Karena sudah terlanjur di Bali, atau " mumpung " di Bali, maka undangan untuk menengok Rock Bar tentu saja tidak dilewatkan. Mengapa saya tertarik? Antara lain lokasinya yang unik, yaitu berada disekitar 14 meter diatas permukaan laut, diantara tebing tebing curam dengan sajian ombak bergulung gulung dibawahnya dan menjadi bagian dari atraksi hotel Ayana, Jimbaran.
Dalam cuaca kurang bersahabat karena mendung, sore dibulan Januari 2012 itu saya berada dalam antrian ( ! ) menuju inclinator atau semacam kereta luncur yang akan membawa pengunjung turun ke bar dibawah tebing. Kereta ini memuat sekitar 8 orang sekali angkut, naik turun tebing . Biasanya bar dibuka mulai pukul 16.00 sore.
Sesuai aturan yang tertulis di papan petunjuk, antara lain pengunjung diwajibkan berpakaian sopan atau tidak terlampau casual. Contoh : celana pendek berbahan parasut dan ber bungabunga atau penuh warna yang biasa dipakai oleh wisatawan di Bali terutama di pantai2, disini ternyata tidak boleh.
Celana pendek yang diijinkan adalah berbahan kain, polos lebih baik, dan kaos berlengan. Bagi wanitanya juga diminta untuk tidak mengenakan baju terlalu casual bahkan bikini, atau semacam daster yang banyak di jual di pantai2 maupun segala jenis baju yang mengesankan " ngirit kain " ( berhemat kain ) yang biasanya dipakai di pantai pantai.
Sandal jepit? No way. Setidaknya sandalnya yang lebih " layak " meskipun itu relatip. Maka adegan adegan yang saya saksikan dalam antrean cukup seru. Serombongan turis Australia mengeluhkan aturan2 ini yang menurut mereka terkesan " borjuis ".
Terlebih staf hotel Ayana ( tempat bar ini berada ) menampilkan kesan tidak ramah bahkan ketus ketika menjelaskan aturan main rock-bar kepada kelompok wisman ini. " Anda bisa kembali lagi kemari setelah mengganti celana dan baju anda, atau bila tidak memilikinya anda dapat ke butik hotel kami yang menyediakan celana dan baju sesuai aturan rock-bar. Ini tidak dapat ditawar tawar sebab sudah aturan dan sistimnya ..... " , demikian kata petugas wanita yang menjaga antrean tanpa senyum dan terkesan arogan. Kelompok wisman geleng geleng kepala , entah apa yang mereka pikirkan, tetapi pasti kesan Indonesia sebagai bangsa yang ramah telah sirna ....
Kelompok " wisdom ", wisatawan domestik ( he he he .. ) didepan saya juga protes karena celana pendek yang dipakainya dari bahan kain tetapi ber bunga bunga, ini juga dilarang dan teman wanitanya memakai blus yang amat casual. Setelah berdebat tanpa hasil, mereka meninggalkan antrean dengan mengomel dan saya yakin mereka " bersumpah " untuk tidak lagi menginjak
rock-bar yang arogan ..
Diam diam saya melihat ke celana dan baju saya sendiri, kebetulan saya juga casual, saya memakai kaos berlengan pendek tetapi dapat saya tutup dengan jaket yang kebetulan saya bawa. Celana panjang jeans, semuanya tanpa bunga bunga he he he ..., yang ternyata dianggap cukup layak masuk rock-bar ...
Kepada petugas keamanannya, sambil mengantre, saya mencoba mengobrol soal aturan ini yaitu agar di pintu masuk paling depan dari hotel petugas2 hotel hendaknya sudah mensosialisasikan aturan2 ini kepada para tamu supaya mereka tidak terlanjur berjalan kearah tebing rock-bar dengan kostum yang " salah " dan merasa ditodong / dipaksa untuk membeli kostum baru di butik hotel .
" Sudah kok bu, didepan sudah diberitahukan di poster poster, mungkin tamunya yang tidak membacanya ... " ... begitu pembelaannya. Tetapi andai saja petugas di resepsionis atau doorman atau bellboy yang berada di lobby depan bersedia menginformasikannya kepada tamu tamu hotel, dijamin tidak ada yang menggerutu bahkan memaki karena merasa " terjebak " ....
Akhirnya, setelah jepret sana sini dan mulai terasa pengen duduk, sunset saya habiskan di rock-bar, yang sore itu berangin cukup kencang. Kombinasi musik alam yang didominasi suara ombak, dengan musik buatan manusia, ternyata berhasil menepis rasa kesal saya kepada staf staf hotel yang ketus tadi.
Ombak pantai Jimbaran yang sore itu lumayan tinggi membuat penantian sunset semakin penuh magis .. Rockbar ini memang berawal dari sebuah mimpi anak manusia yang menyaksikan tebing tebing curam dipantai ini sambil membayangkan bagaimana seandainya tebing tebing ini disulap menjadi sebuah tempat santai sambil menikmati musik alam dan musik produk manusia ....
Mimpi telah terwujud. Dan bertepatan dengan malam Tahun Baru Imlek, saya bersyukur bahwa rombongan kecil kami sudah berada kembali ke kamar hotel sebelum tiba hujan angin dahsyat pada malam harinya sebagaimana tradisi Imlek yang konon merupakan pertanda baik, wallahu alam..
Tetapi kaki terasa linu pegal, gara gara waktu pulang tidak menunggu antrean inclinator melainkan mencoba cara manual yaitu lewat tangga hotel yang ternyata lumayan capeknya ...
Sulit membayangkan, kalau saja disaat hujan badai kami masih di rock-bar yang berhadapan langsung dengan samodra luas atau bahkan mendadak ada Tsunami, mungkin saya tidak akan pernah bisa mengetik ini ...
Bali, Bali , .... semoga engkau tetap ramah dan rendah hati ....
Keterangan foto dari atas kebawah ( all taken by TH ) :
01. Pantai Jimbaran, sesaat setelah sunset, dengan obor2nya yang khas.
02. Rock-bar, disaat cuaca cerah.
03. Menantu dan anak cowok saya yang masih terbilang " just married couple " .
04. Rock-bar terlihat dari ketinggian.
05. Atap hotel Ayana.
06. Inclinator dari dan menuju rock-bar.
07. Rock-bar lantai terbawah.
08. Poster rock-bar.
09. Dekor Imlek disalah satu mall, Kuta.
10. Kemana kaki melangkah yang dicari tidak jauh jauh dari pecel, rawon dll, warung kecil
ini ternyata malah ngetop dikalangan wisman dan full bule.
11. Toko souvenir.
12. Salah satu produk khas Bali.
13. Bendera peringatan.
14. Papan penyelamat.
15. Kolam ditepi pantai dekat rock-bar.
16. Rock-bar.
( TH )
Dalam cuaca kurang bersahabat karena mendung, sore dibulan Januari 2012 itu saya berada dalam antrian ( ! ) menuju inclinator atau semacam kereta luncur yang akan membawa pengunjung turun ke bar dibawah tebing. Kereta ini memuat sekitar 8 orang sekali angkut, naik turun tebing . Biasanya bar dibuka mulai pukul 16.00 sore.
Sesuai aturan yang tertulis di papan petunjuk, antara lain pengunjung diwajibkan berpakaian sopan atau tidak terlampau casual. Contoh : celana pendek berbahan parasut dan ber bungabunga atau penuh warna yang biasa dipakai oleh wisatawan di Bali terutama di pantai2, disini ternyata tidak boleh.
Celana pendek yang diijinkan adalah berbahan kain, polos lebih baik, dan kaos berlengan. Bagi wanitanya juga diminta untuk tidak mengenakan baju terlalu casual bahkan bikini, atau semacam daster yang banyak di jual di pantai2 maupun segala jenis baju yang mengesankan " ngirit kain " ( berhemat kain ) yang biasanya dipakai di pantai pantai.
Sandal jepit? No way. Setidaknya sandalnya yang lebih " layak " meskipun itu relatip. Maka adegan adegan yang saya saksikan dalam antrean cukup seru. Serombongan turis Australia mengeluhkan aturan2 ini yang menurut mereka terkesan " borjuis ".
Terlebih staf hotel Ayana ( tempat bar ini berada ) menampilkan kesan tidak ramah bahkan ketus ketika menjelaskan aturan main rock-bar kepada kelompok wisman ini. " Anda bisa kembali lagi kemari setelah mengganti celana dan baju anda, atau bila tidak memilikinya anda dapat ke butik hotel kami yang menyediakan celana dan baju sesuai aturan rock-bar. Ini tidak dapat ditawar tawar sebab sudah aturan dan sistimnya ..... " , demikian kata petugas wanita yang menjaga antrean tanpa senyum dan terkesan arogan. Kelompok wisman geleng geleng kepala , entah apa yang mereka pikirkan, tetapi pasti kesan Indonesia sebagai bangsa yang ramah telah sirna ....
Kelompok " wisdom ", wisatawan domestik ( he he he .. ) didepan saya juga protes karena celana pendek yang dipakainya dari bahan kain tetapi ber bunga bunga, ini juga dilarang dan teman wanitanya memakai blus yang amat casual. Setelah berdebat tanpa hasil, mereka meninggalkan antrean dengan mengomel dan saya yakin mereka " bersumpah " untuk tidak lagi menginjak
rock-bar yang arogan ..
Diam diam saya melihat ke celana dan baju saya sendiri, kebetulan saya juga casual, saya memakai kaos berlengan pendek tetapi dapat saya tutup dengan jaket yang kebetulan saya bawa. Celana panjang jeans, semuanya tanpa bunga bunga he he he ..., yang ternyata dianggap cukup layak masuk rock-bar ...
Kepada petugas keamanannya, sambil mengantre, saya mencoba mengobrol soal aturan ini yaitu agar di pintu masuk paling depan dari hotel petugas2 hotel hendaknya sudah mensosialisasikan aturan2 ini kepada para tamu supaya mereka tidak terlanjur berjalan kearah tebing rock-bar dengan kostum yang " salah " dan merasa ditodong / dipaksa untuk membeli kostum baru di butik hotel .
" Sudah kok bu, didepan sudah diberitahukan di poster poster, mungkin tamunya yang tidak membacanya ... " ... begitu pembelaannya. Tetapi andai saja petugas di resepsionis atau doorman atau bellboy yang berada di lobby depan bersedia menginformasikannya kepada tamu tamu hotel, dijamin tidak ada yang menggerutu bahkan memaki karena merasa " terjebak " ....
Akhirnya, setelah jepret sana sini dan mulai terasa pengen duduk, sunset saya habiskan di rock-bar, yang sore itu berangin cukup kencang. Kombinasi musik alam yang didominasi suara ombak, dengan musik buatan manusia, ternyata berhasil menepis rasa kesal saya kepada staf staf hotel yang ketus tadi.
Ombak pantai Jimbaran yang sore itu lumayan tinggi membuat penantian sunset semakin penuh magis .. Rockbar ini memang berawal dari sebuah mimpi anak manusia yang menyaksikan tebing tebing curam dipantai ini sambil membayangkan bagaimana seandainya tebing tebing ini disulap menjadi sebuah tempat santai sambil menikmati musik alam dan musik produk manusia ....
Mimpi telah terwujud. Dan bertepatan dengan malam Tahun Baru Imlek, saya bersyukur bahwa rombongan kecil kami sudah berada kembali ke kamar hotel sebelum tiba hujan angin dahsyat pada malam harinya sebagaimana tradisi Imlek yang konon merupakan pertanda baik, wallahu alam..
Tetapi kaki terasa linu pegal, gara gara waktu pulang tidak menunggu antrean inclinator melainkan mencoba cara manual yaitu lewat tangga hotel yang ternyata lumayan capeknya ...
Sulit membayangkan, kalau saja disaat hujan badai kami masih di rock-bar yang berhadapan langsung dengan samodra luas atau bahkan mendadak ada Tsunami, mungkin saya tidak akan pernah bisa mengetik ini ...
Bali, Bali , .... semoga engkau tetap ramah dan rendah hati ....
Keterangan foto dari atas kebawah ( all taken by TH ) :
01. Pantai Jimbaran, sesaat setelah sunset, dengan obor2nya yang khas.
02. Rock-bar, disaat cuaca cerah.
03. Menantu dan anak cowok saya yang masih terbilang " just married couple " .
04. Rock-bar terlihat dari ketinggian.
05. Atap hotel Ayana.
06. Inclinator dari dan menuju rock-bar.
07. Rock-bar lantai terbawah.
08. Poster rock-bar.
09. Dekor Imlek disalah satu mall, Kuta.
10. Kemana kaki melangkah yang dicari tidak jauh jauh dari pecel, rawon dll, warung kecil
ini ternyata malah ngetop dikalangan wisman dan full bule.
11. Toko souvenir.
12. Salah satu produk khas Bali.
13. Bendera peringatan.
14. Papan penyelamat.
15. Kolam ditepi pantai dekat rock-bar.
16. Rock-bar.
( TH )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar