Sabtu, 01 Desember 2012






Sepotong Rasa Ayem Di Pawon Dheso


Sebenarnya, area ini sudah saya kenal belasan tahun yang lalu dan hampir tiap minggu saya selalu singgah disana meski hanya sebentar untuk melihat kolam ikan, kebun salak ataupun menikmati roti bakar dan ayam gorengnya. 

Terletak di desa Sumber Sekar, Dau, Batu, diatas lereng lembah dengan view sebagian kota Malang yang cantik.

Pemilik lama dari lahan ini, pak Anom, sudahseperti saudara karena nya saya dan anak anak saya yang masih SD saat itu, 
suka " berpetualang " di area ini bak dirumah sendiri. 
Memetik salak sendiri, memancing, sampaipun menggoreng ayam sendiri dan membuat sambalnya walaupun dikedainya ada pramusaji dan tukang masaknya.  

Kedekatan lain adalah karena pak Anom yang pernah menetap lama di Australia ini seringmengeluhkan  masalah masalah komunikasi dengan lingkungannya . 

Seperti kata beliau satu hari :
" Saya sulit menemukan teman sharing yang saling memahami terutama masalah masalah kelestarian lingkungan, kadang saya cukup frustasi 
sebab orang menganggap saya gila ketika saya ingin mengajak lingkungan saya untuk 
mulai lebih serius memikirkan problem lingkungan hidup disekitar kita ... .  

 Jadi yaa obrolan obrolan itu paling berputar disekitar isu panen salak, ternak ikan dan semacamnya padahal banyak masalah serius lainnya yang harus dibenahi  disini... " ....katanya serius.

Saya sungguh tidak menyalahkan. 
Keluhan semacam ini  bahkan juga sering saya dengar dari teman ataupun kerabat yang  pernah berkesempatan menetap lama di luar tanah air meskipun dengan isu yang berbeda beda.. 
Apakah memang sedemikian dalam gap antara " pemikiran  pemikiran masyarakat didalam dan diluar tanah air " ? Saya pribadi melihatnya tidak demikian. 

Sederhana saja, bahwa perbedaannya hanya di masalah : sikap antisipatif dan kuratif. Kita disini tidak memiliki empat musim dengan segala dinamikanya, sehingga ada kecenderungan  lebih " mengentengkan " sesuatu termasuk pencegahan bencana baik alam maupun buatan manusia . 
 Antisipasi kita lemah karena " dimanjakan " oleh keadaan, kita lebih bersikap kuratif, kalau sudah terjadi baru kita memikirkan jalan keluarnya.

Pergantian kemarau ke musim basah disini, hanya menggerakkan sedikit enerji kita untuk menyiapkan pergantian musim ini. Maka masyarakat  lebih banyak  bersikap curative daripada preventive. 
( contoh : baru mau ke dokter  disaat ada gangguan kesehatan ).

Alasan lain adalah pertimbangan pertimbangan jangka pendek yang lebih mengemuka dalam segala aspek kehidupan. Indonesia itu sorga, hampir semuanya ada dan disediakan alam,  yang membuat kita  terkadang  seolah kehilangan  
daya juang . 
( " untuk apa susah susah lha wong gini aja sudah bisa hidup kok " , kira kira demikian umumnya )


Pernah suatu hari, pak Anom memberi saya sebuah cassette yang kelihatannya rekaman sendiri. " Ini saya terima dari teman di Sydney, saya punya tiga versi, dan versi yang night-symphony ini silahkan di dengarkan santai santai dirumah ... " waa .. saya surprisedan berterima kasih sekali.

Dan ternyata itu adalah kumpulan dari suara binatang binatang malam yang luar biasa ! Ada sejenis suara jengkerik, ada lolongan seperti anjing, ada burung hantu mungkin dan banyak lagi yang kalau didengarkan pada malam hari memang 
sangat pas meskipun sering ketika saya putar dimobil malam hari dan 
dijalan jalan yang kiri kanannya hutan, merinding juga hehe ...

Satu saat pak Anom dengan wajah serius berkata : " Mbak, mbok kebun, rumah dan kedai saya ini dibeli... murah kalau mbak yang beli, saya akan berikan harga sangat khusus ... " .. " Wahh, mau kemana pak? Disini sudah enak gini kok, lagian pelanggan pelanggan mancing dan ayam gorengnya bagaimana kan eman ? " ... 


" Saya ingin ganti suasana, sebab disini mulai bising ... tapi nantinya prospeknya bagus lo jadi mbak ngga rugi kalau mau dibuat lokasi bisnis kuliner misalnya... ", lanjutnya.




Saya kaget juga sebab saya pikir rumah pak Anom yang ditengah kebun salak itu sudah merupakan rumah impian setiap orang yang menginginkan ketenangan dan menggali banyak inspirasi .. 
Rumah kayu itu bertingkat dua dan dibawahnya selain ada kebun salak juga ada kolam pancing dan kolam mirip untuk kolam renang. 
Dan saat itu sesungguhnya  saya tidak berencana membeli rumah  meskipun saya suka dengan lokasi dan atmosfernya. 

Sesudahnya telepon saya lebih sering berdering menanyakan keseriusan untuk membelinya.  Jujur, saya memang sempat ragu disisi faktor keamanannya yang saat itu memang belum banyak tetangga nya. 
Apalagi area tanah pak Anom yang sangat luas itu dapat diakses dengan mudah dari segala penjuru, hampir 360 derajat. 

 



Didera kesibukan kerja, beberapa tahun kami tidak bertemu sampai disuatu hari Minggu yang santai, saya berniat menikmati ayam goreng pak Anom bersama keluarga. Kaget. 

Rumah kayu ditengah kebun salak itu sudah lenyap, juga kebun salaknya. Kolam pancing berpindah tempat. Dan kedai ayam goreng dari bambu sudah berganti dengan bangunan batu bata dan semen berlantai dua serta 
beberapa set meja kursi kayu 
( dulu hanya ada kursi kursi dari batang bambu ). 

Dulu saya bisa menikmati view kota Malang dari kedai bambu itu. Tapi saat ini sudah tidak mungkin sebab lantai atas kedai diperuntukkan bagi dapur dan ruang keluarga pemilik barunya.

Saya merasa kehilangan sesuatu, meskipun kedai yang baru ini lebih bagus dan permanen. " Iya bu, kami sudah lama juga pindah kesini ... " kata pemilik baru dari area ini. Nama resto ini " Pawon Dheso " ,

sesuatu yang tidak pernah terpikir oleh pak Anom untuk memberi nama kedainya dulu, sampai saya sering menyebutnya sebagai warung-bambu. 

Kedai ini mampu menampung sekitar 100 tamu kalau full-booked, terbagi atas dua lantai dan ada tiga bangunan terpisah. Menu yang tersedia umumnya " ikan ikan an " mulai lele, dorang, wader, emas dll plus sayuran kangkung, terong dll dan sederet pilihan es juice. Dulu pak Anom hanya menyediakan 
ayam bakar dan goreng plus lalapan dan  es teh atau kopi. Juga ada roti bakar.

Sekian hari yang lalu, saya kembali merindukan area itu meski sudah berubah. 

Menu masih seperti semula, dan saya lihat pengunjungnya lumayan banyak. Kebetulan hujan cukup deras, hampir semua tempat terisi. Saya mendapat tempat didekat tangga turun ke taman bawah dan tampias air hujan ternyata sempat mengenai separoh meja saya yang sudah tidak dapat dipindahkan lagi 
karena terbuat dari semen yang di cor permanen, 
juga tempat duduknya.



Samar saya masih melihat kebun salak dan kolam pancing itu dalam genangan air hujan didepan saya dan anak anak saya yang berlarian didekatnya. 
Lalu juga  ramai ramai memetik salak saat panen dikebun tepat didepan tempat duduk saya yang sudah berubah menjadi taman resto.

" Maaf, apokatnya tidak ada, apa bisa diganti lainnya?" ... buyar lamunan saya dan saya menggantinya dengan  juice jambu  tanpa gula plus bandeng bakar. 


Soal rasa, Pawon Dheso ini bisa diacungi dua jempol. Harganya yang berkisar mulai 3000,-/tiga ribu untuk macam macam  juicenya hingga 10 - 22 ribu untuk menu ikan ikannya yang yummmyyyy terutama sambalnya, rasa nya sungguh " melebihi " harganya ! ( saya membandingkan dengan resto besar dan eksklusif yang kadang mengecewakan sebab harga dipatok mahal dengan rasa yang 
jauhhh  dibawah harganya )



Pawon Dheso yang berjarak hanya sekitar 3km dari taman rekreasi Sengkaling ini memang sesuai untuk yang sejenak ingin mengganti atmosfer ruang kerja di kantor atau dirumah dengan suasana alami yang segar sebelum kembali 
pada " keruwetan keruwetan " ....

Dan buat pak Anom, dimanapun saat ini anda berada, dan bila anda membaca ini, semoga pak Anom menemukan kembali atmosfer seperti di kebun salak pak Anom dulu. ( th )

Keterangan foto : ( all taken by th )

01. Papan Nama " Pawon Dheso ", Sumber Sekar, Dau, Batu.
02. Tangga turun menuju lantai bawah.
03. Taman bawah.
04. Salah satu menu Pawon Dheso.
05. " Bunga " Pisang.
06. Salah satu sudut lesehan.
07. Meja kursi Pawon Dheso bagi yang sulit duduk lesehan.
08. View bawah Pawon Dheso dilihat dari lantai atas.



Tidak ada komentar: