Minggu, 10 November 2013



 

 Teras Bumbu yang " lupa " bumbu .. ( ? )

Sebuah pengalaman tidak nyaman saya alami di Teras Bumbu, Jalan Raya Sulfat, Malang. Saat itu hari Minggu siang tanggal 07 Juli 2013, berdua dengan kerabat wanita yang sama sama lagi 
" nyidam " nasi goreng, gara gara di jalan melewati sebuah kedai mahasiswa yang sedang mengantre nasi goreng dengan baunya yang menusuk rasa lapar hehe ..

Maka dalam perjalanan mengantar pulang kerabat ini kerumahnya, kami mampir di 
resto Teras Bumbu Jalan Raya Sulfat . 
Halaman parkir yang luas dan penataan ruang ruangnya yang nyaman sebenarnya membuat resto yang satu ini lumayan untuk ber hangout. 

Pramusaji berusaha mengarahkan kami kepada menu menu andalan mereka seperti Ayam Bakar yang dibakar dalam tabung bambu yang khas  plus menu menu lain yang menjadi andalan TB.

Namun hati sudah kadung  kepingin nasgor maka pesanan dipercepat dengan dua nasgor Jawa dan dua teh botol, maklum perut sudah tralalalala .. Pramusaji tampak kecewa sebab tidak berhasil membuat kami memesan yang mahal " Sudah, cuma ini bu?" ... 

Perkataan " cuma " itu tidak saya pedulikan hingga  akhirnya dua piring nasgor datang di meja dalam tampilan yang " wow " alias porsi ala makanan seorang pengangkut barang di pasar pasar dan nampak tidak tertata sebagaimana harapan saya disebuah resto sekelas Teras Bumbu dan bukan di pkl. ( pkl pun saat ini sudah canggih canggih lo menatanya ! )

Saya berkomentar " wow ... " yang bisa saja diartikan oleh pramusajinya beda, sebab 
" wow .. " juga bisa berarti kagum, suka, surprise .. Tapi " wow .. " saya kali ini saya terjemahkan : kaget, surprise bahwa porsi besar nasgor yang dihidangkan dengan kurang tertata 
dan butir butir nasinya " morat marit " ditepi piring ini mengesankan kurang lebih :
" nihh ... makannn ! " .... 

Kami berpandangan menghadapi sajian ini, dan dengan rasa penasaran mulai mencicipi nya sebab kalau tatanan minus, semoga saja rasanya bisa menutupi minusnya. 
Satu, dua, tiga , empat sendok, masih tidak percaya, saya ambil lagi sendok ke lima, kok sama? Saya campur aduk nasgornya, hasilnya sama : hambar , anyep .... ! 




Lagi, kami berpandangan... Pramusaji yang menghidangkannya saya undang ke meja dan saya memintanya untuk ikut mencicipi dari piring saya. Komentarnya " ... waa ..iya bu, maaf, saya panggilkan yang memasak ?" ... kami setuju. 

Ternyata yang muncul bukan chef, tapi rekan nya yang wanita. " Maaf bu, saya mewakili ... " dan sekali lagi saya persilahkan keduanya mencicipi nasgor yang ada dipiring saya. 
Ekspresinya berubah " Aduh, maaf ya bu, mungkin kelupaan garamnya .... " ... 

Dengan berat hati, saya terpaksa memberi sedikit " kuliah " bahwa kalau 
seorang chef sampai lupa garam, itu sama dengan 
seorang prajurit maju perang tanpa amunisi dan hampir muskil garam dilupakan kecuali 
dengan satu catatan :" sengaja lupa " entah dengan alasan apapun.

Kecewa, kami tinggalkan Teras Bumbu setelah menyelesaikan di kasir, dan supaya sisa nasgor di piring piring yang masih 95% itu tidak lalu di " daur ulang " maka kami berimprovisasi, 
maaf saja, daripada ada pihak lain yang nanti dirugikan.

Apakah karena tadi kami tidak memesan menu mahal yang ditawarkan pramusaji diawal kedatangan dan menu nasgor mengecewakan mereka? Atau adakah alasan lain yang membuat chef dan rekan rekannya " melupakan " bumbunya? Wallahualam. 
Tetapi saya ada tips kecil untuk crew Teras Bumbu yang mungkin dapat dipertimbangkan agar owner dan customer tidak dirugikan dengan hal hal " sepele " seperti diatas :

01. Jangan pernah membedakan layanan kepada pengunjung resto, sekecil atau semurah apapun menu yang dipesan bahkan kalaupun hanya segelas teh ! 
Dari hal hal kecil inilah datangnya hal hal besar dikemudian hari . 
Dan sebagai pramusaji , anda anda tidak ber hak " menghakimi " pengunjung apapun alasannya, sebab kewajiban utama adalah memberikan layanan sebaik baiknya agar pengunjung datang dan datang lagi sehingga rizki anda andapun lancar mengalir.

02. Sesibuk apapun seorang chef, dalam kasus seperti diatas, anda seyogyanya menyediakan sedikit waktu untuk menemui customer dan memberi penjelasan serta secara sportif meminta maaf apabila memang ada kelalaian dipihak anda. 
Chef adalah salah satu pembangun imej tempat anda bekerja, meminta maaf bukan sebuah hal yang memalukan , sebaliknya, akan membuat nilai anda plus. 
Jadi " jangan berlindung " dibelakang rekan rekan anda yang lain.

03. Mengobati kekecewaan customer itu gampang gampang sulit, tergantung. Apalagi kalau kerugian customer itu lebih disisi psikologis daripada materiil. 
Merawat customer agar menjadi loyal-customer itu memerlukan 
kesungguhan hati, ketulusan dan kejujuran ! 
Kelalaian yang tidak disengaja itu bisa terjadi kapanpun, yang penting bagaimana menyikapinya agar customer tidak merasa " kapok ".

04. Makan, itu menyakup dua hal. Kebutuhan perut dan mata. 
Untuk level Teras Bumbu, rasanya anda harus memiliki keduanya karena perut bukan satu satunya alasan orang berselera makan. Sebuah tatanan masakan yang " standar " pun bahkan 
tidak saya temukan di menu nasgor anda, dan bila chef terlampau sibuk untuk menatanya, 
dapat dibantu oleh yang lain sehingga customer tidak merasa 
seperti " kucing " yang menghadapi piring makannya ( foto nasgor disini sudah saya tata ulang sebelum di jepret )
Bila mata sudah lebih dulu jatuh hati, soal rasa dapat dikompromi, 
tapi bila keduanya tidak ada, apa yang harus dinikmati?

Semoga, pengalaman ini hanya terjadi dimeja kami hari itu, 07.07.13 sekitar jam 13.30 siang.
" Teras Bumbu " ... dimana bumbumu ... ?? ( th )

( keterangan foto, all taken by : th )

01. Halaman parkir yang lega.
02. Teras Bumbu, Raya Sulfat, Malang.
03. Kepiting di aquarium.
04. Sebelum dijepret, lebih dulu saya rapihkan tepi tepi nya yang belepot dan tatanan yang semula terkesan " morat marit " , nasgor minus bumbu ... ?

Tidak ada komentar: