tidak terasa, Ramadhan bahkan sudah lebih setengahnya.
ada ketakutan, kecemasan, bahwa hingga Ramadhan nanti berakhir ternyata
" rapor masih merah " .
maka diantara rem rem ( membaca " e " nya seperti pada kata lem/perekat, supaya tidak salah arti ) itu adalah pengendalian cara saya berkendaraan dijalan. biasanya, apalagi disaat macet, saya suka " mblusuk " memanfaatkan bentuk setrika dari kendaraan yang mini, dan akhirnya lolos dari kemampetan.
tetapi sejak awal Ramadhan, dan juga pada bulan bulan puasa sebelumnya, saya mencoba berjalan " normal " alias tidak mblusuk mblusuk dan
tidak berkeinginan mendahului siapapun.
bahkan saking minggirnya untuk memberi kesempatan yang lain mendahului saya,
malahan saya yang sering mendapat " teguran " berupa klakson.
saya bingung karena menepi dan pelan malah kena tegur meskipun saya juga perhatikan cukup banyak juga pengendara lain dijalan yang seperti saya , dan nasib kami sama, terkena klakson yang lain hehe .. memang serba salah..
agaknya sebagian besar kita sudah terbiasa serba cepat, tergesa dan " menghalalkan " segala cara untuk bisa segera sampai ditujuan, maka berjalan pelan dan normal telah menjadi sebuah gangguan.
jadi bagaimana sebaiknya berkendara dalam bulan puasa? saya tak punya jawaban. saya pikir klakson klakson itu juga merupakan ujian kesabaran untuk membiarkannya saja dan tidak perlu mereaksi apalagi marah, sama sekali tidak beralasan,
sebab salah satu batu ujian Ramadhan adalah pengendalian diri,
bukan pengendalian orang lain .
lalu juga ada ujian lain. bagaimana bila orang lain salah memahami kita dan ini menimbulkan kerugian moril dipihak kita? jengkel, sebel, marah? itu wajar karena kerugian moril itu sulit dinilai secara materiil.
apakah perlu berteriak sekeras kerasnya pada dunia?
Ramadhan bagai sebuah pembalikan logika.
rasa " mendidih " dalam hati karena kemarahan, dicoba untuk
dibawa kesebuah kran.
ketika semua yang wajib telah terbasuh, terakhir adalah mukenah dan sajadah.
disanalah " kemarahan " tertumpah,
disanalah kekecewaaan mencari jawabnya.
tidaklah mudah karena menurunkan temperatur panas, bak sebuah cerek mendidih yang airnya sudah meggelegak dan harus ditunggu
hingga airnya lebih siap diminum
dalam temperatur yang pas. demikian pula hati.
nyatanya, temperatur itu sangatlah perlahan turunnya, bahkan nyaris tidak turun turun hingga akhir sujud yang kedua.
" wahai, ampuni hamba dan mereka,
sungguh mereka tidak tahu apa yang dilakukannya.
fitnah yang teramat berat ini biarlah
hamba tanggung, asalkan
Engkau ampuni mereka " ... setetes setetes temperatur mulai turun ..
tidak drastis namun telah tersisa 1/3 nya diakhir ruku' ...
maka sungguh keduanya seolah mirip,
berkendaraan dalam 20km/jam dan mendinginkan cerek yang mendidih ,
keduanya menuntut kesabaran,
kesabaran ditegur klakson klakson dan kesabaran menggapai kesejukan jiwa yang tidak teraih secara spontan dan drastis .
andai saja Ramadhan itu setiap hari,
andai saja saya memiliki kesabaran yang sama setiap hari,
wahai jiwa jiwa yang mendidih karena amarah, semoga Engkau ampuni ..
( th )
( gambar dari denverpost.com, Aurora Borealis,terjepret di area Cripple Creek, Alaska
salah satu dari sekian milyar keajaibanNYA )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar