Minggu, 19 Mei 2013



 20 Mei, ada apa ?


20 Mei " biasanya " diperingati rutin dengan upacara dan pidato pidato. Cuma itu? Dan sesudah upacara tidak ada lagi yang merasa wajib mengingat apalagi menterjemahkan makna dari apa yang tadi dipidatokan di upacara ?. Boro boro menterjemahkan makna, wong tahu 20 Mei itu hari apa, rasanya sudah banyak yang tidak tahu. " 20 Mei? Itu kan hari Senin! " hahaha, tidak salah tetapi juga sangat salah.

Disebut sebagai Hari Kebangkitan Nasional, maka 20 Mei seharusnya menjadi sebuah starter-line dari suatu perwajahan Indonesia Baru, dengan semangat baru, yang diinspirasikan oleh para tokoh dijaman kebangkitan nasional.

Semangat apa? Yakni semangat Persatuan, Kesatuan dan Nasionalisme meskipun tujuannya saat ini  berbeda. Pada masa itu semangat untuk bersatu adalah guna mencapai impian sebuah kemerdekaan bagi Indonesia. Lha saat ini kita memang sudah merdeka, tetapi ironisnya ternyata  spirit persatuan dan kesatuan serta nasionalisme agaknya masih sangat perlu dibangkit bangkitkan secara terus menerus. 

Pertikaian yang berbau SARA disana sini masih sering ditemukan dan ini memilukan mengingat betapa pengorbanan lahir batin fisik mental yang sudah diberikan pendahulu2 kita, tokoh tokoh perjuangan kita, untuk mewujudkan sebuah Indonesia yang bersatu dan berdaulat.

Tawuran antar pelajar, mahasiswa, suku, aparat / sesama anggota tni, supporter, anggota geng dll dll seolah menjadi hiasan rutin dihalaman depan media cetak dan sosial. Pemerintah bungkam, dan negara seolah " berjalan dengan sendirinya ", sak karep karep mu , kira kira begitu..

Dalam sejarah bangsa ini, diawali dengan berdirinya asosiasi atau persatuan para pedagang " pribumi " saat itu, yang tujuan awalnya untuk mengimbangi dominasi para pedagang cina, yakni Sarekat Dagang Islam 1905 di Pasar Laweyan, Solo, Jateng. Namun dalam perkembangannya, kelompok ini berubah menjadi sebuah organisasi pergerakan dibawah nama Sarekat Islam , 1906. 

Ini dapatlah dikatakan sebagai embrio dari sebuah mimpi besar anak bangsa untuk lepas dari cengkeraman penjajah Belanda saat itu. Pemikiran pemikiran itu mengkristal melalui berbagai perjuangan agar tidak tercium oleh penjajah yang kalaupun akhirnya ada yang terendus maka kita melihat dari sejarah betapa para tokoh tokoh pejuang ini bila perlu harus membayarnya dengan jiwa raga mereka. 

Akhirnya, pada tanggal 20 Mei 1908, berdirilah organisasi Boedi Utomo dengan tokoh tokohnya yang terkenal yaitu:
Sutomo, Ir. Soekarno, Dr. Tjipto Mangunkusumo, Raden Mas Soewardi Sorjaningrat ( yang pada tahun 1922 lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara ), dan dr. Dowes Dekker dll.

Gerakan kebangkitan nasional ini diikuti selanjutnya pada tahun 1928 oleh sebuah gerakan yang mengguncangkan pelangi penjajah di nusantara, yaitu Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Maka keduanya, organisasi Boedi Utomo dan Sumpah Pemuda dijadikan tonggak  penting dalam sejarah perjuangan kebangkitan nasional ditanah air.

Janganlah dibayangkan mudahnya berorganisasi dijaman penjajah, sebagai mana dijaman ini yang sudah serba klak klik, rapat rapat secara bebas, bikin spanduk atau baliho organisasi, website organisasi, pembagian brosur brosur bermuatan politis secara bebas dst dst seperti saat ini.

Untuk sebuah pertemuan saja, mereka harus bermain " petak umpet " dengan penjajah yang tidak ingin rakyat Indonesia bangkit kesadaran nasionalisme nya. Lha lucunya, sekarang ini, justru terbalik balik, isu isu nasionalisme sering diidentikkan  hanya dengan parpol tertentu ataupun kepentingan kepentingan sesaat tertentu karena kita lebih disibukkan oleh  kepentingan2 yang ada dilingkaran perut dan prestige. " Wes gak nasionalisme2an, sing penting urip sejahtera, wong ngrasakno bbm mundak ae wes ngelu ... "  ( Sudahlah tidak perlu repot soal nasionalisme, yang penting hidup sejahtera,  memikirkan kenaikan harga bbm saja sudah pusing ... " , ini ya benar dan juga tidak benar ) .

Jadi sebaiknya bagaimana menyikapi hari Kebangkitan Nasional itu? Maka " mumpung " kita sudah ada di abad jagad media-sosial yang serba klak klik, sebaiknya para pendidik di negeri ini  mulai TK hingga SLA bahkan hingga level PT, memberikan pencerahan lewat website di masing masing sekolah atau PT nya tentang pentingnya sebuah kesadaran nasional akan persatuan dan kesatuan untuk menghindarkan siswa2nya dari    hobi tawuran, anarkis dll. 

Dan mengingat yang dihadapi adalah usia usia remaja " nan sulit alias penuh pemberontakan/ pergolakan " maka beliau2 dapat melibatkan para siswa nya sendiri dalam membuat sebuah sajian menarik tentang isu kebangkitan nasional dihubungkan dengan persatuan dan kesatuan tadi. 

Pencerahan dalam bentuk bentuk animasi misalnya, sehingga para siswa tidak merasa dipaksa atau digurui melainkan dilibatkan dalam sebuah " diskusi nasional " yang meliputi siswa siswa se nusantara. Siapa tahu akan muncul pemikir pemikir muda yang hebat yang seusia tokoh tokoh pejuang dimasanya yang kala itu masih sangat sangat belia? 


Dimanakah spirit persatuan dan kesatuan itu saat ini? Apakah mereka sudah lenyap tertelan Mc Donald, Pizza Hut dll ? Andai saja para tokoh pejuang diatas melihat, betapa seringnya tawuran dan tindak anarkis terjadi ditanah air, mungkin mereka akan menangis karena penjajah dalam bentuk yang lain saat ini merajalela, yakni " adanya rasa bangga yang berlebihan pada kelompoknya ", yang mendorong pada perilaku yang memecah belah persatuan dan kesatuan.

Jadi .. masih perlukah upacara2 Hari Kebangkitan Nasional itu bila diluar lapangan upacara kita masih selalu tawuran apapun alasannya? (  th )

( Foto2 dari dr. Sutomo diambil dari google:
  01. dr. Sutomo
  02. kongres I Boedi Oetomo, 1908
  03. masa muda Sutomo
  04. " poster " alumnus fak. kedokteran STOVIA )




Tidak ada komentar: