Selasa, 21 Januari 2014






.. " Mega Mendung Diatas Cirebon " ..

Cirebon, sungguh  saya harus meminta maaf kepadamu sebab  ketidak tahuan saya selama ini tentangmu telah mendangkalkan pendapatku tentang kotamu, yakni " sekedar " sebagai kota Udang dan adanya  makam makam para alim ulama terkemuka, itu saja.




Namun saat saya lebih melonggarkan waktu mengenalmu lebih dalam, ternyata engkau menyimpan begitu banyak kecantikan yang selama ini mungkin belum banyak ter ekspos. 
4/ empat hari menyusuri jalan jalan di kota dan pinggiran kotamu, saya surprise, engkau lebih dari yang saya duga.




Mungkin keberuntungan juga sedang berpihak pada saya. Saya sempat bertemu orang orang  luar biasa yang memberi kemudahan dan akses buat saya untuk memasuki area area yang bahkan konon " sulit tertembus " awam seperti saya. 
Dan inilah mereka mereka yang luar biasa itu dalam catatan Cirebon saya :




01. Ratu Ayu Setiawati, kerabat dekat dan keturunan ke 18 yang sekaligus merupakan cucu Sunan Gunung Jati dan Pangeran Purbaya , yang menemani saya disepanjang taman Istana Kanoman Cirebon bersama kedua malaikat kecilnya yang cantik. 

Terima kasih tak terhingga, 
karena kisah kisah legendarisnya yang bahkan mungkin tidak pernah ada di buku buku sejarah, telah membuka mata saya lebih lebar tentang kehidupan " dibalik tembok " istana. 

Lalu sumur Bandung dan bangunan I yang tertua di Cirebon, juga tembok tempat pengintaian kapal kapal Portugis plus gedung berarsitektur Portugis yang nyaris roboh dsb dsb kesemuanya berlangsung didepan mata dan tersimpan dalam jepretan saya.
 Terima kasih Ratu Ayu, semoga dalam persinggahan Anda berikutnya ke Cirebon, kita masih dapat bertemu kembali bersama dua malaikat cantik itu !



 02. Bapak Harjo di Prabayekso, dari istana yang sama, Kanoman,  banyak mengurai sejarah Kanoman serta kehidupan  spiritual istana sekaligus memberi ijin penjepretan diruang yang sama. Saat itu kebetulan masyarakat sekitar istana Kanoman baru saja merayakan
 Maulid Nabi Muhammad SAW, 
sehingga suasana sekitar istana masih sangat padat oleh tenda tenda para penjual barang dan mamin. Namun kesibukan pak Harjo tidak menghalanginya untuk
 membagi waktunya dengan saya, matur nuwun.




03. Di istana lainnya, yakni Kasepuhan ( sekedar informasi bahwa Cirebon memiliki 2/dua istana, Kasepuhan dan Kanoman ), saya harus berterima kasih pada dua siswi magang SMK yang menemani saya berkeliling istana plus menjelaskan segala sesuatunya. 

Juga kepada bapak Nanang yang secara " mencengangkan " membeberkan sejarah raja raja Cirebon secara rinci dan detil mirip e-book bahkan hingga riwayat lengkap Ken Arok ! 

Kasepuhan adalah istana tertua dan keduanya terletak didalam kota Cirebon meski dibangun diabad yang berbeda. Pada beberapa bagian, hampir mirip Kraton Yogya meski ukirannya lebih sederhana. Kasepuhan memiliki ruang ruang :
Penyimpanan Senjata ( Museum ), Penyimpanan Kereta, Ruang Pertemuan/ Perjamuan, Ruang Pelestarian Budaya/ Tari Menari, Musholla, dan ada beberapa mata air/ sumur yang masing masing diberi nama sesuai fungsinya. 

Yang melegakan adalah bahwa siang itu saya melihat sekelompok remaja yang sedang asyik melatih dirinya menari Topeng sebagai salah satu ciri khas Cirebon.
 Andai saja sebagian besar para remaja tanah air memiliki kepedulian seperti itu pada perbagai warisan seni budaya bangsa yang luhur ini, dapat dipastikan Indonesia akan menjadi salah 1 ikon pusat budaya dunia dengan kekayaan budaya kita yang beragam 
dari ujung ke ujung khatulistiwa.

04. Bapak Abdul Latief di kompleks makam Sunan Gunung Jati, yang telah mengijinkan saya untuk naik dan melihat dari dekat makam Sunan Gunung Jati yang dikenal sangat sulit mendapatkan ijin masuk kesana. 

Segenap pengunjung hanya diijinkan dari luar makam yang siang itu tampak dipenuhi rombongan rombongan pesiarah. Saya yang selama ini kurang tertarik untuk berkunjung ke makam makam seperti ini, siang itu secara tidak sengaja melewati papan penunjuk arah 
" Makam Sunan Gunung Jati " , 
kendaraan saya belokkan kesana dan maksud hati mau menjepret area luarnya yang penuh sesak bus bus pembawa peziarah. 

Tiba tiba saja saya sudah dikerubuti sekian banyak anak anak kecil yang menadahkan tangan meminta uang, saya bingung sebab saya tak bermaksud masuk area makam.
 Seorang penduduk lokal melihat kebingungan saya dan siap mengantar saya masuk bila memang perlu disertai penjelasan bahwa disitu memang sangat banyak peminta minta 
dan sebaiknya saya bersiap uang receh. 

Lha ini yang saya tak siap, maka saya beralasan membeli air mineral supaya mendapat receh. Aduhhh, saya makin bingung karena ternyata disepanjang jalan masuk itu ada puluhan peminta minta yang semuanya berharap recehan. 

Apa boleh buat, sudah kepalang masuk dan akhirnya tiba disebuah tangga naik yang menanjak. Diantar penduduk lokal tadi, saya bertemu dengan Cak Otong atau bapak Abdul Latief yang menanyakan maksud saya datang kesana, dialognya lucu kurang lebih seperti ini :

" dari mana?"
" Malang .. "
" tujuannya apakah akan ziarah ke makam Sunan Gunung Jati?"
" endak, e.. iya, kalau diijinkan "
" sendirian?"
" ya .. "
" mau motret makam?"
" iya .. "
" itu dilarang"
" ooo ... ya ndakpapa, kalau tidak boleh masuk juga ndakpapa koq pak, sebab saya tadi melihat rombongan2 peziarah lain juga hanya boleh sampai teras luar "
" betul. coba sebentar ... "

(  beliau lalu menilpun seseorang dan saat sudah tersambung hp nya diberikan pada saya yang ngga ngerti maksudnya hehe, katanya supaya saya minta ijin pada si penerima telepon, ooo .. )
 

" maaf pak, saya dari Malang, kalau diijinkan saya ingin melihat makam Sunan "
" berapa orang?"
" satu, sendirian "
" sudah ijin Cak Otong?" ( lho, ini siapa ijin siapa to hehe ... )
" sudah pak, dan sekarang tinggal minta ijin bapak"
" baiklah, silahkan naik "

Maka sayapun naik ke  pintu makam Sunan Gunung Jati dan  disana sudah menunggu seorang bapak yang lain yang usianya sekitar 70 an tahun. Wawancara pendek terjadi dan saya diwanti wanti untuk tidak memotret didalam makam Sunan. 

Saya masuk sendiri disebuah ruangan seluas sekitar 10 x 5 meter yang dipenuhi makam makam bertutup batu bata sederhana. 
Ada makam Sunan Gunung Jati, lalu ada makam ibunda dan ayahandanya dan
juga kerabat terdekat mereka.
Tidak ada hiasan apa apa dan batu batu bata sederhana ini hanya disusun begitu saja, tetapi dari ukurannya terlihat kuno ( sangat lebar dan panjang ) 

Suasana dalam ruangan sangat tenang dan sejuk. Saya tidak berlama lama karena saya memang tidak memiliki niatan apa apa kecuali memotret yang ternyata dilarang. Bagaimanapun saya bersyukur siang itu sudah diberikan kesempatan masuk, terima kasih bapak bapak.

05. Bapak Achmad di komplek Gedung Negara Cirebon, yang telah mengantar berkeliling plus memberikan penjelasan seputar latar belakang gedung berarsitektur Eropa ini yang hingga kini masih dipakai sebagai tempat transit tamu tamu negara yang penting.

 Dihalaman luarnya yang luas, ada beberapa puluh ekor kijang bintik bintik serupa dengan yang ada di Istana Bogor. Saksi bisu dari mesin waktu ini sayangnya dibeberapa bagian terlihat kurang terurus dan mungkin perlu perhatian pemkot agar aset bernilai sejarah ini lebih terjaga. 

Yang masih terawat sesuai aslinya antara lain lampu gantung dan beberapa meja kursi, sisanya konon " raib " entah kemana. Disalah satu ruangan saya masih bisa menjepret tegel asli, selebihnya sudah diganti porselen modern. 

Gedung Negara yang dulu merupakan kantor Karesidenan Cirebon yang cantik ini sungguh adalah sebuah permata sejarah yang perlu dirawat secara seksama. 
Saya sangat bersyukur bahwa Cirebon termasuk salah satu kota ditanah air yang masih peduli pada bangunan bangunan bersejarah yang sudah berusia berabad abad dan tidak berupaya merobohkannya untuk diganti dengan ruko ruko yang " mengerikan " . 
Yang saya lihat antara lain gedung Balai Kota, Bank Indonesia, Stasiun KA Pusat, dll.

06. Bapak Darsono, di Goa Sunyaragi, Cirebon. 
Goa ditengah kota adalah sesuatu yang "aneh" namun saya yakin dulunya goa ini tidak ditengah kota dan perkembangan pembangunan kota Cirebon lah yang agaknya " merubah " letaknya menjadi ditengah kota: Sunyaragi. 

Sunya itu artinya sunyi, senyap, dan ragi itu raga atau tubuh, maka kompletnya adalah Tempat Dimana Jasmani Menemu Kesenyapan alias tempat bersamadi atau merenung atau menyatukan diri kepada Sang Maha Pencipta, kira kira begitu.

Perjalanan saya suatu siang ke goa ini awalnya  hanya membayangkan sebuah goa layaknya goa goa yang perPnah saya lihat, dan " paling paling " berbeda ukuran saja. 
Ternyata saya harus sesali dugaan ini, karena setelah mengitari lekuk likunya hingga kedalamannya yang berair air serta gelap meliuk liuk, saya heran mengapa tempat seunik ini tidak mendapat perhatian yang cukup dari UNESCO? 

Sebuah warisan arsitektur nenek moyang yang mengawinkan alam dengan sentuhan teknologi manusia dijamannya, menghasilkan sebuah karya manusia yang luar biasa, lepas dari fungsinya dimasa lalu sebagai tempat beraktivitas secara spirituil. 

Ada satu hal menonjol yang saya juga ikut terheran heran yaitu dominasi bangunan yang terdiri dari batu batu karang tajam seperti yang banyak ditemukan di pantai pantai selatan pulau Jawa. Pak Darsono yang bisa dikatakan sebagai sesepuh atau kuncen di goa ini mengatakan :

 " Seperti yang kita lihat disini ini yang dominan selain batu bata adalah juga batu batu karang tajam seperti yang banyak terdapat di pantai pantai selatan Jawa. Padahal diutara Jawa ini pantai nya tidak berkarang seperti ini. Saya tidak punya penjelasannya. Ini sampai sekarang masih misteri, karena tidak ada catatan apapun tentang bagaimana
 karang karang ini bisa sampai disini?" . 

Ada berbelas goa goa disini, masing masing diberi nama sesuai fungsinya. 
Ada goa untuk penyimpan makanan, ada goa untuk menyantap makanan, ada ruang prasmanan, ada goa untuk bersamadi, ada goa untuk raja memberikan arahan/ pidatonya, ada goa untuk menyaksikan pemandangan Cirebon dari ketinggian tertentu dst dst. 

Saya sangat berterima kasih kepada bapak Darsono yang meluangkan banyak waktunya untuk berkeliling dengan saya dan masih bersedia naik turun goa yang jalannya 
sempit , gelap dan licin serta beranak tangga tinggi tinggi. 
Paduan batu bata kuno dengan batu batu karang pantai yang runcing runcing menghasilkan sebuah karya masterpiece yang seharusnya mendapat perhatian badan dunia.
 Cirebon boleh bangga dengan Sunyaragi!

07. Pelabuhan Kota Cirebon ( tidak bisa saya tanyakan nama ybs karena saya berada dibawah kapal kayunya yang tinggi dan besar sedang ybs ada diatas geladak kapalnya yang saat itu sedang berlabuh dan diperbaiki, tetapi terima kasih tak terhingga atas perkenannya 
memotret kapalnya, sebuah kapal buatan Banjarmasin yang begitu besar dan perkasa dan 100% terbuat dari kayu asli Kalimantan ) . 

Pelabuhan ini juga ada ditengah kota, dan siang itu saya menyaksikan bongkar muat barang barang antar pulau. Sebagaimana Surabaya atau Jakarta, Cirebon memang juga  menjadi salah satu kota tujuan dalam dunia pelayaran, baik untuk bisnis maupun petualangan laut. 

Gedung gedung peninggalan Belanda bahkan Portugis banyak terdapat disepanjang jalan masuknya, mirip sebuah penghentian mesin waktu.

08. Kampung Batik Cirebon, Plered. Beberapa orang yang saya temui disini juga sangat membantu dengan informasi mereka seputar sejarah batik di Cirebon.

Kampung ini terletak sekitar 4km dari pusat kota Cirebon, namanya Plered. 
Disepanjang kampung, kita akan temui aktivitas membatik mereka yang konon semuanya masih 
" mambu dulur " ( seketurunan ) meskipun saya lihat disitu masih ada kesenjangan sosial. 

Sebagian rumah rumah pembatik atau penjual batik itu masih sangat sederhana, tetapi sebagian lain sudah sangat modern dan mewah, sehingga ada kesan Ketidak Setaraan. 
Tetapi semuanya mengusung pesan yang sama, Batik Cirebon, dan ini sangat membanggakan ! 

Kalau Cirebon disebut sebagai kota Mega Mendung juga sangat tepat sebab motif batik bernuansa awan awan yang mendung menjadi ciri khas batik Cirebon yang disebut dengan Mega Mendung. Motif ini adalah " sebagai akibat " persinggungan Cirebon dimasa lampau dengan budaya pendatang yaitu China yang 
dalam perkembangannya kemudian saling berbaur dan menyatu. 

Banyak yang saya temui di kampung Batik ini, semuanya ramah dan murah senyum, sebuah rasa nyaman bagi pendatang seperti saya berada ditengah tengah kampung batik
 yang semula masih asing bagi saya.

09. Bapak penjual Empal Gentong di dekat istana Kanoman. Ada beberapa kuliner khas Cirebon, antara lain Empal Gentong dan Nasi Jamblang dan nasi Lengko.
Semula saya membayangkan " empal " seperti yang saya kenal selama ini, yakni irisan daging yang diberi bumbu tertentu dan digoreng.
 Ternyata meleset jauh, sebab yang dimaksud empal gentong itu adalah semacam kuah gulai berwarna kekuningan yang ada irisan bermacam bagian dari seekor sapi. 

Ada usus, babat, cingur atau kikil, ada hati, ada daging nya dll, yang disantapnya dengan nasi atau lebih afdol dengan lontong. Dan disebuah warung pkl didepan istana Kanoman, 
saya mencicipi Empal Gentong ini plus
 mendapat bonus kisah kisah seputar Empal Gentong dan istana, matur nuwun pak ! Soal rasa, adalah selera, dan yang jelas ini beda dengan rasa gulai, meski tampilan mirip. 

10. Staf HK Bentani Hotel Cirebon, yang selama beberapa hari banyak membantu 
" tetek bengek " yang saya perlukan bahkan pada jam jam
 " diluar normal ", terima kasih.

Cirebon yang merupakan pembauran sekaligus batas antara budaya Jawa dan Sunda, telah merebut hati saya setelah saya mengenalnya lebih jauh dan 
tidak sekedar berhenti di toko camilan atau oleh olehnya.

Sering kita bermimpi mengunjungi negara negara nun jauh diseberang, namun ternyata dinegeri sendiri kita merasa masih asing dan belum cukup mengenalnya. 
Mengapa tidak berkeliling dulu di tanah air sendiri? ( th )

( all photos taken by : th, cirebon january 2014 )

01. rebana asli dari jaman Sunan Kali Jaga
02. gedung negara / karesidenan
03. nasi lengko dan sate kambing
04. kapal modern di pelabuhan cirebon
05. kapal tradisionil dipelabuhan yang sama
06. Bank Indonesia yang cantik
07. empal gentong Cirebon
08. taman Sunyaragi
09. salah satu ruang istana Kanoman
10. juru kunci Sunyaragi
11. J.Co
12. tangga menuju makam Sunan Gunung Jati
13. salah satu tempat hangout di mall Cirebon
14. mempersiapkan empal gentong
15. piring piring antik didinding komplek makam Sunan Gunung Jati
16. batik khas Cirebon, Mega Mendung 
17. bentani




Tidak ada komentar: