Siapa bilang orang yang sudah terbiasa naik turun pesawat tidak was was hatinya saat di awang awang terutama take-off dan landing? Bahkan yang terlihat cuek tidak pernah lagi memperhatikan crew pesawat mendemonstrasikan alat alat penyelamat ataupun membaca petunjuk petunjuk penyelamatan diri, masih saja was was meski diluarnya seperti tidak ada kekhawatiran sama sekali , mungkin gengsi ?
Tetapi kebetulan saya yang sudah tiga kali mengalami " batas tipis hidup dan mati " di awang awang, sampai sekarangpun saya tidak berusaha menyembunyikan rasa was was ini antara lain dengan " ndhemimil " ( mulut komat kamit ) disaat takeoff, selama diperjalanan dan saat mau landing. Sebab kalau tidak ada tempat parkir di antara awan dan mega, kepada siapa lagi hidup ini kita serahkan sepenuhnya? Hanya doalah pegangan satu satunya, agar DIA mempercepat perjalanan dan memudahkan semuanya.
Tetapi kebetulan saya yang sudah tiga kali mengalami " batas tipis hidup dan mati " di awang awang, sampai sekarangpun saya tidak berusaha menyembunyikan rasa was was ini antara lain dengan " ndhemimil " ( mulut komat kamit ) disaat takeoff, selama diperjalanan dan saat mau landing. Sebab kalau tidak ada tempat parkir di antara awan dan mega, kepada siapa lagi hidup ini kita serahkan sepenuhnya? Hanya doalah pegangan satu satunya, agar DIA mempercepat perjalanan dan memudahkan semuanya.
Maka saat ssekian hari yl di tv menyaksikan Lion Air terpatah tiga di laut bali, sayapun seperti mengalami " dejavu " .. Tetapi salah satu tradisi saya yang kebetulan terlahir sebagai orang Jawa, kami menyebutnya sebagai " masih untung .... " ( masih untung bisa mendarat dengan aman dilaut, dan masih untung semua selamat ) .
Dulu saat saya mengalami tiga kasus yang berbeda dengan pesawat yang berbeda beda pula, informasinya sangat simpang siur dan cenderung di tutup tutupi oleh pihak pihak terkait. Sehingga para penjemput hanya bisa menduga duga " o .. mungkin tertunda karena cuaca atau masalah reknis lainnya " dan hingga penumpang bertemu penjemputnya berjam berjam kemudian, tidak ada informasi detil kecuali " masalah teknis dan keberangkatan tertunda " .
Dulu saat saya mengalami tiga kasus yang berbeda dengan pesawat yang berbeda beda pula, informasinya sangat simpang siur dan cenderung di tutup tutupi oleh pihak pihak terkait. Sehingga para penjemput hanya bisa menduga duga " o .. mungkin tertunda karena cuaca atau masalah reknis lainnya " dan hingga penumpang bertemu penjemputnya berjam berjam kemudian, tidak ada informasi detil kecuali " masalah teknis dan keberangkatan tertunda " .
Wow .. padahal yang terjadi adalah saat mau landing ban ban pesawat tidak mau keluar dan akhirnya muter muter untuk trial and error dan berakhir dengan pendaratan perut yang dramatis ... Pucat pasi sudah pasti, lutut lemas dan keringat mengucur deras sambil segenap hati mempersiapkan detik detik akhir kehidupan didunia ... OMG, jangan pernah terulang lagi !
Dan dengan kecanggihan teknologi saat ini, kejadian semacam Lion Air di laut bali hari ini, tidaklah bisa dirahasiakan lagi. Citizen-reporter bahkan bergerak dan bekerja jauh lebih cepat dari reporter yang asli, karena mereka juga sudah dibukakan akses untuk mengirimkan liputan liputan yang kejadiannya baru saja dalam hitungan menit serta live. Ini luar biasa dalam ukuran speednya.
Lion Air dalam tahun 2013 hingga April ini sudah dua kali mengalami accident. Akhir Pebruari yl adalah kali yang I di tahun 2013. Boeing 737-900 BR ini terhitung masih kinyis kinyis, tapi itulah musibah, tiada pandang kinyis atau sudah manula.
Dengan melakukan ditching atau pendaratan dilaut dalam situasi darurat, memang relatip lebih aman dibanding bukan dilaut seperti yang pernah terjadi di waktu waktu yang lampau dengan berbagai maskapai penerbangan. Misal dihutan lebat atau lereng gunung, yang sangat jauh lebih sulit pencarian dan evakuasinya.
Maka apa sebenarnya yang dapat kita tarik sebagai bahan pelajaran atau renungan dari kejadian seperti ini? Pertama tentu saja : kerendahan hati. Lho? Iya. Sekalipun naik pesawat bagi sebagian orang sudah seperti naik angkot, tetaplah memulai perjalanan di awang awang ini dengan DOA.Bagaimanapun, " pilot terbaik " adalah Sang Maha Pencipta, kepadaNYA lah kita meminta agar perjalanan disegerakan dan dilindungi.
Kedua, meski sudah bosan menyaksikan peragaan alat alat keselamatan, tetap luangkan waktu beberapa menit agar ingatan kita selalu di refresh bagaimana cara memakainya yang benar serta pintu pintu dan lampu darurat yang mana yang perlu diperhatikan dst ..
Ketiga, meski sudah rahasia umum bahwa bagian ekor pesawat itu rentan patah disaat musibah, tidaklah perlu risau bila tempat duduk ternyata dibagian ini. Kematian tidaklah memandang dibagian mana kita duduk karena maut menjemput dimanapun.
Tetapi beberapa tips sederhana bolehlah diperhatikan seperti misal : tidak membawa bahan bahan yang mudah meledak didalam tas kita ( bukan bom lho, misal spray dll ), membawa barang seperlunya saja dll.
Sering saya heran melihat penumpang yang membawa barang kedalam pesawat dan bukan di bagasi, dalam jumlah yang luar biasa mirip mereka yang mau boyongan sampai sampai sulit menutup kotak penyimpan barang diatas kepala penumpang itu, aduhhh ...
Keempat, mohon taati peraturan untuk tidak memakai peralatan ( komunikasi ) elektronik terutama saat takeoff dan landing yang masih sering kita temui pelanggarannya, tanpa peduli kemungkinannya mengganggu sistim navigasi pesawat.
Naaa .. bak " kapok lombok ", memang naik pesawat itu masih menjadi pilihan paling efisien disegi waktu dan tenaga, maka musibah yang tidak pernah memilih " brand " dari sebuah airlines, semoga tidak menciutkan hati kita disaat harus memilih jenis transpotasi yang satu ini dan memasrahkan sepenuhnya hidup mati ini kepadaNYA ... ( th )
( Foto foto diambil dari TribunNews.com )
Kedua, meski sudah bosan menyaksikan peragaan alat alat keselamatan, tetap luangkan waktu beberapa menit agar ingatan kita selalu di refresh bagaimana cara memakainya yang benar serta pintu pintu dan lampu darurat yang mana yang perlu diperhatikan dst ..
Ketiga, meski sudah rahasia umum bahwa bagian ekor pesawat itu rentan patah disaat musibah, tidaklah perlu risau bila tempat duduk ternyata dibagian ini. Kematian tidaklah memandang dibagian mana kita duduk karena maut menjemput dimanapun.
Tetapi beberapa tips sederhana bolehlah diperhatikan seperti misal : tidak membawa bahan bahan yang mudah meledak didalam tas kita ( bukan bom lho, misal spray dll ), membawa barang seperlunya saja dll.
Sering saya heran melihat penumpang yang membawa barang kedalam pesawat dan bukan di bagasi, dalam jumlah yang luar biasa mirip mereka yang mau boyongan sampai sampai sulit menutup kotak penyimpan barang diatas kepala penumpang itu, aduhhh ...
Keempat, mohon taati peraturan untuk tidak memakai peralatan ( komunikasi ) elektronik terutama saat takeoff dan landing yang masih sering kita temui pelanggarannya, tanpa peduli kemungkinannya mengganggu sistim navigasi pesawat.
Naaa .. bak " kapok lombok ", memang naik pesawat itu masih menjadi pilihan paling efisien disegi waktu dan tenaga, maka musibah yang tidak pernah memilih " brand " dari sebuah airlines, semoga tidak menciutkan hati kita disaat harus memilih jenis transpotasi yang satu ini dan memasrahkan sepenuhnya hidup mati ini kepadaNYA ... ( th )
( Foto foto diambil dari TribunNews.com )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar