Senin, 22 September 2014











 .. " Malin Kundang Diantara Kita " ..

dua hari yang lalu saya ikut terpanggil urun rembug disebuah kasus kerabat yang mengalami kesedihan mendalam karena putra kesayangan yang di gadang gadang menjadi " orang " ternyata menjadi Malin Kundang. lho, siapa tak kenal legenda yang satu ini? 
kalau kita melihat batu tertelungkup yang berbentuk tubuh seorang pemuda 
di Pantai Manis ( Aia Manih ) di Padang, Sumatra Barat ,
maka antara percaya tak percaya bahwa legenda ini memang pernah ada dan terjadi. 
kalau tidakpun tidak mengapa, karena pesan yang dikandungnya amatlah bagus, 
Jangan Kamu Sampai Terkutuk Seperti si Malin Kundang.
namun, ada apa gerangan dengan kerabat diatas yang terpaksa harus menerima kenyataan putra kesayangannya telah " durhaka "? wahai, masihkah ada mantra kutukan baginya? tentu tidak. tetapi marilah kita telaah bahwa kekecewaan orang tua terhadap anak anaknya yang konon
 " bandel, tak mau diatur , melanggar kepercayaan orang tua, dst dst " 
itu sebagai sebuah momen introspeksi kedua belah pihak, ya ortu ya anaknya.
adapun daftar durhakanya antara lain ini : 
01. memakai uang kuliah dan biaya hidup untuk hepi2 sampai harus di DO dari PTnya.
02. berpacaran tak kenal waktu sampai bolos2 kuliah.
03. memanipulasi nilai ujian kepada ortu sehingga ortu " Melambung dan Terhempas "
( saya batasi sampai sini saja sebab nanti kepanjangan menjadi seperti cerpen )
murka, kecewa, marah, sedih, terluka,
adalah jawaban orang tua yang merasa dikhianati kepercayaannya selama beberapa semester ini. dan jarak jauh antara ortu dan tempat kuliah si anak menjadi Kambing Hitam bahwa itu mungkin penyebabnya.naa .. si Malin Kundang telah hadir dan  
mana kutukannya agar si anak segera menjadi batu saja daripada 
membuat ortunya  masuk UGD?


 saya yang sempat dimintai saran, tak hendak berpihak.
daripada mencari nasehat dari buku2 atau para motivator di seminar2 atau TV, lebih baik saya mengorek pengalaman pribadi yang  tak selalu mulus dalam membesarkan/ mendidik anak anak. tetapi meski sesekali " babak bundas  " dalam mengasuh dan mendidik,
saya rela rela saja asalkan anak anak  
bisa " jadi orang " ( bukan " jrangkong " hehehe ... )
 lo, mengapa babak bundas ?
namanya saja anak, ada saat mereka melakukan pemberontakan atau tidak sejalan selaras sepemikiran dst, bahasa Inggrisnya " siji ngalor siji ngidul " . 
tetapi saat mereka pada akhirnya berhasil, saya hanya bisa mengucap syukur bahwa 
 Darah, Keringat dan Airmata ( Blood, Sweat and Tears, 
meminjam nama kelompok rock terkenal hehehe ... ) kita ternyata tidak sia sia ..
 maka korekan2 inilah yang saya bisa share disini untuk bisa Lebih Fair melihat permasalahan si 
" anak durhaka " diatas sebab kalau  si Malin Kundang terlanjur jadi batu, pasti dia tidak berkesempatan lagi " jadi orang " bukan ?
jadi,  menurut hemat saya, 
sebaiknya Ada Kesempatan Kedua buat si MK ini agar diatas dosa2nya pada ortu ia akan meraih kembali kepercayaan ortunya  dan membuktikan bahwa ia hanya " Malin Kundang Gadungan " / MKG. 
 namun mudahkah kita memberikan Kesempatan Kedua pada Terdakwa ? 
sekali lagi, saya tak hendak berpihak, tetapi resep kecil dibawah ini semoga bermanfaat untuk menghindarkan para ortu dari munculnya Malin Kundang ditengah keluarga 
secara tak dinyana . ini resep saya :

01. sedini mungkin, memberikan bimbingan spiritual untuk membiasakan anak pada sebuah Kewajiban Vertikal.
02. masa keemasan seorang anak yang sangat pendek dan tak terulang, diupayakan agar terlewati dengan tanpa gangguan yang berarti agar tidak berdampak pada pembentukan kepribadiannya dimasa dewasa.
03. kasih sayang tidak identik dengan memanjakan.
 kasih sayang idealnya didampingi oleh disiplin serta menanamkan sikap bertanggung jawab 
( Sense of Responsibility )
04. limpahan materi hanya akan melemahkan motivasi anak serta daya juangnya menghadapi  bermacam masalah dalam kehidupan. materi hendaknya diberikan sesuai porsinya, 
tanpa berlebihan, serta diikuti oleh " pelatihan manajemen " 
untuk membiasakan anak sejak dini mengatur kebutuhannya sendiri secara efisien.
05. disetiap tahapan usia dan pendidikan, anak diberikan "  target " yang semakin meningkat seiring perjalanan usia dan pendidikannya, 
agar mereka senantiasa  memiliki tujuan dan target yang harus diraih.
06. " Jangan Ini Jangan Itu " akan membuat anak jenuh dan " memberontak " .
memberikan pilihan sikap adalah lebih baik karena akan memberi ruang dan peluang anak untuk berpikir dan memutuskan yang terbaik. contoh :
" studi selesai tepat waktu adalah sangat efisien dari sisi biaya dan usia serta peluang membangun karir lebih awal guna meraih sukses  lebih cepat dibanding cara studi yang  santai2 dan selesai lebih lambat dimana
 terjadi kerugian biaya, usia serta keterlambatan membangun karir yang 
bisa berdampak pada keberhasilan hidup " . 
07. ortu bukan pendoktrin yang tak terbantah, tetapi ortu adalah teman diskusi yang nyaman dan tempat curhat, sehingga anak tidak harus melarikan masalahnya keluar rumah.
08. kesalahan yang dibuat anak, ringan maupun berat, jangan menjadikannya 
Terdakwa Tanpa Pembela.
 ajaklah untuk membicarakannya secara terbuka dan tidak dalam situasi menekan agar anak tidak merasa terintimidasi yang membuatnya tertutup bahkan menjauh,
lebih parah kalau sampai " minggat " tanpa pamit.
09. kesibukan ortu yang jarang bisa mendampingi anak disaat dibutuhkan, sering menjadi penyebab anak2 yang frustasi, stres dan mencari pengisi kekosongan batinnya dengan cara2 negatip ( geng2, narkoba dll ) . 
maka, sesibuk apapun upayakan membuat jadwal RUTIN misal weekend, untuk kumpul bersama anak anak untuk makan bersama, jalan jalan  dll. yang dimanfaatkan ortu untuk mengetahui perkembangan studinya, pergaulannya dll dalam suasana santai.
 jangan melakukan kebersamaan dengan dasar
" kalau sempet, kalau nggak sempet ya apa boleh buat " . 
dengan jadwal rutin yang disepakati bersama, anak akan menaruh respek pada kesibukan ortu dan mengupayakan waktunya untuk kebersamaan.
melalui ini Kwalitas komunikasi Ortu dan Anak dapat dijaga meskipun hanya 1 atau 2x 
per minggu/ bulan.
10.mempersiapkan anak secara fisik dan mental saat mereka akan terjun ke masyarakat baik sebagai usahawan, pns, karyawan swasta, militer, relawan sesuatu lembaga pendidikan, sosial, politik dll agar mereka menjadi pribadi2 tangguh yang mandiri , berakhlak mulia dan 
mampu menebar manfaat bagi sesama. 
( saya sering menemu problem ortu yang " panik " saat anak2nya akan bekerja diluar pulau/ negeri, sebuah kekhawatiran yang tak perlu berlebihan karena setiap anak sebenarnya memiliki Dasar Dasar Sebagai Seorang Pejuang Hidup / Survivor
yang justru harus ditumbuh kembangkan oleh ortu dan bukan melemahkannya melalui 
kepanikan / kebingungan yang berlebihan / tidak rasional  )


 sangat mudah saya mengetiknya bahkan bisa saya tambah hingga 100 nomor, tetapi dalam prakteknya saya juga " babak bundas " menghadapi cara pandang/ pikir anak anak 
jaman sekarang yang selalu mengedepankan pertanyaan WHY
dan tidak mudah menerima saran, opini apalagi nasehat.
 contoh ringan dan kecil yang bukan masalah serius semisal saat saya berkata 
" sebaiknya kalian nanti makan malam dirumah ya ? " . duluuuu, kalau ibu saya berkata seperti itu, saya tidak akan bertanya lagi, dan patuh, saya makan malam dirumah.
  tetapi karena jaman bergeser maka sayapun harus menjadi ortu yang rasional saat saya
disanggah dengan
" mengapa harus makan malam dirumah sebab mau makan dengan temen temen diluar?" 
 saya coba menjawabnya dengan 
" ini lo  mumpung kalian liburan di Malang  mama akan siapkan masakan kesukaan kalian yang besok sudah ngga akan sempet kalian nikmati karena kalian pagi2 kan sudah 
harus keluar Malang  to ? 
boleh saja kalau mau undang temen2 mu makan malam dirumah nanti,
 enak lo gratis , jadi kalian bisa berhemat dan duitnya bisa buat ngopi ke cafe sesudahnya " 
 ternyata mereka sangat okay dan malam itu berakhir dengan 
" sukses " alias hepi  sebab saya ' menjadi bagian ' dari keceriaan itu ! 
( kalau saja mereka makan malam dengan teman2nya diluar rumah disambung " ngopi " pasti saya hanya kebagian ceritanya hehe ... ) . 
 cara cara seperti ini memang jauh lebih berhasil daripada saya mengancam :
" awas lo, kalian nanti jangan makan malam diluar , masakan mama mau diapain? lagian besok pagi2 kalian sudah jalan lagi, apa ndak kasian mamamu ini yang sudah susah2 masakin buat kalian ? bener ya mama tunggu, awas kalau enggak .. " 
( hahaha ... pasti kalau saya mengatakan kalimat yang bernada mengasihani diri saya sendiri itu dijamin anak anak  malah pulang pagi  hehe .. )
sungguh tidak ada ortu yang benar2 ideal 100% apalagi anak anak saya yang kebetulan berdarah separuh bule, timbul konflik diawalnya antara mendidik mereka ala bule
atau ketimuran atau campuran keduanya atau bagaimana? 
 pengalaman mendidik dan membesarkan anak , jelas saya  tidak punya kecuali anak kedua yang pastinya mengambil pengalaman dari anak yang pertama dst. 
maka anak sulung hampir dimana mana bernasib sama yaitu menjadi semacam"eksperimen " bagi ortu, karena ketidak tahuan/ pengalaman mendidik anak.
 tapi namanya eksperimen, bila salah " ramuannya " ya bisa fatal, namun bila setengah tepat ya lumayan atau kalau sangat tepat sekali ya berakibat 
sangat lumayan alias sukses.
maka sebelum memvonis para Malin Kundang keluarga, bersediakah kita, para ortu, melakukan introspeksi diri sendiri tentang 
" sudah benarkah manajemen Pola Asuh/ Didik kita pada anak anak ? " . 
kuatirnya tiwas si anak kita kutuk jadi batu, ternyata kita sendirilah penyebabnya sampai anak anak menjadi akhirnya menjadi " durhaka " menurut kaca mata ortu.
 tak dipungkiri bahwa Lingkungan Bergaul Anak juga bisa menjadi salah satu pemicu munculnya Malin Kundang. tapi ini akan kita obrolkan dihalaman lainnya. 
 naa ... mari kita simpan " mantra kutukan " dan mulai berbenah dalam hubungan 
Ortu dan Anak agar disepanjang garis pantai kehidupan kita tidak perlu melihat patung patung Malin Kundang yang tertelungkup akibat kedurhakaannya yang sebenarnya justru berawal dari kekurang perhatian secara kwalitas  dari kita sendiri sebagai ortu.
( th )



( gambar gambar dari google )













Tidak ada komentar: