Minggu, 14 Juli 2013



.. sebuah malam dibulan Ramadhan 1434 H..

Minggu malam Senin, 14/15 Juli 2013 jam 01. 17 saat saya mulai mengetik ini. 
Diluar tidak begitu sepi dibanding malam malam bukan Ramadhan, sebab masih ada sedikit suara kendaraan bersliweran yang mungkin para pencari persiapan makan sahur nanti yang tidak memasak sendiri. 

Malam malam Ramadhan memang banyak mengurangi jam tidur yang 
dihari biasa saja sudah begitu sedikit bagi saya. Tidak akan terurai disini tentang apa saja yang saya lakukan pada malam malam Ramadhan seperti ini, biar saja menjadi " rahasia " pribadi saya, yang jelas, " mumpung " pintu itu sedang dibukakanNYA dengan se lebar lebarnya, 
maka tiada  alasan untuk tidak menggapaiNYA ...

Galau? Sedih? Bahagia? Tenteram? Entah, tercampur aduk. 
Apa yang bisa diperbuat seorang manusia biasa yang penuh kekurangan seperti saya kecuali datang kepadaNYA dengan berjuta adukan emosi? Ketika manusia tidak lagi dapat memahami kita, atau mungkin sebaliknya, maka tempat terbaik untuk bersandar dan 
" mengadu " hanyalah DIA. 
Mengadu? 

Apakah hanya disaat sulit kita datang kepadaNYA? Bagaimana disaat bahagia menyergap? Ujian ujian terberat sungguh datang justru disaat manusia dibebat bahagia dan kesenangan, sekecil apapun. Mensyukuri. 
Dan salah satu bentuknya adalah Berbagi Dengan Sesama, sekecil apapun yang bisa kita bagikan, moril materiil.

Sedih, pasti saya juga punya. 
Namun sebuah bayangan lain melintas, dimana kemarin dulu saya  baru saja menjadi bagian dari bayangan itu. Anak anak Panti Asuhan. 
( See : " Anak Anakku , Betapa Engkau Cantik Disaat Engkau Malu, Jari Jari Menutup Mulutmu ? " )

Betapa mereka tidak menampakkan kesedihan, betapa mereka berwajah begitu ceria dan ikhlas, saya malu. Pantaskah yang saya sedihkan ini dibanding dengan kesedihan yang tersembunyi didasar hati mereka karena Ramadhan dilalui tanpa ayah ibunya? 
Pantaskah yang saya keluhkan ini dibanding dengan keluhan yang mungkin ada dalam sanubari mereka karena tidak ada tempat mereka dapat meminta sebagaimana 
anak anak lain yang lebih beruntung? Saya malu.

Wahai, siapakah yang bisa mengetahui air mata mereka yang secara diam diam menembus sarung bantal mereka dimalam malam begini karena ketiadaan orang tua? Sedang saya disini mengeluhkan hal hal yang tidak semestinya saya keluhkan karena " keberuntungan " yang melimpah ini tidak mampu saya lihat dan syukuri? 

Tiap detik yang ada dibulan Ramadhan seolah menjadi pengingat bahwa detik detik itu 
pada akhirnya akan ber ujung dan ber akhir, 
maka tiap detik adalah sangat berharga. Mungkin diluar sana bahkan begitu banyak yang tidak pernah memejam mata dimalam malam seperti ini dan mereka habiskan 
dengan membaca Al Qur'an dan sholat di masjid masjid. 
Alangkah lebih beruntungnya mereka, karena tidak melewatkan tiap kucuran Rahmat
 yang ada dibulan Ramadhan.

Saat ini, sayup saya mendengar suara bacaan Al Qur'an dikejauhan. Jujur saja,
 pada Ramadhan yang sudah berjalan beberapa hari ini bahkan Al Baqarah saja belum saya rampungkan. Lamban? Ya. 
Saya tidak ingin meninggalkan halaman demi halaman tanpa memahami isinya. 
Maka perjalanan yang sangat lamban ini saya ikhlaskan karena tidak ingin sia sia. 

Tidaklah pernah kita tahu, apakah fajar esok hari masih milik kita. 
DIA pemilik segalanya, DIA pula yang menghidup matikan ciptaanNYA, 
maka apabila sesaat didepan nanti yang entah itu bila, saya harus kembali kepadaNYA, saya ingin segenap ruang qolbu ini penuh terisi dengan asmaNYA karena 
titian keselamatan hanyalah melalui itu,amin ..

Ya ALLAH pemilik segala, dengan rasa penuh malu , tolong angkatlah segenap kesedihan yang ada, dan gantilah dengan ketenteraman agar kami bisa lalui malam malam seperti ini
 dengan lebih khusu' . 
Ampunilah hamba dan mereka yang telah menimpakan fitnah tiada terperi ini meski telah hamba coba untuk maafkan, namun tolong angkat kekecewaan yang mendalam ini ..
Amin. ( th )

 ( Gambar dari google )

Tidak ada komentar: