeloe " . 

Berbagai peninggalan dan foto foto dokumenter bersejarah ada diruang rapat sehingga kami merasa bak hidup di jaman VOC hehe " Wah .. mbak ini awet muda ya? " ( mungkin maksudnya awet tua tapi tidak tega menyampaikannya hehe ... ) saya jawab " terima kasih ya ... " , padahal seingat saya si penanya yang seusia anak anak saya itu diawal rapat sudah sempat menyapa dengan panggilan " bu " hehe .. Demikian keunikan antar generasi, yang harus duduk se meja mencari harmoni.

Setelah ngalor ngidul rapat diakhiri dengan makan malam bersama dan jeprat jepret. Pertemuan bubar dengan satu janji : ketemu lagi dalam tugas yang telah dibagi .. ! Sampai jumpa ... !! ( TH )

Keterangan foto : 

semua foto diambil di RM Inggil ( taken by TH )


Selasa, 14 Februari 2012

Rock Bar, antara pujian dan makian..



























Karena sudah terlanjur di Bali, atau " mumpung " di Bali, maka undangan untuk menengok Rock Bar tentu saja tidak dilewatkan. Mengapa saya tertarik? Antara lain lokasinya yang unik, yaitu berada disekitar 14 meter diatas permukaan laut, diantara tebing tebing curam dengan sajian ombak bergulung gulung dibawahnya dan menjadi bagian dari atraksi hotel Ayana, Jimbaran.

Dalam cuaca kurang bersahabat karena mendung, sore dibulan Januari 2012 itu saya berada dalam antrian ( ! ) menuju inclinator atau semacam kereta luncur yang akan membawa pengunjung turun ke bar dibawah tebing. Kereta ini memuat sekitar 8 orang sekali angkut, naik turun tebing . Biasanya bar dibuka mulai pukul 16.00 sore.

Sesuai aturan yang tertulis di papan petunjuk, antara lain pengunjung diwajibkan berpakaian sopan atau tidak terlampau casual. Contoh : celana pendek berbahan parasut dan ber bungabunga atau penuh warna yang biasa dipakai oleh wisatawan di Bali terutama di pantai2, disini ternyata tidak boleh. 

Celana pendek yang diijinkan adalah berbahan kain, polos lebih baik, dan kaos berlengan. Bagi wanitanya juga diminta untuk tidak mengenakan baju terlalu casual bahkan bikini, atau semacam daster yang banyak di jual di pantai2 maupun segala jenis baju yang mengesankan " ngirit kain " ( berhemat kain ) yang biasanya dipakai di pantai pantai.

Sandal jepit? No way. Setidaknya sandalnya yang lebih " layak " meskipun itu relatip. Maka adegan adegan yang saya saksikan dalam antrean cukup seru. Serombongan turis Australia mengeluhkan aturan2 ini yang menurut mereka terkesan " borjuis ". 

Terlebih staf hotel Ayana ( tempat bar ini berada ) menampilkan kesan tidak ramah bahkan ketus ketika menjelaskan aturan main rock-bar kepada kelompok wisman ini. " Anda bisa kembali lagi kemari setelah mengganti celana dan baju anda, atau bila tidak memilikinya anda dapat ke butik hotel kami yang menyediakan celana dan baju sesuai aturan rock-bar. Ini tidak dapat ditawar tawar sebab sudah aturan dan sistimnya ..... " , demikian kata petugas wanita yang menjaga antrean tanpa senyum dan terkesan arogan. Kelompok wisman geleng geleng kepala , entah apa yang mereka pikirkan, tetapi pasti kesan Indonesia sebagai bangsa yang ramah telah sirna ....

Kelompok " wisdom ", wisatawan domestik ( he he he .. ) didepan saya juga protes karena celana pendek yang dipakainya dari bahan kain tetapi ber bunga bunga, ini juga dilarang dan teman wanitanya memakai blus yang amat casual. Setelah berdebat tanpa hasil, mereka meninggalkan antrean dengan mengomel dan saya yakin mereka " bersumpah " untuk tidak lagi menginjak
rock-bar yang arogan ..

Diam diam saya melihat ke celana dan baju saya sendiri, kebetulan saya juga casual, saya memakai kaos berlengan pendek tetapi dapat saya tutup dengan jaket yang kebetulan saya bawa. Celana panjang jeans, semuanya tanpa bunga bunga he he he ..., yang ternyata dianggap cukup layak masuk rock-bar ... 

Kepada petugas keamanannya, sambil mengantre, saya mencoba mengobrol soal aturan ini yaitu agar di pintu masuk paling depan dari hotel petugas2 hotel hendaknya sudah mensosialisasikan aturan2 ini kepada para tamu supaya mereka tidak terlanjur berjalan kearah tebing rock-bar dengan kostum yang " salah " dan merasa ditodong / dipaksa untuk membeli kostum baru di butik hotel . 

" Sudah kok bu, didepan sudah diberitahukan di poster poster, mungkin tamunya yang tidak membacanya ... " ... begitu pembelaannya. Tetapi andai saja petugas di resepsionis atau doorman atau bellboy yang berada di lobby depan bersedia menginformasikannya kepada tamu tamu hotel, dijamin tidak ada yang menggerutu bahkan memaki karena merasa " terjebak " ....

Akhirnya, setelah jepret sana sini dan mulai terasa pengen duduk, sunset saya habiskan di rock-bar, yang sore itu berangin cukup kencang. Kombinasi musik alam yang didominasi suara ombak, dengan musik buatan manusia, ternyata berhasil menepis rasa kesal saya kepada staf staf hotel yang ketus tadi.

Ombak pantai Jimbaran yang sore itu lumayan tinggi membuat penantian sunset semakin penuh magis .. Rockbar ini memang berawal dari sebuah mimpi anak manusia yang menyaksikan tebing tebing curam dipantai ini sambil membayangkan bagaimana seandainya tebing tebing ini disulap menjadi sebuah tempat santai sambil menikmati musik alam dan musik produk manusia ....

Mimpi telah terwujud. Dan bertepatan dengan malam Tahun Baru Imlek, saya bersyukur bahwa rombongan kecil kami sudah berada kembali ke kamar hotel sebelum tiba hujan angin dahsyat pada malam harinya sebagaimana tradisi Imlek yang konon merupakan pertanda baik, wallahu alam..

Tetapi kaki terasa linu pegal, gara gara waktu pulang tidak menunggu antrean inclinator melainkan mencoba cara manual yaitu lewat tangga hotel yang ternyata lumayan capeknya ...

Sulit membayangkan, kalau saja disaat hujan badai kami masih di rock-bar yang berhadapan langsung dengan samodra luas atau bahkan mendadak ada Tsunami, mungkin saya tidak akan pernah bisa mengetik ini ...

Bali, Bali , .... semoga engkau tetap ramah dan rendah hati ....

Keterangan foto dari atas kebawah ( all taken by  TH ) :

01. Pantai Jimbaran, sesaat setelah sunset, dengan obor2nya yang khas.
02. Rock-bar, disaat cuaca cerah.
03. Menantu dan anak cowok saya yang masih terbilang " just married couple " .
04. Rock-bar terlihat dari ketinggian.
05. Atap hotel Ayana.
06. Inclinator dari dan menuju rock-bar.
07. Rock-bar lantai terbawah.
08. Poster rock-bar.
09. Dekor Imlek disalah satu mall, Kuta.
10. Kemana kaki melangkah yang dicari tidak jauh jauh dari pecel, rawon dll, warung kecil
ini ternyata malah ngetop dikalangan wisman dan full bule.
11. Toko souvenir.
12. Salah satu produk khas Bali.
13. Bendera peringatan.
14. Papan penyelamat.
15. Kolam ditepi pantai dekat rock-bar.
16. Rock-bar.

( TH )

Whitney, diva yang menolak disebut diva ..





Lama saya tidakmenulis di kolom " Yang Mendahului " ini, padahal begitu banyak pesohor maupun pribadi pribadi luar biasa yang bisa saya tuliskan, hingga berita yang mengejutkan tiba. Whitney Houston, 48 tahun, meninggal tragis dikamar hotel Beverly Hilton menjelang ajang Grammy yang prestisius. Banyak versi seputar kematiannya, mulai kecanduannya pada alkohol, drug dan lain lain yang semuanya bermuara pada kematian tragisnya. Tetapi dunia tampaknya tidak terlampau mempermasalahkannya, karena pada banyak media justru kepergian mendadak Whitney ini dipandang sebagai suatu kehilangan besar.

Mungkin diam diam banyak yang menyayangkan kecanduannya, tetapi sungguh hanya Whitney nampaknya yang paling tahu mengapa itu dilakoninya bahkan justru disaat karirnya mencapai puncak keemasan dengan berbagai penghargaan yang pernah diraihnya.

Diberkahi suatu bakat dan suara yang begitu memukau, Whitney menapaki karirnya tidak semudah membalik telapak tangan. Beberapa single nya yang terkenal telah menyapu bersih tangga tangga lagu dunia, pasti masih akan selalu kita kenang.

Greatest Love of All, Saving All My Love For You, dan seabreg lainnya adalah nomor nomor yang akan abadi dalam hati penggemarnya. Puluhan juta album yang terjual di negaranya dan diseluruh dunia, telah menguatkan posisinya sebagai penyanyi pop & RB yang tidak tertandingi. Kepribadian dan tampilan panggungnya yang mempesona, telah menginspirasi jutaan penggemar maupun artis artis dan penyanyi diseluruh dunia termasuk Indonesia.

Bagi yang pernah menonton film The Bodyguard, mungkin masih teringat aksi Whitney di film tersebut yang juga menempatkan dirinya sebagai artis berbakat dibidang layar lebar. Kini Whitney sudah pergi, semoga The Greatest Love Of All menunggunya disana ... amin.( th )
(
 Foto diambil dari google )

Selasa, 07 Februari 2012

Jejak Si Betis Indah, Ken Dedes






















Berbicara tentang peninggalan leluhur yang ada di kabupaten Malang, banyak yang dapat kita telusuri sebagai jejak kebesaran masa lampau dari kerajaan kerajaan yang ada disekitar Malang. Sebut misalnya Kanjuruhan, Singosari, dan bahkan Majapahit. Meski berasal dari abad yang berbeda, namun semuanya meninggalkan catatan yang sama : kejayaan pada masanya.

Diantara situs situs yang tersisa, bahkan ada yang tergeletak begitu saja dihalaman belakang sebuah kampus di kota Malang. Ketika saya mencoba memotret 8/delapan batu berbentuk bulatan dengan diameter masing masing sekitar 80-90 cm, satpam kampus menjelaskan :
" Yang ada digedung rektorat diatas itu sudah dirawat dengan baik. Yang dihalaman ini memang masih ter pisah pisah di empat sudut halaman, tapi rencananya akan segera di pugar ... " . Saya melihat dibeberapa batu purba itu bahkan ada puntung puntung rokok para mahasiswa yang konon sering duduk duduk bersantai diatasnya ...

Tidak jauh dari kampus tersebut, didaerah jalan Kanjuruhan dekat Joyogrand, Dinoyo, disebuah bangunan berbentuk pendopo, kita bisa melihat sekumpulan batu batu purba berbentuk lumpang, yaitu peralatan menumbuk padi pada jaman dulu, dengan ukuran berbeda beda. Ada yang persegi panjang, ada yang bulat. Juga ada patung tanpa kepala yang menurut saya sangat mirip dengan Ganesha. 

Tetapi yang populer di sini adalah Watu Gong, yakni batu batu berbentuk Gong, sebuah alat musik gamelan. Itulah sebabnya situs ini dikenal dengan nama yang sama yaitu Watu Gong. Menurut si juru kunci konon pada saat saat tertentu orang mendengar suara gamelan dan gong bertalu talu tetapi ketika dicari ketempat ini mereka tidak menemukan gamelan yang dimaksud meskipun orang yakin sumber suara berasal dari area situs ini, wallahualam ....

Selanjutnya, agak sedikit menjauh dari pusat kota Malang, tepatnya didaerah Arjosari berdekatan dengan rel KA belok ke kiri , beberapa ratus meter dari sana kita akan menemukan papan bertuliskan Sumur Windhu. Dengan berjalan kaki melewati sebuah areal persawahan, kita akan sampai disebuah bangunan kecil berbentuk pendopo yang dibawahnya terdapat sebuah mata air atau tepatnya sumur kuno. Inilah yang disebut Sumur Windhu, meskipun kita tidak lagi bisa menikmati sumurnya karena sudah ditutup.

Menurut sang juru kunci , seorang wanita berusia sekitar 65 tahun, dibawah sumur tersebut konon adalah lorong atau terowongan memanjang yang menembus kearah kerajaan Singosari meskipun kebenarannya belum dibuktikan. Sumur ini konon merupakan salah satu petilasan dari si pemilik betis indah yang termasyur kecantikannya : Ken Dedes, dijaman kerajaan Singhasari, dengan tokoh nya yang fenomenal : Ken Arok yang sekaligus adalah suami Ken Dedes.

Mbah juru kunci bahkan menambah kisahnya dengan mimik serius " Kulo dipun impeni putri
ingkang sampun petak rekmanipun nanging taksih ayu sanget, piyambakipun nyuwun supados kulo njagi sumur meniko... " ( Saya bermimpi didatangi seorang putri yang rambutnya sudah memutih namun masih sangat cantik yang berpesan agar saya menjaga sumur ini ). Dugaannya, putri dalam mimpi tersebut adalah Ken Dedes, wallahualam ...

Dari Malang perjalanan dilanjutkan kearah Singosari untuk melihat dari dekat peninggalan
purba yang tidak kalah cantiknya : Candi Sumberawan. Sebelum sampai ke candi yang dimaksud, kita akan melewati peninggalan lain dari kerajaan Singhasari yaitu Arca Dwarapala yang berujud dua patung raksasa, yang ada di kiri kanan jalan raya. Terkesan keduanya tidak terawat dengan baik, apalagi pemisahan keduanya oleh jalan raya terkesan sangat tidak etis dengan adanya pagar pagar yang sangat mengganggu keindahan keduanya.

Kedua arca ini adalah semacam simbol pengawal kerajaan yang dijamannya dijadikan tanda dari gerbang masuk sebuah kerajaan atau tempat tempat suci yang dihormati.

Sekitar 3-4km arah utara dari kedua arca inilah kita akan sampai di desa Sumberawan. Jalan menuju ke candi sangatlah sejuk kehijauan ditambah sungai kecil yang jernih, membuat perjalanan kearah candi tidak membosankan. Candi Sumberawan ini mempunyai kisahnya yang unik. Dari sisi arsitektur, candi ini dapat dikatakan cukup simpel dengan tidak ditemukannya ukiran serta tangga naik keatas yang umumnya ada disebuah bangunan candi sebagai tempat ritual keagamaan pada jamannya.

Disebutkan bahwa candi ini bahkan pernah dikunjungi oleh raja besar Hayam Wuruk dari Majapahit pada abad 13 yang menyukai tempat sejuk nyaman ini. Disebelah samping belakang candi, kita akan menemukan sumber atau mata air jernih yang konon dianggap suci karena berbagai manfaat yang dialirkannya baik untuk pengairan sawah, upacara keagamaan, penyembuhan dan macam macam, wallahualam ...

Candi yang diyakini sebagai tempat pemujaan masyarakat Budha pada jamannya ini secara lebih utuh informasinya dapat diperoleh pada sang juru kunci yang sudah bertugas disana lebih dari 30 tahun, pak Nur, yang akan membagikan pada pengunjung candi sebuah buku saku sederhana yang disusun oleh pakar sejarah bapak Suwardono.

Jalan jalan ke situs situs purba untuk kali ini kita akhiri disini, dan akan dilanjutkan lagi pada saat lain karena kabupaten Malang dengan wilayahnya yang sangat luas adalah gudang dari sejarah kebesaran masa lampau nenek moyang kita . 

Apabila setiap keluarga dan sekolah sekolah menempatkan candi atau situs situs purba sebagai agenda kunjungannya, semoga anak anak dan cucu cucu kita kelak akan dapat lebih menghargai & menghormati warisan budaya leluhurnya dan tidak hanya menjadi generasi mall yang buta terhadap kebesaran & keluhuran budaya leluhurnya ..

Mengapa harus selalu bangsa asing yang mempelopori penemuan & penelitian penelitian situs situs ditanah air kita? Rasanya memang kesalahan ada pada kita sendiri dan marilah bersiap siap untuk menggali informasi warisan budaya leluhur kita dari para pakar asing karena kita lebih tertarik mengunjungi mall mall daripada menelusuri situs situs purbakala ... ( TH )

Keterangan foto dari atas kebawah  ( all taken by th ) :

01. Sungai dibelakang candi Sumberawan yang berasal dari mata air Sumberawan yang penuh
khasiat ( penyembuhan dll sebagaimana diyakini masyarakat sekitarnya )
02. Arca Dwarapala, Singosari, satu dari dua arca serupa.
03. Batu purba, salah 1 dari 8 batu yang tergeletak dihalaman belakang sebuah kampus di kota
Malang.
04. Papan petunjuk Situs Watu Gong di daerah Joyogrand, Malang.
05. Arca mirip Ganesha yang ada di situs Watu Gong.
06. Watu Gong, batu purba berbentuk gong.
07. Lumpang, semacam tempat menumbuk padi yang berbentuk bulat.
08. Lumpang, berbentuk persegi panjang.
09. Juru Kunci Watu Gong.
10. Candi Sumberawan, Singosari.
11. Candi Sumberawan, batu batu terserak didepannya itu adalah eks batu2 purba yang konon
akan direkonstruksi sebagai puncak candi, tetapi terbengkalai.
12. Pak Nur, juru kunci Sumberawan.
13. Bocah bocah desa Sumberawan yang ceria menikmati air bening sungai Sumberawan.
14. Jalan setapak menuju candi Sumberawan.
15. Juru kunci wanita, sumur Windu.
16. Sumur Windu yang sudah ditutup.
17. Batu purba di halaman belakang sebuah kampus di kota Malang.
18. Papan petunjuk Situs Ken Dedes.