.. " 50 Ways To Say Goodbye " ..
kemarin dulu disebuah kedai mie yang
terbilang gres di Jalan Bandung , Malang
( segera akan saya tulis tentang kedai ini di blog
yang sama ) , saya mengobrol dengan seorang
ibu tunggal yang putrinya masih duduk di SMP .
seperti " lazimnya " ,
saya hampir selalu " di ibu kan " oleh mereka yang
butuh curhat dan kebetulan mereka bisa lebih terbuka
kepada saya dibanding kepada
ibu mereka sendiri . mudah ditebak ,
persoalannya masih seputar rumah tangga .
aduh , siapa sih didunia ini yang tidak punya
masalah disitu ? kata para pinisepuh dulu ,
hidup ini Sawang Sinawang bahwa
rumah tangga di A terlihat selalu hepi ,
rumah tangga si B selalu nampak rukun rukun ,
rumah tangga si C adem ayem dst dst . benarkah?
bisa saja benar . tetapi yang tahu persis tentu saja
yang menjalani dan kemarin dulu saya harus mau
mendengarkan " pembedahan " dari
sawang sinawang ini .
tentu saya selalu terikut prihatin ketika saya harus
memberikan atau tepatnya diminta urun pandangan
pada sesuatu masalah rumah tangga .
apalagi jika lawan bicara saya mulai merembak matanya ,
wah .. rasanya tertular sedih .
malah ikut " mewek " , jadi saya harus terlihat kuat !
berpisah memang tidak mudah apalagi jika
sudah beranak pinak . untuk sampai pada kata
" cerai " pun tidak mudah kecuali bagi mereka
yang punya hobi gontaganti .
ada yang bahkan butuh ber tahun tahun hanya
untuk sampai pada perpisahan yang sesungguhnya
terutama secara emosi alias keberanian untuk
melangkah sendiri dan syukur syukur bisa
segera move on !
pertanyaan yang diajukan pada saya adalah :
bagaimana cara memberi tanda tanda bahwa
kita menginginkan perpisahan dan supaya tidak
terkesan drastis atau " mentoloan " kata orang jawa ?
tentu pertanyaan ini tidak mudah saya jawab
sebab saya tahu bahwa " tanda tanda " yang dia
maksud itu justru menurut saya justru menyakitkan .
bahasa jermannya itu begini :
" lebih baik langsung mak del atau mak jret saja "
daripada ber dikit dikit yang menyakitkan !
bayangkan saja kalau orang menyembelih sapi atau
kambing ber dikit dikit ,
apakah tidak tambah menyiksa ?
ternyata saya didebat :
" lho kan kasihan .. pasti kaget atau mungkin
malah marah " ? . saya jawab :
" ya itu juga tergantung bagaimana cara
menyampaikannya .. tentu dengan cara yang baik dan
mengedepankan logika dibanding emosi
sehingga ybs tidak merasa direndahkan " .
melansir lagu 50 Ways To Say Goodbye ,
menurut saya itu keterlaluan !
mari kita bayangkan 50 cara pelan pelan mulai dari
jarangnya membalas teleponnya , WA nya ,
tidak menyiapkan keperluannya ,
mulai mengacuhkan peristiwa2 pentingnya seperti
ultah dll , tidak merespon pembicaraannya ,
bahkan mulai memblokir atau
unfollow IG nya , FB nya dll ... weleh weleh ...
lebih parah bagi suami isteri adalah
perpisahan ranjang yang ber bulan bahkan tahun !
susah amat dan mbulet dan tidak ada upaya
mediasi baik kerabat maupun konsultan .
mengapa tidak berbicara langsung sebagai
dua orang dewasa yang siap menerima ketidak
nyamanan dari pasangannya dan siap menerima
konsekwensi dari pilihan hidupnya untuk berpisah .
berat ? so pasti diawalnya .
tapi lha untuk apa ber lama lama tidak hepi dan
tidak ada lagi kesesuaian dan saling bermain drama
sebagai pasangan yang bahagia padahal
didalamnya amburadul ?
disisi lain ,
amatlah beda jika perpisahan itu dikarenakan
hal hal diluar kendali mereka dan bukan karena
sudah lunturnya sarung ee .. cinta , misalnya saja
karena perbedaan keyakinan yang
mengharuskan mereka berpisah ,
maka kalau itu sih boleh jurus
50 Ways To Say Goodbye , karena pada dasarnya
mereka saling cinta !
mbulet ruwet karena dalam kasus ini mereka
sebenarnya sulit berpisah dan lebih memilih bahagia
meski secara fisik tidak mungkin bersatu .
lho ini bukan DraKor lho , ini hanya untuk
pembanding saja bahwa perpisahan itu bisa karena
adanya ketidak sesuaian karakter dan atau
karena kaidah kaidah tertentu yang tidak dapat
dikompromisasikan seperti
perbedaan keyakinan / agama misalnya .
akhir pembicaraan kami siang itu ,
saya bahkan tak yakin bahwa lawan bicara saya
akan mampu menuruti saran saya untuk
" mak jebret atau mak del " tadi ,
saya yakin dia lebih memilih 50Ways To Say Goodbye
dari Train yang ruwet mbulet ..
tentu saya tak dapat memaksakan saran saya ,
karena bagi saya ber lama lama dalam situasi unhappy
lebih menyiksa daripada
" mak del atau mak jebret " berpisah dan tidak
membuang waktu untuk menyiksa diri sendiri ..
saya tahu diantara pembaca mungkin ada yang
berkomentar " sadis nih .. " , percayalah bahwa
jika ada luka membusuk di kaki karena diabetes itu
lebih menyiksa jika masih dipertahankan ber lama lama ,
mengapa tidak langsung diamputasi untuk kemudian
dijaga baik baik dengan mengatur pola makan dll
agar tidak terjadi luka lagi ?
tetapi pembaca memang punya pilihan ,
sebagaimana teman bicara saya tadi ...
( Titiek Hariati , 29.06.22 )
gambar dari google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar