saat Kongres Pemuda ke II di Batavia 27, 28 Oktober 1928 hampir berakhir dan pidato pidato penutupan mulai diluncurkan antara lain saat itu
oleh Mr. Sunario, alkisah Moehammad Yamin
" jawil jawil " rekannya Soegondo sambil memberikan secarik kertas yang lalu diberikan paraf oleh Soegondo.
dari tangan Soegondo, kertas " orek orek an " itu diteruskan kepada yang lain dan masing masing membubuhkan parafnya juga disana.
diakhir sesi Kongres, kertas tersebut dibacakan oleh Soegondo dihadapan seluruh peserta Kongres dan dilanjutkan dengan
penjelasan panjang lebar tentang " orek orekan bersejarah " tadi oleh penulisnya Moehammad Yamin.
spirit penyelenggaraan Kongres I tahun 1926 dan Kongres ke II tahun 1928, nampaknya telah terwakili secara utuh dalam tiga baris alinea yang terkandung dalam " orek orek an tadi " yang intinya ( dalam versi asli ) adalah sebagai berikut :
Pertama,
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoewa,
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe,
bangsa Indonesia.
Ketiga,
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
( versi ini dalam perkembangannya, menjadi versi teks Sumpah Pemuda seperti yang saat ini kita kenal )
adalah Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatranen, Jong Celebes, Jong Batak dan lain lain yang saat itu mengimpikan sebuah Kesatuan dan Persatuan agar tidak terkotak kotak dalam kesukuan namun lebur sebagai sebuah kebersamaan yakni Pemuda Indonesia.
dan disebuah rumah pemondokan pelajar dan mahasiswa milik Sie Kok Liong di Kramat Raya 106 Batavia, sejarah mencatat diawalinya semangat kebersamaan ini yang dikristalisasikan dalam ikrar bersama sebagaimana yang ditulis diatas, pada penutupan Kongres Pemuda ke II, 28 Oktober 1928.
ikrar yang tampaknya " hanya " berwujud beberapa baris kalimat,
tidaklah lahir melalui sulap menyulap.
ia surut jauh kebelakang sebelum 1928, dimana kesadaran sebagai
satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa
belum sedemikian mengental dikarenakan situasi penjajahan yang tidak menginginkan tumbuhnya kesadaran nasionalisme patriotisme terutama dikalangan pemudanya.
maka, bila jerih payah para perintis spirit kebersamaan menuju Kesatuan dan Persatuan sebagai sebuah bangsa besar, Indonesia, ini ternyata semakin dilunturkan oleh seringnya tindak anarkis, tawuran, konflik SARA dll ditanah air yang semakin memprihatinkan,
rasanya jerih payah itu kita buang sia sia.
bukan sekedar pembacaan ikrar Sumpah Pemuda dalam upacara upacara yang terpenting, tetapi Semangat itu harusnya kita tumbuhkan pada diri masing masing meski Tanpa Upacara dan tidak hanya tumbuh ditanggal 28 Oktober melainkan menjadi spirit keseharian baik dilingkungan tempat tinggal, tempat bekerja, tempat menimba ilmu dll dll.
kalau kita gagal memelihara spirit ini, mungkin perlu diadakan
Kongres Pemuda Tawuran Indonesia, begitukah ? ... ( th )
( sumber, Wikipedia, foto Kongres Pemuda Ke II )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar