Sabtu, 14 Agustus 2010

CATATAN RAMADHAN ( 5 )





Malam minggu, 14 Agustus 2010. Alhamdullilah ternyata masjid di komplek perumahan masih tetap penuh hingga ke teras luarnya, kecuali jumlah anak anak kecil yang agak berkurang dan tidak seramai kemarin. Ceramah shalat tarawih hari ke 5 ini membahas tentang kwalitas puasa.

Bahwa berpuasa itu ada dua macam : puasa lahir, yakni sekedar menahan lapar dan haus yang berujung hanya pada kelelahan dan ke sia sia an tersebab lapar dan hausnya. Yang kedua adalah puasa lahir dan bathin alias puasa yang dilandasi sebuah keyakinan akan kebenaran makna puasa dan berakhir dengan ketaqwaan serta peningkatan kwalitas keimanan. Nah, pilih yang mana?

Yang berpahala sudahlah tentu yang disebut terakhir, karena menjalani puasa sesungguhnya adalah implementasi dari keyakinan terhadap kebenaran kebenaran NYA sebagaimana tersebut dalam rukun Islam yang ke 3 : P U A S A. Maka bila seseorang berpuasa tidak dilandasi dengan
keyakinan atas kebenaran ajaranNYA, dapatlah diumpamakan bahwa seseorang tersebut telah melakukan kesia siaan belaka atau kata orang Jawa " tiwas ngelak lan luwe tok , gak oleh opo opo " ( cuma mendapat rasa lapar dan haus dan tidak memperoleh apapun ) . Percuma, sia sia.

Maka untuk memperoleh kwalitas puasa yang berpahala dan diperhitungkanNYA, kita perlu memenuhi beberapa syarat tertentu dalam berpuasa. Pertama, NIAT, tanpa niat ini yang terjadi adalah ke pura2an, merasa terpaksa atau tidak iklas. Dua, ingin meraih tingkatan keimanan yang lebih baik melalui kepatuhan selama berpuasa serta keinginan meraih ridhoNYA diakhir Ramadhan sehingga akan mampu mencapai fitrahnya bak bayi yang baru dilahirkan. Maka apabila " diperas " , sebenarnya berpuasa akan bermuara disatu titik : TAQWA.

Selanjutnya, dalam ceramah subuh pagi tadi, Minggu 15 Agustus 2010, pembicaranya sekaligus adalah juga seorang penulis. Konon beliau baru saja ber safari ke Jabar & Jateng untuk memperkenalkan buku barunya yang mengupas masalah Waktu Subuh di Indonesia. Koreksi waktu subuh ini mirip dengan koreksi arah kiblat dimana ilmu pengetahuan dapat dimanfaatkan oleh para ulama untuk mengoreksi berbagai hal yang selama ini terlanjur " salah kaprah " di tengah masyarakat misalnya arah kiblat.

Konon meski dikatakan arah kiblat di Indonesia harus bergeser sekitar 18-20 derajat kearah barat, dalam realitanya adalah sekitar 1000an km atau nyaris sepanjang pulau Jawa !! Jadi memang tidak sederhana. Tentu tidak lalu sertamerta masjid masjid harus dibongkar, tapi bagi masjid yang sedang dibangun memang perlu menyesuaikan arah kiblatnya.

Masjid lama bagaimana? Tidak perlu dibongkar tapi cukup arah kiblat didalamnya disesuaikan dan digeser. Beliau juga menyinggung masalah Waktu Subuh Di Indonesia serta menjelaskan dari sisi keilmiahannya. Menariknya, jemaah juga diijinkan untuk mengajukan tanya jawab, sehingga suasana pertemuan menjadi lebih hidup.

Photo by : Philip Perfect, " Blue Mosque ", from google.co.id

Tidak ada komentar: