Sabtu, 20 Februari 2010

YOGURT CORNER " YOGLEO "




For yogurt lover, the Milk House " YOGLEO " in Oro Oro Dowo market , Jalan Guntur, next to city-lung, Hutan - Malabar, can be the right place to relax after school. Vanilla, melon, strawberry etc are some of their yogurt variety taste. Besides, they also offer you burger and mariam-bread with many kind of topping for small hungry. Prices? Starting with Rp. 5000,- . Suitable for students 
pocket !.
Open daily from 09 - 17.00, Sunday is closed.

 So let's start the day with a glass of yogurt!


( Photos by : TH )

Jumat, 19 Februari 2010

" Hangout" cara sehat?







Pulang sekolah atau kerja, pada cuaca terik ataupun hujan, rasanya tempat mojok yang satu ini boleh dicoba. Buka hanya sampai sekitar jam 17.00 , jadi memang lebih pas buat yang tidak suka keluyuran malam hehehe... Lagipula menunya bisa membuat badan lebih sehat dan pastinya : langsing, karena masam masam segar : Y O G U R T !!

Menyebut dirinya " YOGLEO ", Milk House, merupakan salah satu tempat nongkrong khusus minuman yogurt dengan aneka rasa. Mulai vanilla, melon, strawberry, dan macam macam lainnya. Yang suka ber soda soda bisa menambahkan soda, dan rasanyapun makin yummy....! 

Makanan ringannya lumayan beragam, mulai burger, roti mariam, kentang goreng dan lain lain, pokoknya pas banget sama yogurt. Harga? Terjangkau, setidaknya buat anak anak sekolah, mulai Rp.5000,-

Lokasi? Disebelah kiri belakang dari pasar Oro Oro Dowo, dekat dengan hutan kota Malabar daerah jalan Muria dan Guntur. Jam jam pulang sekolah banyak anak anak berseragam mulai TK sampai SMA nongkrong disini. Yang pulang kuliahpun tidak ketinggalan.

Dulunya tempat ini terkenal dengan susu segar aneka rasanya. Dalam perkembangannya ternyata yogurt cukup banyak diminati masyarakat Malang, maka lahirlah pojok Yogleo ini.

Bila Malang memiliki banyak cafe cafe Yogurt, tidak ada salahnya mencoba yang satu ini. Sambil belanja di pasar OOD, sesekali mampir di Yogleo ( saya sering hampir kepleset mengucapkan kata Yogleo keliru YODLE , yaitu tradisi dikalangan petani petani Eropa biasanya menjelang panen untuk membuat pesta rakyat . Salah satu atraksinya adalah ber YODLE yaitu bernyanyi dengan teknis tertentu yang sangat khas. Kita pernah mengenal lagu Gembala Sapi, nah pada bagian refrainnya : yokulei yokulei yokulei..... yo yo kulei iiii..yo kulei dst...kira kira itulah Yodle !

Hangout cara sehat disiang hari? Cobalah Milk House, Yogle..!
( Sayangnya kalo hari Minggu tutup ) .

( Photos by : TH )

Kamis, 18 Februari 2010

The Peacefuly Perfomance of The Maestro : Karimoen.










Sunday, February 14, 2010, Valentine and Chinese New Year were luckily on the same day ! Cheerfuly faces everywhere.....On the same day at 20.00 pm, in a small village about 20km south of Malang, Kedung Ombo, Pakisaji, villagers were on a deep mourning, every body was crying.. One of the villager, Karimoen, 110 years old mask-artist has died. Karimoen was not only belongs to Kedung Ombo, but also Indonesia.


Karimoen or more populer with " Mbah Moen " was an extra-ordinary and modest personality who dedicated every single drop of his blood to glorify the Malang-mask-art both the mask-dance and the mask-carving including its philosophy.


He spent the whole of his life to introduce and develop mask-dancing and carving in his own style. We can say Kedung Monggo style, Karimoen style. His unbreakable spirit to develop this mask-art was admirable , even when he must stayed in wheel-chair and bed since 1995 after the unexpected accident. His hard-working in mask-art had won a special-award from Indonesian government in 2009 and also MURI.

In fact, Malang actually also has another mask-village, where we can found several great mask-artists like : mbah Rasimun ( alm ), mbah Jakimin, mbah Gimun and Soetrisno. But still, Karimoen remained as an unique artist among them. His charisma in performing Klono Dance for example, was always the outstanding one. Also his magnificence talent in mask-carving and " ngendang " ( a Javanese music instrument to accompany people to dance ) .

Karimoen was buried down by the small river and shady valley in Karangpandan, Pakisaji, Malang, East Java. A very green and peaceful area. His dreams should be maintained and developed by his children, grandchildren, students and everybody who love traditional-art, no matter if you are black or white... His totaly dedication towards the tradition, culture and art should inspired everybody to do the same to keep the world always in its beautiful spirit and peace .
May GOD give mbah Moen the best stage to perform his eternally mask-dance. Amen.


( Photos and Indonesia-version of this article can be seen on the same blog ) :


01. The burial of mbah Moen ( taken from : Foto Antara/Ari BowoSucipto/Koz/mes/10 )
02. Mak Yam, Siti Mariam, Karimoen's second and last wife, whom Karimoen married since 1986, with her longblack hair 
( Photos by : TH )

Rabu, 17 Februari 2010

" Selamat Jalan Mbah Karimoen, Sang Maestro...! "


Rabo, 17 Pebruari 2010, mulai pagi sampai siang hari saya menyediakan waktu khusus ke Kedung Ombo, Pakisaji, sekitar 20 km kearah Malang selatan. 

Terakhir kali saya kesana sekitar hampir setahun yang lalu. Tujuannya hanya satu : ziarah ke makam mbah Karimoen yang wafat hari Minggu tanggal 14 Pebruari 2010 jam 20.00 yang lalu dan silaturahmi ke keluarganya terutama mak Yam. 

Jadi saya memang sudah terlambat tiga hari. Alasannya karena Senin yang lalu saya harus ada di Surabaya untuk sesuatu urusan.

Untuk masyarakat Malang, nama mbah Karimoen sudah menjadi salah satu ikon kota Malang. Populernya : mbah Moen. Seniman tulen yang otodidak ini merupakan pesohor didunia seni topeng khas Malang atau disebutnya topeng malangan. Meski tidak dipungkiri bahwa Malang juga memiliki seniman seniman topeng lain seperti yang ada di Dusun Glagahdowo, Tumpang, sekitar 15 km arah timur dari Malang. 

Disana kita bisa temukan nama nama besar seperti Mbah Rasimoen ( alm ), mbah Gimun, mbah Jalimin ataupun Soetrisno.
Tetapi berbicara tentang mbah Karimoen memang punya sisi unik lain . Konon Tari Klono nya teramat sulit tertandingi karena kegagahannya dalam melakonkannya diatas panggung. 

Dan mbah Moen ini selain mengajar tari serta mengukir topeng, juga ahli memukul kendang mengiringi para penari topengnya. Dimulai dari jaman penjajahan hingga merdeka dan hingga saat wafatnya, memang liku liku hidupnya penuh kepahitan meskipun dilakoninya dengan iklas dan sabar sebagaimana falsafah Majek, Mapek, Megeng dan Mengku nya.

Wafat diusia 110 tahun adalah sebuah " bonus " yang tidak diberikan kepada setiap orang, meskipun 15/ lima belas tahun terakhir lebih banyak dihabiskannya diatas kursi roda dan pembaringan akibat kecelakaan tabrak lari ditahun 1995. Tetapi bukan mbah Moen namanya kalau begitu saja menyerah dengan kondisi yang penuh tekanan itu. Nyatanya dalam sakitnya mbah Moen masih ingin tetap eksis dan berkarya

Bahkan ditahun 2009 ditemani isteri setianya yang populer dengan sebutan mak Yam yang juga seorang seniman, mbah Moen masih berangkat ke Jakarta untuk menerima penghargaan dari pemerintah RI atas pengabdiannya yang luar biasa dibidang seni dan budaya.


Sebelum mengunjungi makamnya, saya lebih dulu ingin menjumpai keluarganya terutama istrinya, mak Yam, dirumah mereka yang terletak di kampung Kedung Ombo. Di Kedung Ombo yang merupakan " kerajaan " mbah Moen inilah seniman topeng ini membangun dunianya.


Rumah sederhana seperti pada umumnya rumah rumah desa ini masih menyisakan aura duka dengan tumpukan kursi diterasnya serta tamu tamu yang masih silih berganti. Disana juga ada sanggar tarinya, Asmoro Bangun, serta panggung tempat pementasannya.

Kesan sederhana mencuat dari sanggar ini, tetapi siapa mengira dibalik kesederhanaannya ternyata nama mbah Moen dan sanggarnya sudah mendunia. 
Di panggung inilah tetes tetes keringat mbah Moen dan para seniman topeng Kedung Monggo ditebarkan yang kemudian menjelma menjadi aroma wangi keseluruh penjuru negeri.


Tampak sebuah baliho besar terpampang didekat sanggar, disitu tertulis antara lain agenda pentas dari sanggar mbah Moen , Asmoro Bangun, yang saat ini lebih banyak di kelola oleh kerabatnya yang sudah berbeda generasi.

Dan hanya berjarak sekitar 15/lima belas meter dari rumah mbah Moen, saya melewati salah satu galeri topeng disitu.
Bangunannya mirip gudang, penuh tumpukan kayu kayu bakal topeng. Seorang pengrajin topeng tampak asyik menatah dan mengukir sebuah topeng. Tidak lama kemudian dari rumah sebelahnya muncul mas Handoyo , yang merupakan salah satu pengelola sanggar. Seorang gadis manis yang ternyata seorang penari topeng , ikut mengobrol bersama kami. Rasanya kampung ini memang ditakdirkan untuk dihuni oleh seniman seniman tari dan ukir topeng.


Setelah itu akhirnya, saya bertemu juga dengan keluarga terdekat mbah Moen, mak Yam, Siti Mariam, isteri terakhir mbah Moen yang dinikahinya tahun 1986. Konon merupakan isteri kedua meski mbah Moen sebenarnya beristeri tujuh, maksudnya bila ditotal semuanya berjumlah 7. Keadaanlah pada saat itu yang menjadikan pernikahannya jatuh bangun. 

Perjumpaan dengan mak Yam lebih merupakan reuni. Saya sudah berusaha untuk tidak menangis tetapi justru mak Yam yang mendahului. Bagaimanapun bagi saya, rumah dan sanggar mbah Moen bukanlah asing. 

Pertemanan kami sempat melahirkan kerjasama dimana kampung dan sanggar mereka secara periodik mendapat kunjungan rombongan tamu tamu asing dari berbagai negara yang saya bawa dalam bentuk rombongan2 kecil disaat pasang purnama atau so called " moonlight-traditional-dance-show " ...

Membawa rombongan bule bule bukan perkara mudah sebab sanggar tari mbah Moen belum 
" ber infra struktur " yang memadai untuk sebuah pagelaran yang mengundang tamu tamu asing. Contoh kecil : kamar kecil yang ber WC duduk, snack yang " higinis " dll. 

Tidak kehilangan akal. Saat itu saya upayakan semuanya sesuai tuntutan tamu , misal saya sediakan pisang godok, kacang godok dan jagung godok dengan pincuk daun pisang karena semuanya masih dibungkus kulit sehingga pasti higinis. 

Nyatanya para tamu memang senang dengan tampilan " jajanan ndheso " yang khas ini. Upaya ini bukan semata " menjual " Kedung Monggo dan mbah Moen, tetapi lebih didasari oleh panggilan hati yang " nelangsa " melihat betapa seniman seniman tanpa pamrih ini harus berjuang hari demi hari untuk tetap bisa eksis.

Menunggu saja hingga orang datang untuk belajar seni topeng tentu bukan solusinya, betapapun para pekerja seni ini memiliki keluarga yang harus tetap dikepulkan asap dapurnya. Maka ketika internet belum dikenal saat itu, upaya upaya memperkenalkan karya karya mbah Moen cs dilakukan secara manual alias door to door. 

Tamu kami jemput satu persatu, fungsi dirangkap rangkap, ya driver ya guide ya EO pokok serabutan, yang penting kekayaan seni budaya Malang ini dapat dikenal luas dari mulut ke mulut terutama oleh para tamu mancanegara....!

Sayang sekali saya ketika itu harus meninggalkan Malang untuk bekerja di Surabaya selama beberapa tahun, sehingga kerjasama ini terputus, padahal paket paket pagelaran topeng kala itu sudah mulai banyak diminati. Saya sungguh merasa bersalah. Apalagi kalau saya ingat betapa melimpah ruahnya penonton yang memadati area sanggar pada setiap pasang purnama, rasanya saya adalah orang yang tidak bertanggung jawab terhadap mbah Moen dan teman temannya.

Tetapi saya masih sempat menularkan kiat kiat berpromosi pada tim mbah Moen antara lain melalui pendistribusian brosur brosur sanggar mbah Moen yang sudah dipersiapkan dalam dua versi, Indonesia dan Inggris dalam bentuk paket paket tur ke Kedung Ombo. Maklum internet saat itu belum dikenal. 

Atraksinya? Menyaksikan pagelaran tari dan seni ukir topeng dari keluarga besar mbah Moen disamping menikmati suasana dan keramahan warga desa Kedung Ombo disaat pasang purnama.

Kenangan inilah yang merekatkan kembali mak Yam dan saya hari ini, dimana kami tenggelam dalam sentimentil ketika teringat saat saat mbah Moen masih ada ditengah kami. Misalnya, kesibukan kesibukan kami menggodok jagung, pisang dan kacang didapur mbah Moen menjelang pagelaran ketika itu, kemudian kesibukan kesibukan saya meng " oprak oprak " para penabuh dan penari agar bisa muncul di panggung tepat waktu ( maklum seniman umumnya paling susah tepat waktu ) 

Juga keramaian keramaian anak anak desa terutama yang balita dipinggir pinggir panggung ya ber kali kali harus saya tenangkan karena tamu tamu bule mulai merasa terganggu tidak bisa fokus menikmati atraksi panggung, dan lain lain seolah kembali berputar didepan mata... Begitu cepatnya waktu berlalu.

Mak Yam atau Siti Mariam yang semula berbusana jilbab ketika saya datang tadi, tiba tiba berdiri dan permisi untuk sebentar berganti baju. Saya kaget ketika tidak sampai 3 menit dia sudah keluar memakai celana jean dan TShirt hitam bergambar Soekarno sebagai idola mbah Moen. " Ayo.. saya di foto ya, saya mau nari.....!, katanya serius.

Sebuah topeng berwajah putih dipasangnya dan sebentar kemudian badannya yang masih langsing diusianya yang sudah 59 ( ! ) itu tampak begitu gagah dalam gerakan gerakan yang artistik. Prat..pret..prat..pret.... saya tangkap momen momen itu. Putri mak Yam sempat membisiki saya :
" Itu gerakan gerakan karangan ibu saya sendiri " . Namun buat saya, setiap karya apapun selalu dimulai dari " karangan karangan", jadi sah sah saja..

Tapi tiba tiba saja mak Yam kembali masuk kamarnya dan keluar membawa " krincingan " ( semacam gelang kaki yang bergemerincing ) serta langsung dikenakannya di pergelangan kaki nya yang sebelah kanan. Kembali gerakan gerakan gesit dan sigap dipertontonkannya dan sayapun kembali prat..pret..prat..pret..

Ternyata mak Yam atau Siti Mariam ini memang sedang mood untuk menari, entah apa yang 
" merasukinya " ketika tiba tiba dia meminta dipasangkan topeng bapang buatan mbah Moen. Topeng belum sempat dipasang diwajahnya ketika tiba tiba saja mak Yam sudah kembali asyik dengan gerakan gerakan topeng bapang yang seolah menyatu dengan tubuh dan sukmanya.

Saya tidak sia siakan, kembali saya prat..pret..prat ..pret... Tetapi kali ini saya harus dikejutkan oleh hasilnya yang tertampak di monitor kamera saya. Seisi rumah juga ikut kaget. Mak Yam tampak berambut serba putih dan wajah jauh lebih tua, bahkan disalah satu fotonya ada semacam bayangan wajah..

Saya mendadak nervus. Mak Yam mencoba menenangkan diri saya : " Memang bapang itu kan rasa nya mbah Moen, apalagi ini masih tiga harinya... " Lho, saya jadi makin nervus dengan kata kata mak Yam ini..

Dalam perjalanan pulang saya singgah di makam mbah Moen yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Disebuah lembah yang dialiri sungai disebelahnya serta sangat teduh karena penuh dengan pohon pohon tua dan besar seperti di kebun raya. Benar benar sebuah peristirahatan yang damai.

Tampak dua karangan bunga masih ada disana. Beberapa kerabat mbah Moen mengajak saya berkeliling area makam sambil menunjukkan lokasi yang nantinya akan dipakai sebagai tempat pentas topeng yang baru. Dengan kontur tanahnya yang ber lembah lembah, rasanya lokasi ini kedepannya akan bisa menjadi sebuah arena pentas topeng malangan yang fenomenal. Saya bayangkan sinar purnama penuh akan jatuh melewati bayang bayang pepohonan raksasa yang ada disitu, auranya pasti magis...

Saya tinggalkan komplek makam dengan sebuah janji dalam hati. Tapi saya tidak ingin mengurainya disini. " Selamat beristirahat mbah Moen, semoga pewaris pewaris semangat mbah Moen dalam berkarya untuk negeri ini akan dapat melestarikan dan mengembangkan cita cita mbah Moen dalam memajukan seni topeng malangan di kancah nasional dan internasional " .

Juga kepada mak Yam, wanita setia yang penuh dedikasi terhadap suami dan cita cita suaminya mbah Moen ini, semoga diberikan kekuatan dan ketabahan. Ada sebersit rasa bersalah dalam hati saya, bahwa apa yang sudah pernah saya mulai dulu dengan keluarga besar mbah Karimun ini ternyata tidak saya lanjutkan, semoga masih ada waktu lain untuk menebusnya. Amien. ( TH )


Keterangan foto urut dari atas kebawah : ( all taken by me )


01. Salah satu pohon tua raksasa yang ada di area makam mbah Moen yang
      sayangnya harus dibabat karena konon sudah mati akibat seringnya di
      pakai perburuan tokek.
02. Makam mbah Moen yang masih basah tanahnya dibawah pohon tua
      yang rindang dan dibawahnya mengalir sungai kecil .
03. Jalan setapak menuju makam mbah Moen.
04. Mak Yam sedang memasang krincingan dikakinya.
05. Mak Yam sedang " melayang ".
06. Mak Yam dengan rambut panjangnya yang masih legam tanpa cat.
07. Mak Yam menunjukkan foto2 mbah Moen.
08. Mak Yam dengan salah satu topeng favoritnya.
09. Buku tentang mbah Moen.
10. Mak Yam dengan salah satu topeng karya mbah Moen.
11. Para pengrajin topeng Kedung Monggo yang juga merangkap penari.
12. Seorang pengrajin topeng didampingi seorang remaja penari topeng.
13. Piagam Piagam untuk mbah Moen, dari pemerintah RI dan MURI.
     ( Photos by : Titiek Hariati )















































Sabtu, 13 Februari 2010

" Kado Kado " Valentine..






Ck..ck..ck.. jangan terburu membayangkan hari ini saya mendapat kado atau bingkisan bingkisan Valentine. Apalagi ini budaya impor, yang tidak selalu pas dengan kita, kecuali untuk " lucu lucuan " yang mungkin juga tidak lucu he he...

Tetapi karena jatuhnya pas bareng Imlek, Chinese New Year, maka " terpaksa " kiriman kiriman inbox, telepon maupun sms ya tidak ter elakkan dan sebaliknya, sayapun mengirim kepada beberapa kerabat, teman dan eks kolega. Praktis : satu tembakan dua peluru.

Nah.. yang saya pakai sebagai kartu ucapan di FB saya adalah foto foto masa kecil anak anak saya ( dijepretnya tahun 1987 ) karena buat saya foto foto ini cukup mewakili sukma Valentine yang sungguh saya merayakannya setiap hari bersama mereka ! ( Tidak usah menunggu setiap 14 Pebruari ) .


Dari koleksi ratusan foto yang ada, yang diambil nya pada musim yang ber beda beda, saya pilihkan yang temanya " liebe " sebagai intisari Valentine.

Bagaimanapun, saya berterima kasih kepada yang sudah mengirim ucapan ucapan. Ada juga yang saya ingin kutipkan disini, sebuah sms yang saya terima semalam, jam 23:29, begini :
" Yesterday is a Memory, Today is a Gift, and Tomorrow is Hope, Let's make love flows like water, Happy Valentine Day ! "..................sweet.


Pagi pagi saya lihat di FB rupanya anak anak saya yang sudah pada brewokan ( difoto mereka dihalaman ini masih lucu lucu dan cute .. hehe ) pada nge tag foto foto masa kecil mereka yang saya pasang kemarin.


Yo wes : bagaimanapun saya sudah temukan pesan Valentine yang sebetulnya sangat sederhana tetapi mungkin prakteknya tidak selalu mudah yakni : S H A R I N G, dan itu janganlah menunggu 14 Pebruari, tetapi setiap detik dan saat pintu untuk berbagi dengan sesama harus senantiasa terbuka.

Masalahnya : sudah selalu siapkah kita untuk berbagi , moril materiil ?

( Photos by : TH, Vienna 1987 )

Jumat, 12 Februari 2010

GONG XI FA CHAI


14 Pebruari 2010 bertepatan dengan tradisi impor Valentine, masyarakat Tionghwa utamanya juga merayakan Tahun Baru Imlek yang konon " harus " ditandai dengan hujan lebat dan angin
kencang sebagai pertanda kebaikan. Maka kepada segenap rekan dan teman yang merayakannya disampaikan Selamat Tahun Baru, semoga semakin sukses ditahun harimau ini !!
( Gambar diambil dari : imlekpictures.com )

Kamis, 11 Februari 2010

Terima Kasih







kepada kabarindonesia.com atas pemuatan artikel :
01. Adil, Tidak Adil ?
02. Kursus Facebook Bagi Para Ortu
Sebuah opini atas vonis 18 tahun Antasari dan peristiwa penculikan remaja remaja akibat cinlok FB.

( Gambar diatas diambil dari : iggy1st.wordpress.com/2008/06/02/45 )

Senin, 08 Februari 2010

" Masih beranikah kamu meragukan NYA? "






Dari perjalanan satu ke lainnya, dalam artian an sich, bukanlah sekedar menghabiskan waktu di kendaraan yang kita tumpangi. Tetapi lebih merupakan perjalanan bathiniah melewati ciptaan ciptaan NYA yang mampu mengkerdilkan ego mahluk ciptaanNYA termasuk kita, manusia.

Samodra, gunung, langit, rimba, air terjun dan lain lainnya adalah semisal mega-kanvas yang membuktikan ke Maha Kuasa NYA. Tidak ada ciptaan NYA sekecil kuman pun bahkan, yang tidak dapat menggetarkan nurani. Kesemuanya bak sebuah rantai besar yang saling berkait dan melengkapi, sungguh Maha Suci Ya Allah !!

Sebagaimana dalam surat Al Baqarah ( Sapi betina ) ayat 29:
" Huwal lazi khalaqa lakum ma fil ardi jami'an summastawa ilas sama'i fasawwahunna sab'a samawat (in), wa huwa bikulli syai'in'alim (un)"

( Dia-lah ALLAH, yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikanNYA tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu " )

Juga dalam surat AL HIJR, ayat 19 :
" Wal arda madadnaha wal alqaina fiha rawasiya wa ambatna fiha min kulli syai'im mauzun ( in ) "

( Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran " )

Demikian catatan kecil ini semoga bermanfaat, amien.

( Foto foto diatas saya jepret dalam perjalanan pada tanggal 02.02.10 yl )( TH )

Minggu, 07 Februari 2010

HUJAN, HUJAN





Tidak ada yang aneh dengan kisah hujan. Siraman air dari langit ini memang bisa melahirkan beragam kisah. Bagi petani hujan sangatlah ditunggu terutama setelah kemarau panjang. Bagi penduduk di daerah daerah gersang, hujan juga berarti berkah bagi kelangsungan hidup mereka karena siapakah didunia ini yang mampu bertahan tanpa air dalam jangka lama?

Tetapi ketika air yang jatuh melebihi kebutuhan, bahkan sangat berlebih lebih, biasanya yang timbul justru bencana. Pertanyaannya menjadi : siapakah didunia ini yang mampu bertahan dengan air dalam jumlah berlebihan untuk jangka yang lama?

Demikian manusia dengan segala keterbatasannya. Dan ketika hujan lebat tiba, sayapun senang mengamati betapa curah air dari langit ini indah. Jatuh dan meresap ketanah, dan keesokan harinya rumput dan segala tanaman yang lain tampak semakin melebat dan menghijau.

Sulit membayangkan bagaimana bila hujan tidak pernah turun ber bulan bulan bahkan tahun..
Maka bagaimanapun : marilah bersyukur atas karuniaNYA yang satu ini : hujan.

Sebagaimana tertulis dalam surat AL HJIR, ayat 22 :

" Wa arsalnar riyaha lawaqiha fa anzalna minas sama'i ma'an fa asqainakumuh (u) , wa ma antum lahu bi khazinin (a) "

( Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan ( tumbuh tumbuhan ) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali kali bukanlah kamu yang menyimpannya ) .

( Sebuah renungan sederhana disaat hujan dan foto foto diatas saya jepret diteras rumah juga disaat hujan lebat, Januari 2010 )

" Diantara 5/ lima jam, ada Jennifer "









Tanpa bermaksud menghilangkan catatan pertemuan saya di Cengkareng dengan Jennifer, justru saya ingin menulisnya secara khusus. Wanita berkebangsaan Amerika yang berbalik " nasib " dengan saya ini, suaminya adalah Indonesia asli dan saat ini mereka tinggal di Jakarta, setelah beberapa tahun di Solo dan Bali.

Kacamatanya yang cukup tebal untuk usianya, tidak terlampau mengurangi kecantikannya disamping kesan " kutubuku " nya yang kental. Saya bersyukur berkesempatan mengobrol dengan Jenny , bukan saja untuk mengisi waktu menunggu pesawat, tapi karena content nya yang menarik : GREEN SCHOOL.

Alumnus Harvard jurusan School of Education ini adalah calon doktor dibidang Kebijakan Pendidikan Internasional ( moga moga terjemahan bebas saya ini mendekati benar hehe .. ) dan menunjukkan ketertarikannya dibidang pendidikan Indonesia.

Topik obrolan kami, Green School, yakni konsep sekolah berbasis pelestarian lingkungan ini memang masih belum " merakyat ". Sebagai contoh seperti yang sudah ada di Bali misalnya, justru terkenal mahalnya dan murid muridnyapun masih didominasi anak anak bule yang notabene mampu membayar mahal untuk sederet fasilitas " mendekat ke alam " seperti peralatan untuk rafting, menyelam dll. 

Saya katakan pada Jenny : " Lha supaya konsep Green School ini lebih bisa memasyarakat ke seluruh sekolah sekolah bahkan yang terpencil di Indonesia, mbok ya diusulkan dan dimasukkan sebagai kurikulum nasional gitu lo mbak, tapi disesuaikan dengan sikon masing masing daerah sehingga bisa terjangkau oleh semua lapisan " . Dengan semangat Jenny meng angguk angguk menjawab : " Iya, memang .... ". Jenny tampak senang saya panggil " mbak " , mungkin kebiasaan ini sudah dikenalnya di Solo ber tahun2?

Obrolan berlanjut tentang bagaimana sebenarnya potensi Indonesia untuk konsep GS ini. Bayangkanlah bahwa alam dan bumi Indonesia ini bak sebuah Sekolah Alam bagi anak anak kita dan mengapa alam beserta kekayaan yang dikandungnya ini harus dibayar mahal oleh anak anak kita yang sebenarnya berhak untuk menikmatinya secara gratis demi sebuah ilmu pengetahuan? 

Tidak dapatkah pemerintah memberikan perhatiannya yang lebih serius kepada dunia pendidikan kita agar anak anak kita mampu menjadi Tuan Rumah Sekolah Alam di negaranya sendiri dan bukan menjadi penonton anak anak asing ber rafting ria, diving dll di Indonesia? Indonesia lebih dari mampu untuk menjadi sebuah ikon bagi konsep Green School dunia, sebab segalanya tersedia disini, ya alamnya ya sdm nya, hanya tinggal mengelolanya saja.

Kami berpisah dengan sebuah janji akan bertemu lagi lewat email ataupun langsung satu saat nanti. Saya yakin kita sendiri sebenarnya memiliki Jenny Jenny yang sepemikiran dan seidealisme meski dengan nama dan kemasan berbeda. 

Mudah mudahan pemikiran pemikiran besar tidak hanya berhenti diatas kertas, tetapi satu saat kita akan melihat anak anak diwilayah wilayah terpencil seperti pedalaman Papua misalnya, dapat menikmati fasilitas yang sama dengan rekan rekannya di kota kota besar Indonesia termasuk fasilitas GS ini, semoga!

Sampai jumpa Jen .. ! ( th )

( Photo by  : TH )

Persinggahan I : PEKANBARU.












Pekanbaru, akhirnya sempat juga saya menginjaknya. Dugaan saya tidak terlalu jauh meleset bahwa kota yang satu ini mirip mirip dengan kota kota besar luar Jawa yang pernah saya kunjungi pada umumnya. 

Pertama, jalan rayanya yang ekstra lebar. Kedua, pembangunan fisik kotanya yang masih lebih terpusat di kotanya atau lebih tepat di pusat kotanya. Kemacetan lalin yang belum terlalu dirasakan, bahkan pada malam hari nyaris lengang. Tercatat ada 3 mal terbesar di kota ini, Ciputra Mal, Pekanbaru Mal dan SKA. Ini tahun 2010 lho ..

Yang lucu dan sangat berbeda adalah : SULIT nya mencari pak polisi di jalan jalan raya. Lho pada kemana ya? Padahal di Jawa itu hampir setiap 15 meter dapat kita temukan baik sendiri maupun berkelompok. Juga di tempat tempat yang tersembunyi polisi di Jawa paling senang mengintai dan menunggu " kesalahan/pelanggaran " para pengguna jalan.

Ketika saya tanyakan kok polisi di Pekanbaru tidak terlihat, sopir yang menjemput saya di bandara mengatakan : " Memang bu, jarang jarang ada. tapi keluar Pekanbaru mereka banyak mencegat truk truk besar untuk dipungli..", o iya tooo....rupanya soal pungli sudah merata hehe..

Makanan khas? Ikan sungai, Patin. Juga ada dodol durian atau segala macam bolu. Juga kue kue yang terbuat dari sagu. Tetapi wong dasarnya berasal dari kota bakso, akhirnya sayapun mampirnya ke warung bakso yang penjualnya berasal dari Jawa Tengah ( di warung ini saya mencicipi juga keramahan para karyawannya, dan sempat jeprat jepret koleksi sepeda onthel pemilik warung ) .

Tapi agar afdol, sayapun menyempatkan ber rendang ria disebuah warung yang kelihatannya cukup beken, Kota Buana, dimana rendang khas Pekanbaru ini memang berasa sangat beda dengan rendang2 di warung makan Padang di Malang.

Pastinya yang di Pekanbaru : jelas lebih mak nyusssss......!( Padahal sebenarnya saya bukan termasuk golongan penggemar rendang, tapi berhadapan dengan rendang Pekanbaru ternyata saya sempat klepek klepek.. ) .

Suasana Imlek di mal mal dan toko toko juga mulai terasa meskipun perayaannya masih sebulan lagi. Toko toko dan mal menampilkan dekorasi Imlek, baju baju dan kue kue dan banyak lagi yang khas Imlek. Paginya saya mulai eksplorasi luar Pekanbaru, Dumai dan Minas. Pastinya sambil jepret sana jepret sini.

Ternyata disaat makan malam saya sempat disambut hujan lebat yang ber petir petir. Seorang penduduk lokal mengatakan bahwa salah satu ciri khas Pekanbaru adalah hujan dimalam hari, ooo... begitu. Dalam hati saya sudah berdoa moga2 besok pagi cuaca sudah cerah kembali sebab saya masih harus meneruskan langkah lewat udara lagi.....

Pekanbaru kelembabannya cukup tinggi, mirip Surabaya. Nah.. moga moga gambar yang ada dihalaman ini sedikit mewakili profil Pekanbaru bagi yang belum sempat kesana. Di pusat oleh oleh khas Pekanbaru saya hanya membeli beberapa pak kecil karena ternyata banyak kemiripan dengan yang ada di pusat oleh oleh Malang meskipun merk dan alamatnya berbeda.

Saya lihat misalnya : kripik bayem dan segala kripik kripik yang sering kita temui di Malang kecuali kripik tempe, dodol duren, salak dan lain lain yang juga ada di Malang, kue bolu atau rolltart yang juga banyak di Malang dll. Ya sudah, kebetulan sebab saya juga ingin santai tidak terbebani tas berat.... Apalagi saya masih harus meneruskan langkah.

Nah.. cerita Pekanbaru nya sampai sini dulu ya !

( Photos by : TH )

Sabtu, 06 Februari 2010

" Sebuah 5/lima jam ...... "











Menunggu, itu penyakit paling menyakitkan. Tapi kalau kita tidak mau diperbudak waktu, mari memperbudak waktu. Cengkareng ternyata tempat yang cukup asyik buat " cuci mata " selama lima jam. Bukan ke area shoppingnya, sebab saya tahu di area itu pasti tidak cukup hanya cuci mata.

Maka sebagai penumpang transit-an yang harus patuh jadwal, pertama tama saya celingukan mencari tempat makan yang menyediakan hotspot sekaligus laptopnya.  Dan laptop pun tidak pernah saya tenteng kemana mana kecuali penting sekali, apalagi jadwal saya adalah bersantai, jadi tas bahu pun bagi saya sudah terlalu banyak. Tas punggung? Sudah lama pensiun alias jebol.

Nah.. akhirnya ada tempat mojok yang strategis. Saya pengunjung pertama malahan. Laptop dan ngenet gratis, good. Saya pesan makan siang plus teh botol dingin. Saya juga sempat nulis nulis sampai dua artikel, membalas inbox2 dan wall, dan mengupdate blog serta perjumpaan dengan Jennifer.

Ketika empat jam lewat, dan saya bahkan sudah pesan makanan / minuman penutup : moccacino, ternyata meja meja sudah puenuhhhhh tamu tamu, laptop juga mulai dilirik tiga cewek bule di meja sebelah saya, saya pun keluar dari cafe ( Dibagian lain akan saya kisahkan " apa yang terjadi selama 4 jam " itu )

Sekarang saatnya jeprat jepret. Terus terang arsitektur di zona 4 ini menarik. Futuristik minimalis. Entah apa namanya, itu karangan saya sendiri. Ukiran ala Bali, tampak sedikit menghiasi celah celah kecil bangunan modern minimalis ini, jadinya seperti perpaduan dua aliran yang kontras tapi kalau di lihat lihat ya akhirnya : bolehlah. Wong namanya saja perpaduan, bisa pas, bisa 1/2 pas, bisa 3/4 pas, bisa 100% pas, atau 100% nggak pas at all !!

Ini oleh2 kecil saya dari zona 4 Cengkareng : judulnya " memperbudak waktu " he he......
( Photos by : TH )

Trims..


Buat Mutiara, atas komentarnya, kapan2 ngobrol lagi ya? Btw, foto2 di GD bagus bagus lo, nanti akan saya emailkan.


( Photo by : TH )

Foto disamping ini saya jepret di deket rumah saat itu, Graha Dewata, dan buat Mutiara yang saat ini sedang berkarir di World Bank, semoga tidak lupa saat saat kebersamaan di UMC dan sukses ya !

Senin, 01 Februari 2010

NGENETdi CENGKARENG










Saat ini jam 12.44, 40 menit yang lalu saya mendarat dari Juanda, Surabaya. Lapar. Naik ke zona 4 di Hikaru cafe yang kebetulan ada internetnya, sippp... Sambil makan siang saya ketik ini dan menunggu pesawat berikutnya jam 14.00 setelah jeprat jepret seperlunya. Tidak ada yang istimewa kecuali saya merasa harus segera membalas beberapa SMS, telepon, inbox dll yang mulai jam 24.00 semalam terus menerus masuk bak seleb dengan fansnya hehe....

Ada apa? Pasalnya di kalender hari ini saya ternyata bertambah umur, Masya Allah, saya tidak mau menyebut angka sebab menjadi " sedih " ? Lho ? Lha bertambah umur kok malah dirayakan, padahal itu ber arti semakin mendekati a....l..... ck ck ck.....

Tapi disisi lain ya gembira sebab hari ini anak sulung saya juga sama ber ultahnya. Itulah 25 tahun yl kado terindah saya di tengah badai salju lebat Vienna ditahun 1985. Dan surut sedikit ke tanggal 22 Januari nya, adalah ultah anak kedua atau bungsu saya. Nah .. pas sudah, semuanya : AQUARIUS!!

Sambil membalas sms, telepon, inbox dll saya sempat melamuni tahun tahun yang sudah lewat dan yang mungkin masih ada dimasa mendatang yang entah berapa tahun tersisanya. Demikianlah tercatat dalam kalender saya dan riwayat seorang saya yang sungguh tidak istimewa. 

Nanti malam atau besok pagi saya akan banyak bernostalgi dengan anak sulung saya tentang detik detik kelahirannya yang sangat menegangkan. Salju setebal satu meter saat itu merupakan halangan utama menuju Rumah Sakit yang sebetulnya hanya berjarak dekat tetapi menjadi begitu sulit dijangkau karena minus 11 derajat ........

Kelahiran anak I yang penuh drama karena terpaksa dibopong diatas hujan salju lebat dan sisa salju tebal hari2 sebelumnya serta sangat licin plus kesakitan yang luar biasa menjelang kehadirannya yang baru 11 jam kemudian " nongol " itupun Caesar...

Sedang asyik melamun tiba tiba ya seorang tamu bule menengok nengok laptop cafe ini, maka saya akan sudahi dulu dan foto akan saya sisipkan nanti ..... Btw, happy birthday my sons and .... me he he ....  ( TH ) 

Keterangan foto ( all taken by me ) :

01. Lampu gantung salah satu ruang Cengkareng.
02. Ruang tunggu.