Kamis, 06 Agustus 2009

" BERGENDONGAN DALAM DAMAI "






Dalam waktu kurang dari sepekan, Indonesia kehilangan dua seniman besarnya. Mbah Surip dan WS Rendra, meski keduanya berbeda aliran dan jurusan. Tulisan dengan judul " I Love You Full.....!!" sudah "tayang" di kabarindonesia.com.
Tetapi yang khusus untuk si burung merak, memang belum saya buat karena keburu ingin berbagi di blog ini. 

Lima belas menit yang lalu seorang teman menelpon panjang lebar khusus mengenai kedua seniman ini, maklum, mengobrolkan masalah masalah seperti ini memang tidak semudah obrolan tentang telo goreng dan perlu teman atau kerabat yang sama sama berminat di topik itu. Kalau tidak, salah salah telepon bisa di tutup....

Sebagai konsekwensinya, saya harus melayaninya ber menit2 yang ternyata hampir 63 menit.. Antara lain begini ( karena tidak direkam, pasti ada beberapa yang tidak 100% pas, dan kalau teman yang menelpon membaca dan ingin mengoreksi ini pasti sangat dipersilahkan):

" Lho mbak, mbah Surip itu kan populernya belakangan ini, tapi kok melebihi yang sudah duluan populer. Jangan jangan bukan karyanya yang membuat dia sangat dikenang ya? "
( Saya kesulitan menjawab, lha wong dengan kedua seniman ini saya babar blas belum pernah secara langsung mengenal dekat kecuali menonton " mas Welly " beberapa kali, itupun duluuuuuuuuuuu jaman2 kuliah di Yogya... maka saya coba menjawab agak hati2 : )

" Mungkin ya mungkin bukan. Yang jelas, manusia dikenang secara utuh..."
" Utuh gimana? "
" ( Aduhh.. pagi2 diajak berfalsafah begini ini terasa berat, sebab memang jamnya kurang pas )
Ya, utuh itu sebagai manusia, ya kadar ke profesionalitasnya, ya kadar pribadinya, ya kadar kadarnya yang lain gitu mungkin...."

" O.. jadi seniman seperti mbah itu nggak cuma dilihat Tak Gendongnya ya, tapi juga si mbah sebagai sosok manusia? Berarti mbah itu luar biasa ya, lha wong dikenang , dicintai dikangeni ribuan bahkan mungkin jutaan orang....?"

" Ya kira kira begitu...." ( saya khawatir dia mengejar dengan pertanyaan lain lagi )
" La tapi.... " ( aduh, mati aku !, dilanjutkan ) ..... gini mbak, biasanya orang yang meninggal dengan begitu dikenang dan dicintai banyak orang itu yang spiritual-life nya berkwalitas to ?"
( Aduh, sekarang pertanyaannya malah kearah lebih berat, saya jadi lebih ber hati2 menjawab )

" Maksudnya apa seseorang itu HARUS TAMPAK dihadapan orang lain rajin beribadah, rajin ke masjid atau gereja atau vihara dan lain lainnya begitu? Sehingga dia ber hak berpredikat Cum Laude dalam kehidupan spiritualnya?", tanya saya.
" Ya mungkin gitu salah satu nya...." ( teman tersebut malah suaranya mendadak ragu2 )

" Begini saja, saya sangat takut menilai seseorang dari LUAR nya, istilah ngepopnya : menilai buku dari covernya! Dan kembali ke mbah tadi, saya pikir TIDAK ADA satupun manusia yang ber hak dan mampu menilainya dalam soal ini, karena itu adalah sepenuhnya " urusan yang sangat personal " antara si mbah dan penciptanya...lho hallo?" ( kok disana hening... )

" Ya mbak, aku mendengarkan...." ( O...saya kira putus )

" Pengalaman saya pribadi mungkin dapat saya share. Saya dulu pernah bekerja disebuah tempat yang memang ruang untuk beribadahnya terbatas, kecuali kita mau berjalan kaki sekitar 100 meter untuk menuju ruang ibadah yang lebih layak. Saya memilih yang terbatas saja, bahkan saya paling suka bergelap gelap dibelakang pintu ruang menyimpan file file yang sempit.
Seorang teman menegur kenapa tidak ke seberang yang 100 meter itu saja sebab disana leluasa dan lebih "layak".....?"

" Ya kan lebih enak to mbak?", teman menimpali.
" Saya percaya, Tuhan mendengar doa kita dari sudut manapun bahkan yang tergelap . Saya takut bila saya berjalan 100 meter ketempat yang layak tadi, nilai rapor saya justru merah, karena saya pasti akan berpapasan dengan banyak kolega atau teman yang mengetahui tujuan saya memasuki gedung sebelah yang berjarak 100 meter untuk sholat, dan saya paling takut
Tuhan mengetahui hati terkecil saya yang berniat pamer beribadah ini..."

" Lho..la kalau orang ke masjid itu bagaimana?"
" Ya itu lain, sebab kebanyakan kita bertemu dengan orang2 yang tidak kita kenal kecuali masjid di perumahan kita..."
" Hm, jadi maksudnya, nggak perlu ya mbak di pamer2kan? "

" Ya tidak, karena akan sangat menumbuhkan arogansi bahwa " kita lebih baik dari orang lain "
aduh... padahal hanya ALLAH SWT yang berhak menilainya....."
" Lha kembali ke mbah Surip tadi, mbak melihatnya pasti dari sisi kwalitas pribadinya to yang menonjol?"

" Saya bukan orang yang berwenang menghakimi. Yang jelas ketika sedemikian banyak orang membicarakan ketulusannya, kehangatan dan kesetiaannya dalam berteman, kesederhanaannya dan kerendahan hatinya, maka buat saya karya karya mbah yang lebih nyata adalah PESONA PRIBADInya!" ( aduh, akhirnya saya " terjebak " juga ! )

" Yaya...agak jelas mbak, soal yang lain lain tadi sebaiknya kita serahkan yang diatas ya?"
" Oalaaa... ya iyalah, kita ini apa dan siapa kok berani2nya menghakimi orang lain? Andaikan pun kita sudah lebih baik dari orang lain ya ucapkan saja alhamdullilah dan doakan semoga orang lain segera mendapat hidayahNYA, dan tidak perlu ribut ber gosip2 kesana sini menyebar luaskan kwalitas spiritual seseorang yang sebenarnya kita sungguh awam karena yang terlihat adalah permukaan dari gunung es......"

Nanti kalau kecelik gimana, bahwa orang yang kita anggap tidak berkwalitas kehidupan spiritualnya malah ternyata lebih mumpuni dari kita?
Siapa teman atau kerabatmu yang tahu bahwa engkau bangun tengah malam, berwudhu dan bersholat tahajud atau wiridzan hingga subuh?
Siapa teman atau kerabatmu yang tahu bahwa engkau rajin mendoakan musuh musuhmu agar diampuni dan diberkahi?
Siapa teman atau kerabatmu yang tahu bahwa engkau menangis karena mereka menghakimimu sedemikian kejam padahal mereka tidak mengenal kwalitas spiritualmu yang jauh dari ria?
Siapa teman atau kerabatmu yang tahu bahwa engkau dicintai sedemikian banyak anak anak yatim piatu karena aliran cintamu untuk mereka yang tanpa batas?
Siapa teman dan kerabatmu yang tahu bahwa engkau selalu ada untuk temen2mu yang dalam kesulitan?
Siapa teman dan kerabatmu yang tahu bahwa tengah malam engkau membaca Al Quran sambil sesenggukan karena takut dan bergetar hatimu?
Hallo...hallo...?"

" Waduh mbak, manusia memang kejem yo?"
" Bukan kejam, hanya mereka TIDAK TAHU. Tidak tahu apa yang ucapkan, tidak tahu apa yang diperbuat. Itu saja. Dan sering menilai itu hanya yang tampak luar, itu saja..."
" Aku mulai paham mbak, mengapa mbah Surip begitu disayang...."
" Semoga. ...."
" Tapi ( lho, masih ada lagi?)......kenapa ya orang2 memang cenderung membaca yang tampak saja?"

" Manusia pada dasarnya senang yang mudah2 dan tidak ruwet. Jadi yang kasat mata itu lebih dijadikan ukuran daripada yang sulit2 digalinya karena dia berada dalam kolam iman jauh didasar hati seseorang. Juga mungkin latar belakang setiap orang itu berpengaruh.."

" Wah kalau mulai bahasan psikologis, aku seneng mbak.."
" Ini bukan itu, tapi sederhana saja, orang kalau BALANCE pasti AMAN, aman buat dirinya dan orang lain. Tidak balance itu macam2. Mungkin secara fisik dia merasa kurang, misal kurang mancung alias pesek seperti saya, kurang tinggi, botak, atau apalah. Terus kurang disegi yang lain lain, sehingga dia ingin "menyeimbangkannya" dengan memberikan kritikan2 tidak membangun , selalu menemukan kekurangan orang lain, mencela dan semacamnya. Pribadi yang balance itu umumnya selalu positif bahkan pada orang yang negatifpun dia selalu bisa bersikap positif dan bersahabat.... Enak to, Mantep to?"

" Yayaya... saya ini balance ta mbak?"
" Yang paling tahu ya situ sendiri, saya tidak berhak menghakimi, tapi selama pertemanan ini kok rasanya okay okay saja, berbeda pendapat itu kan biasa, tapi kita awet berteman to?"

( Pembicaraan kami berakhir setelah didepan pager mbok sayur teriak2 sayurrrrrrrrrrrrrr dan saya harus pamitan karena hari Jum'at ini saya mempunyai dua agenda juga, nanti malam ada tahlilan kerabat dan siang ini sebelum Jum'at an ada urusan paspor, enak to...? )
Selamat jalan mbah, juga selamat jalan si burung merak, I Love You Fullllllll........!! ( TH )

Sumber gambar :

http://dwikisetiyawan.files.wordpress.com/2009/08/karikatur-mbah-surip.jpg
http://mepow.files.wordpress.com/2009/08/ws-rendra1.jpg

Tidak ada komentar: