..divorce, and divorcee, mengapa ? ..
sekian waktu yl ada sebuah email yang tanpa pesan masuk, saya penasaran sebab email teman yang satu ini biasanya penuh dengan cerita atau foto foto.
kali ini tak ada news tak ada lampiran. maka saya balas pendek " tumben, tak ada berita/ foto, sehat2 semua?". lho.. yang bunyi malah telepon rumah mengatakan
supaya email itu diabaikan sebab nampaknya disalah gunakan orang lain dan ybs
sudah akan mengubah passwordnya.
ooo ya sudah, sebab tidak enak kalau ada kiriman didiamkan, padahal memang bukan teman itu yang kirim hehe ..tapi ternyata dari hasil " email bajakan " itu yang muncul malah
" konsultasi jarak jauh " yang memakan waktu hampir 15 menit,
lagi lagi telinga sampai nginggg hehe ..
inti curhatnya adalah " mengapa keputusan bersama untuk bercerai itu eksekusinya lamban dan seperti saling menunggu untuk menjadi penggugat dan tergugat?" ...
waaa .. ini diskusi yang tak ringan meski jujur saya memiliki pengalamannya, tetapi saya paling kurang suka tema yang satu ini karena sebaik baik sebuah perceraian adalah tetap yang terbaik itu adalah " tidak ", kalau bisa, terutama demi anak anak.
tapi bagaimana kalau alasan bercerainya itu justru " demi anak anak " misalnya dalam kasus suami KDRT atau tidak bertanggung jawab secara finansiil dll ?
jadi soal divorce ini memang pelik. bahkan saya pernah dihadapkan pada kasus sangat pelik saat keduanya memiliki sebuah keyakinan yang tidak mengenal kata " cerai " kecuali maut yang memisahkan, dan saya harus ekstra hati hati karena saya tidak ingin berbicara tentang sesuatu yang tidak saya pahami kecuali dari sudut pandang psikologisnya.
naa .. kembali pada telepon diatas, saya mencoba sebisanya untuk sedikit membantu mengurainya :
@/ saya : sudah berapa lama menggantung?
*/ ybs : setahun lebih
@ : selama itu kalian bagaimana?
* : biasa saja, masih serumah, anak anak juga, cuma kami pisah ruangan.anak anak kelihatannya juga sudah tahu tapi tidak bertanya.
@ : maaf, apa kalian sudah punya WIL/ PIL selama ini ?
* : saya enggak, entah dia ..
@ : jadi alasan utamanya sebenarnya bukan itu ya?
* : ( agak terdiam beberapa detik ) .. saya ngga tahu apakah ada hubungan dengan itu tapi pokoknya perubahan yang terjadi diantara kami itu makin menuju kearah yang ngga sehat dan masing masing sudah makin sulit berkomunikasi, makin sering konflik dan kesibukan masing masing memperlebar gap ..
@ : sudah dicoba dengan mediasi? atau kalian perlu mencari waktu bersama sama untuk 2nd atau 3rd honeymoon?
* : sudah dengan kerabat dikedua belah pihak, percuma .. boro boro honeymoon, ngomong saja sudah mau ribut bawaannya ..jadi males ..
@ : jadi setahun ini menunggu apa?
* : kalau soal anak anak saya tak masalah mau ikut siapa atau satu satu. mungkin yang ruwet ini Gono Gini meskipun sebenarnya secara finansiil 99% sayalah yang selama ini lebih berperan baik itu properti, biaya anak anak sekolah, dll dll.
( waaa .. masalah GG atau pembagian harta pasca-cerai ini memang tidak mudah, dan butuh konsultasi khusus dengan pakarnya baik itu dari sisi hukum agama dll
dan itu diluarkemampuan saya ) .
maka hanya ini yang bisa saya sarankan tetapi tidak anjurkan:
@ : sebaiknya bicara kepada ahlinya, mungkin itu ulama dan juga notaris yang biasa menangani
masalah GG ini.saya tahu ini tidak mudah dan perlu waktu,
sebab segala yang kalian miliki bersama selama pernikahan ini merupakan perjuangan bersama meski yang membiayai adalah satu orang.
pun rumah misalnya, itu memiliki sisi lain buat kalian, itu adalah simbol sebuah kebersamaan, sehingga ketika sebuah perceraian harus terjadi, kalian harus menghadapi
" pembagian nilai jual rumah plus pembagian nilai sentimentalnya ".
lha yang terakhir inilah yang lebih berat
dari sekedar bagi bagi duit.
( saat saya mengucapkan ini ini mestinya dilatar belakangi lagu " House for Sale " hehe )
( saat saya mengucapkan ini ini mestinya dilatar belakangi lagu " House for Sale " hehe )
* : mungkin, sebab kami dulu memulai rumah ini dari yang paling sederhana ..
@ : begini, sebuah perceraian itu yang terberat adalah Cerai Secara Emosi, bukan yang fisik.
orang bisa berpisah secara fisik seketika, misal dengan pisah ruangan tidur itu,
tetapi emosi butuh waktu lama, keterikatan emosi yang terlanjur terbangun,
kebiasaan kebiasaan yang harus mulai dirubah/ ditinggalkan,
belum lagi segala tetek bengek yang akan mengingatkan satu dengan yang lain misal saat makan bersama yang akan hilang dll banyak lagi.
persiapan kearah " since now, I will do it all by myself " itulah yang bahkan sering membuat lamban eksekusinya disamping GG tadi.
* : bener .. tapi kalau ingat yang nyakitin2 itu rasanya mau cepet cepet aja cerai ..
@ : kalau bicara jujur, sebenarnya tidak ada pasangan yang 100% tidak pernah menyakiti pasangannya, sekecil apapun pasti pernah, disadari/ tidak ..
misal : ulang tahun pernikahan yang dicuekin suami, meski isteri diam tapi sebenarnya dia kecewa, apalagi kalau itu ultahnya waa dobel kecewa meski hadiah yang dinanti bukan yang mewah tapi sekedar ucapan saja itu dilupakan, siapa yang tidak kecewa hehe ..
* : hehe .. iya sih banyak yang kecil kecil tapi nyakitin gitu ya hehe ..jadi gimana ya sebaiknya apakah saya yang menggugat saja supaya segera selesai?
@: saya tidak dalam posisi yang berwenang untuk itu.
kalianlah yang lebih tahu apakah keputusan itu yang terbaik atau hanya terbawa emosi sesaat2, jadi waktu setahun ini sebenarnya bagus untuk kalian mempertimbangkan sesuatunya,
kata orang Jawa " tidak grusa grusu " .
lalu setelah kalian sampai pada sebuah keputusan bersama yang bulat/ mantap, apapun itu, kalian harus komit untuk bersama sama menjalani konsekwensinya.
* : maksudnya ?
@ : bila keputusan akhir adalah Tidak Jadi Cerai, maka konsekwensinya adalah kalian harus Mau Berubah untuk kembali menjadi sebuah Team-Work yang baik.
tanpa kemauan untuk Mau Berubah maka kalian akan tetap saja kembali pada masalah yang sama. itu maksudnya.
dan bila keputusan akhirnya adalah Bercerai, maka konsekwensinya adalah kalian harus siap menghadapi perubahan terutama dengan pergaulan diluar rumah.
kalian akan kembali menjadi " single " dengan predikat Duda/Janda yang tak selalu mudah.
" kebebasan " keduanya bukanlah tanpa resiko,
karena masyarakat justru lebih menyorot kwalitas pergaulan mereka.
sisi lain adalah Single Parent. moril materiil harus siap mengasuh sendiri, kecuali ada komitmen sebelumnya untuk saling berbagi tanggung jawab pengasuhan,
ini kalau anak2 masih belum mandiri lho ..
naa yang lain lain ya harus lebih siap to, seperti menyetrika, membuat sarapan, membersihkan rumah dll sendiri, mungkin pakai pembantu tapi pembantu kan beda dengan pasangan hidup hehe .. juga saat sakit, pembantu kan tidak merawat spt halnya pasangan hidup,
maka persiapkanlah mental untuk perubahan remeh temeh ini ...
* : yaaahh .. ngga mudah ya, tapi artis2 itu kok enak ya cerai kawin ?
@ : kita kebetulan bukan artis, pun artis tidak semuanya begitu, yang tidak artispun banyak yang cerai kawin. mudahnya, mari lebih realistis.
saling membalas dendam antar pasangan itu juga tidak membawa manfaat apa apa misal penyelewengan dibalas sama, ketidakpedulian dibalas dengan ketidak perhatian dst dst,
saling menyakiti. maka sebaiknya bagaimana?
pertama dicoba untuk dikomunikasikan, berbicara terbuka, bila sulit dapat mencari mediator, bisa teman atau kerabat.
bila tetap gagal dapat menemui Penasehat Perkawinan yang legal atau resmi.
perceraian itu sebenarnya bukan pilihan, melainkan sebuah Tangga Darurat disaat ada bencana gempa atau kebakaran. mengapa?
bila dua manusia yang mengaku dewasa sudah tak mampu lagi menemukan titik temu untuk melanjutkan kebersamaannya sebagai pasangan legal,
maka " mengambil jarak sementara " adalah baik untuk masing masing .
lho, apakah setelah bercerai masih bisa kembali rujuk? dalam keyakinan yang saya anut,
itu dimungkinkan melalui syarat syarat tertentu.
semua aturan ini juga dimaksudkan untuk menghindarkan perbuatan zina yang paling dimurkaiNYA, sehingga Tangga Darurat itu tersedia namun sangat tidak dianjurkan bila tidak sedang dalam sikon yang benar benar darurat, ini bedanya.
* : aduhh .. saya tiba tiba bisa melihat bedanya, selama ini saya pikir Cerai ya Cerai, pokoknya berpisah, selesai, masalah teratasi.
@ : disatu sisi iya, teratasi, tapi disisi lain siapkanlah diri, mental dan spiritual untuk
menghadapi semuanya sendiri, membuat keputusan2 penting sendiri,
mengatasi masalah2 sendiri dll, sebuah tahapan baru dalam
hidup, dan bila merasa siap: silahkan ..
( hingga saya mengetik ini, belum ada kabar lagi dari sana apakah gugat menggugat sudah dilaksanakan, apakah soal GG sudah dikonsultasikan, dst dst ..
semoga Tangga Darurat hanya dipakainya saat benar benar darurat ... ) ( th )
( gambar dari google )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar