Jumat, 14 Desember 2012






Cikal Bakal Ubud di Malang?
( sebuah mimpi besar yang sedang dimulai di Karangploso, Malang )


Guest House sedang marak di Malang. Kawasan elit seperti Ijen dan sekitarnya juga sudah mulai dijamuri GH. Seorang teman yang bertempat tinggal di Ijen Boulevard bahkan meminta saya menangani ' calon ' GH nya dikawasan elit itu dan menginginkan pangsa Eropa. Perbincangan serius diantara kami terjadi beberapa kali on the spot . Waa .. persaingan GH dengan hotel berbintang agaknya mulai mengetat , masing2 punya plus minusnya. Tapi sampai saya ketik ini, GH itu rupanya masih terganjal ijin, karena letaknya memang strategis dan langsung di boulevard sehingga agak beda dengan yang di kawasan Merbabu, Kawi dll.

Nah ..  info bahwa di wilayah Karangploso juga mulai bertumbuhan GH, maka kedatangan saya disebuah rumah atau tepatnya Guest House di siang yang gerimis didaerah Karangploso itu bukan tanpa alasan. Disambut oleh sekitar 10/ sepuluh ekor anjing dari berbagai ras, tuan rumah yang berkebangsaan Jerman, menikah dengan seorang wanita Indonesia, Hr. Wolfgang Graf , menjamin bahwa anjing anjing itu bersahabat. 

Buat saya yang harus dijaga adalah keyakinan yang mewajibkan saya menghindari moncong moncong itu, agar tidak tersentuh liurnya, selebihnya  saya tahu mereka adalah anjing anjing yang manis meski ukurannya separuh tinggi badan saya yang mini ini. Mereka mengerubung saya tetapi tidak mendekat dalam jarak yang cukup aman, saya tidak keberatan.

Diruang dalam telah ada rekannya yang juga berkebangsaan Jerman, serta ibu pak Graf yang sudah berusia 87 tahun tetapi wajahnya masih sehat dan segar. Kami mengobrol " gayeng " terutama dengan mamanya dan siang itu saya akan diajak berkeliling Guest Housenya yang sedang dalam taraf pembangunan dan sudah sekitar 60% rampung.

Terletak disebuah area agak " terpencil " di Karangploso, pak Graf yang pensiunan dari Dusseldorf di Jerman ini sudah empat tahun menetap di Malang. " Sebelumnya saya dua tahun di Bali tapi tidak krasan, Bali teramat komersiil, jadi saya memilih Malang untuk menetap ". Dari pernikahannya, mereka memiliki puteri berusia 8 tahun yang bersekolah di Malang  juga. Menemukan sebuah aktivitas dimasa pensiun memang gampang gampang susah apalagi aktivitas yang juga menghasilkan uang. Pilihannya jatuh ke Guest House karena beberapa alasan.

Pertama, bisnis Guest House/GH itu tidak perlu meninggalkan rumah. Kedua, dia suka memasak untuk tamu tamu. Ketiga, memperoleh teman teman baru. Keempat, memperoleh penghasilan, itu antara lain alasannya memilih bisnis GH. GHnya terdiri dari tiga lantai dan total jumlah kamarnya adalah 9/ sembilan kamar. Saya diajaknya menengok kelantai atas yang memiliki view cantik dan konon lebih cantik pada malam hari dan full-moon. Ini belum semua. Saya juga diajak melihat rumah keduanya yang terletak hanya sekitar 25 meter dari GH nya. 

Kedua rumah ini dipisah oleh sebuah tanah kosong berukuran sekitar 400m2. " Kok tidak dibeli saja sekalian tanah kosong ini?", dijawab : " Pemiliknya sedang bertikai, saya menunggu hasilnya ha ha ha... " . Rumah keduanya lebih kecil dari GH nya. Konon ini diperuntukkan bagi tamu tamu yang moslem dan tidak ingin terganggu anjing anjing. 

Rumah kedua ini memiliki sejumlah 7/tujuh kamar dan dapat disewa seluruhnya, tidak satu persatu kamar. 
" Saya memberi rate 300/night per kamar tetapi breakfast tidak termasuk, murah kok cuma 10 ribu per orang ", begitu katanya. " Nanti juga ada spa disini " sambil menunjukkan kepada saya beberapa peralatan yang berkaitan dengan rencana spa nya. " Saya akan siapkan sendiri breakfastnya, bila perlu nasi goreng ..."  katanya.

Oya selama saya berkeliling, selalu diikuti oleh  
" pasukan anjing " nya yang banyak dan gede gede dan mereka membuntuti saya bak kepala sukunya atau saya menjadi seperti " dog whisper " hehe ... Rupanya sikap saya yang " membiarkan " anjing anjing ini tanpa elusan atau sentuhan dan saya hanya secara pasif membiarkan mereka mengelilingi dan membuntuti saya dengan setianya, menggelitik rekan pak Graf untuk mengkritik :

" Saya perhatikan di Indonesia anak anak dan orang dewasa umumnya kurang memperhatikan dan merawat binatang ya, bahkan perlakuan terhadap binatang kadang kasar seperti memukul atau menyepak atau membiarkannya terlantar di jalan jalan, apakah sejak kecil memang tidak didekatkan pada binatang binatang terutama binatang peliharaan? "

Pertanyaan tak terduga ini agak mengagetkan, sebab pada kenyataannya memang tidak jauh dari apa yang diamatinya meski saya lihat generasi angkatan anak anak saya dan " cucu " ( yang belum ada he he .. ) mulai menampakkan perubahan dengan makin banyaknya program program " back to nature " di sekolah sekolah yang pada gilirannya adalah lebih peduli pada alam sekitar dan lingkungan beserta isinya , fauna flora  dan tidak sebatas teori saja.
Maka saya menjawabnya begini :

" Ketidakdekatan terutama pada anjing itu di Indonesia erat kaitannya dengan keyakinan kami meski tidak berarti itu tidak mempedulikan. 

Yang lebih populer sebagai binatang rumahan akhirnya  memang jenis jenis kucing, burung, kelinci dll. 

Saat ini sudah terjadi pergeseran dalam pola didik terutama pada PAUD yang mendorong anak anak sejak dini lebih mencintai lingkungannya, termasuk juga satwanya  dan langsung diaplikasikan dalam kesehariannya .
Misal : tiap anak mendapat tugas membuat cerita tertulis mengenai binatang peliharaannya apapun itu, ayam, hamster, kura kura, ikan dst.dan pada waktu tertentu bahkan binatang itu harus dibawa ke sekolah untuk pertukaran informasi antar mereka. 

Juga semakin banyaknya lembaga lembaga penyayang dan penyelamat satwa tertentu, mulai orang-hutan, kura kura dll. Indonesia dengan segala kekayaan SDA nya terutama satwanya yang bahkan menjadi ikon dunia seperti komodo, sepatutnya meningkatkan program program cinta lingkungan dan satwa lebih intensif sebab mereka juga merupakan harta karun dunia, we know it " ..... ( saya ber kobar2 mengucapkan ini dan rekan pak Graf meng angguk2, entah anggukannya bermakna apa ... )

Pak Graf selanjutnya berharap, bahwa akan banyak nantinya tamu tamu bukan saja domestik tapi juga manca yang berlibur di GH nya karena dia ingin " memamerkan " kecantikan Malang pada dunia, terutama saat purnama dan sunset. 

Sekali lagi saya menerima kritikan yang berkaitan dengan kecantikan alam Indonesia ini, katanya " Mengapa orang orang disini kurang menghargai kecantikan alam yang ada, padahal kami kami sangat mengaguminya?" ... aduhhh, saya menjawabnya agak " sekenanya " tapi tetap " membela bangsa saya " he he : 

" Wahh .. inilah kalau orang itu hidup ditempat yang dikelilingi begitu banyak kecantikan alam, sampai sampai orang tidak lagi menyadari betapa kecantikan yang dimiliki lingkungannya itu bagi mereka yang tidak memilikinya itu sesuatu yang luar biasa, sebagaimana orang memiliki isteri cantik yang banyak mengundang kekaguman orang tapi suaminya sendiri sudah merasa biasa biasa saja he he kira kira begitu?" ... pak Graf terbahak ... lho?

Dengan sebuah janji bahwa saya akan mengirim foto foto mereka via email, saya berpamitan dan menitip salam pada nyonya rumah yang siang itu kebetulan tidak ditempat. Saya dilepas dengan " Aufwiedersehen " yang sepanjang obrolan tadi memang memakai bahasa negara asal pak Graf, juga anjing anjing yang memandang saya dari balik pagar. 

Satu gurauan membungkus kritikan saya pada mereka :
 " Wah .... Anda mengungsi dari Bali karena menurut Anda disana sudah kelewat komersil. Tapi disini Anda rupanya memulai menciptakan Ubud yang sama mahalnya, bagaimana ini? Kalau nantinya diarea ini akan padat turis dan hotel serta segala tetek bengeknya yang sangat berbau komersil, bukankah Anda memindahkan Bali kesini? " ... giliran saya mengkritik mereka, dan jawabannya hanya " Ha ... ha ... ha .... " .......?????

Membuat copy Ubud di Malang bukanlah barang mudah, sebab Ubud sudah sangat mendunia dengan infra struktur yang sudah komplit. Mimpi besar memang diperlukan untuk sebuah perubahan, meski butuh keuletan dan perjuangan keras.

Perwajahan Malang dimasa depan, barangkali juga sedikit banyak akan ditentukan oleh perkembangan pariwisatanya. Adakah kita sudah siap bersaing  dengan arus modal asing yang bakal membanjir disekeliling kita termasuk SDM nya? Pak Graf barangkali hanya salah satu diantara sekian banyak warga asing yang sudah memulai fondasi " penanamannya " di Malang, yakinlah bahwa kedepan Malang akan dibanjiri puluh atau ratus bahkan ribuan " graf " yang lainnya ! ( TH )

Keterangan foto : 
( Photos by : TH )

01. Salah satu sudut view GH.
02. Mr. Graf dan rekan.
03. Sudut lain.
04. Mr. Graf and his mother.
05. Persiapan untuk spa.
06. Mr. Graf's mother.
07. In one of the kitchen.

Tidak ada komentar: