Minggu, 07 Februari 2010

" Diantara 5/ lima jam, ada Jennifer "









Tanpa bermaksud menghilangkan catatan pertemuan saya di Cengkareng dengan Jennifer, justru saya ingin menulisnya secara khusus. Wanita berkebangsaan Amerika yang berbalik " nasib " dengan saya ini, suaminya adalah Indonesia asli dan saat ini mereka tinggal di Jakarta, setelah beberapa tahun di Solo dan Bali.

Kacamatanya yang cukup tebal untuk usianya, tidak terlampau mengurangi kecantikannya disamping kesan " kutubuku " nya yang kental. Saya bersyukur berkesempatan mengobrol dengan Jenny , bukan saja untuk mengisi waktu menunggu pesawat, tapi karena content nya yang menarik : GREEN SCHOOL.

Alumnus Harvard jurusan School of Education ini adalah calon doktor dibidang Kebijakan Pendidikan Internasional ( moga moga terjemahan bebas saya ini mendekati benar hehe .. ) dan menunjukkan ketertarikannya dibidang pendidikan Indonesia.

Topik obrolan kami, Green School, yakni konsep sekolah berbasis pelestarian lingkungan ini memang masih belum " merakyat ". Sebagai contoh seperti yang sudah ada di Bali misalnya, justru terkenal mahalnya dan murid muridnyapun masih didominasi anak anak bule yang notabene mampu membayar mahal untuk sederet fasilitas " mendekat ke alam " seperti peralatan untuk rafting, menyelam dll. 

Saya katakan pada Jenny : " Lha supaya konsep Green School ini lebih bisa memasyarakat ke seluruh sekolah sekolah bahkan yang terpencil di Indonesia, mbok ya diusulkan dan dimasukkan sebagai kurikulum nasional gitu lo mbak, tapi disesuaikan dengan sikon masing masing daerah sehingga bisa terjangkau oleh semua lapisan " . Dengan semangat Jenny meng angguk angguk menjawab : " Iya, memang .... ". Jenny tampak senang saya panggil " mbak " , mungkin kebiasaan ini sudah dikenalnya di Solo ber tahun2?

Obrolan berlanjut tentang bagaimana sebenarnya potensi Indonesia untuk konsep GS ini. Bayangkanlah bahwa alam dan bumi Indonesia ini bak sebuah Sekolah Alam bagi anak anak kita dan mengapa alam beserta kekayaan yang dikandungnya ini harus dibayar mahal oleh anak anak kita yang sebenarnya berhak untuk menikmatinya secara gratis demi sebuah ilmu pengetahuan? 

Tidak dapatkah pemerintah memberikan perhatiannya yang lebih serius kepada dunia pendidikan kita agar anak anak kita mampu menjadi Tuan Rumah Sekolah Alam di negaranya sendiri dan bukan menjadi penonton anak anak asing ber rafting ria, diving dll di Indonesia? Indonesia lebih dari mampu untuk menjadi sebuah ikon bagi konsep Green School dunia, sebab segalanya tersedia disini, ya alamnya ya sdm nya, hanya tinggal mengelolanya saja.

Kami berpisah dengan sebuah janji akan bertemu lagi lewat email ataupun langsung satu saat nanti. Saya yakin kita sendiri sebenarnya memiliki Jenny Jenny yang sepemikiran dan seidealisme meski dengan nama dan kemasan berbeda. 

Mudah mudahan pemikiran pemikiran besar tidak hanya berhenti diatas kertas, tetapi satu saat kita akan melihat anak anak diwilayah wilayah terpencil seperti pedalaman Papua misalnya, dapat menikmati fasilitas yang sama dengan rekan rekannya di kota kota besar Indonesia termasuk fasilitas GS ini, semoga!

Sampai jumpa Jen .. ! ( th )

( Photo by  : TH )

Tidak ada komentar: