Kamis, 08 November 2012




 "Paris van Java "

Bicara tentang predikat Paris van Java, ada dua kota di tanah air yang layak mendapatkannya, Bandung dan Malang. namun predikat itu diberikan oleh " penguasa " jaman kolonial karena keduanya memang layak, selain udaranya yang dingin, nyaman, bersih dan view nya yang indah berlembah lembah.

Itu duluuuu ... Bicara Malang saat ini, rasanya predikat itu sudah tidak sesuai.
Malang saat ini lebih pas dengan sebutan kota " baliho, spanduk, ruko, macet, panas, bising, dan polusi tinggi " ... bagaimana dengan Bandung? 

Maka saya yang semasa remaja dulu pernah bergabung disebuah majalah fashion dan musik di Bandung serta beratus kali pp Jakarta - Bandung tetapi kemudian meninggalkan Bandung selama berbelas tahun, dan baru dalam lima tahun terakhir ini mendapat kesempatan menengok Bandung beberapa kali, rasanya Bandung pun mulai berubah . Berubah kearah mana? 

Sempat cemas juga melihat Bandung yang mulai " seperti Malang " yakni penuh dengan baliho, ruko dll. Wow .. dimanakah sebenarnya Paris van Java yang dirindukan banyak orang?

Namun dalam kunjungan ke Bandung kali ini, disisi lain saya masih berlega hati melihat bahwa Bandung ternyata masih mempertahankan cukup banyak gedung gedung maupun bangunan bangunan lama jaman kolonial baik yang bersejarah maupun hunian hunian pribadi. 

Bahkan disebuah jalan yang saya lupa namanya, saya seolah diseret mesin waktu karena 95% disitu masih 
" berwajah tempo doeloe " . Gedung gedung dan rumah rumah pribadi yang berwajah kolonial itu masih terlihat sangat kokoh dengan halamannya yang sangat  luas dan terawat. 

Bahkan saat melewati Gedung bersejarah dimana konferensi Asia Afrika yang melambungkan nama Indonesia dimata internasional, seolah saya masih bisa mendengarkan gegap gempitanya peserta konferensi yang fenomenal itu !

 Saya mencoba hunting foto ke menara Gedung Sate yang konon " serem " tetapi waktu membatasi, sehingga tertunda entah sampai kapan. 
Rasanya dalam hal pemeliharaan dan pelestarian bangunan bangunan bersejarah maupun kuno, 
Malang tampaknya lebih " brutal " karena penghancuran gedung gedung dan hunian hunian pribadi yang jadul dan bersejarah  seolah tidak mempedulikan perlunya kelestarian sejarah 
demi kepentingan anak cucu.

Konyolnya, gedung gedung penggantinya yang " modern " adalah sama sekali tidak memiliki benang merah dengan gedung aslinya sehingga sejarah menjadi terkoyak oleh beton beton gersang yang 
tidak punya nilai apa apa kecuali nilai konsumtif  yang mengajarkan kepada anak cucu 
untuk rajin berbelanja.

Ayooo kembali ke Braga .. 
Jalan jalan saya lanjutkan dengan tujuan ke II setelah hunting foto, yaitu mencari resep resep mamin jadul yang konon masih banyak bertebaran di pusat pusat kuliner Bandung. 
Tuan e.. nyonya rumah membawa saya kesebuah bakery yakni " Rasa Bakery  and  Cafe " yang konon masih menyisakan resep jadul untuk sajian ice cream dan kue kuenya.

Mungkin kalau di Malang bisa dibandingkan dengan toko OEN meskipun cafe ini sudah tertata lebih modern dibagian dalamnya. Terus terang saya kesulitan membedakan rasa jadul dan modern,
 lha " wong " dijaman ini rasa dapat dijadul jadulkan tanpa harus memakai resep asli, tetapi demi menghormati tuan e.. nyonya rumah yang mengundang saya, sayapun memberi compliment pada sajian yang ada didepan saya hehe ...

Hari hari di Bandung saya tidak ke pusat pusat fashion melainkan kuliner, karena tas mini saya juga sudah cukup memenuhi kebutuhan baju dan celana.Seperti biasa, 
yang standar adalah jeans dua lembar, T Shirt dua itupun hitam dan coklat ganti berganti, dua kemeja kotak2 ( pun ini bukan karena Jokowi hehe  ... ) dan dua pasang busana formal.Lho? 
Iya karena agenda saya juga mengharuskan saya menghadiri pernikahan seorang keponakan, maka tidak ada tempat lagi yang tersisa di tas, seperangkat selop dan sepatu sudah memadati sisa ruang yang ada. 

Kamera dan tetek bengek ID cards termasuk paspor tertenteng dibahu. Sepatu atau selop itupun 
" terpaksa " dibawa, karena saya terlanjur " dikontrak " sebagai MC dipernikahan itu, termasuk  " kontrak " lain yang sudah menanti saya yaitu MC ( lagi ) dipernikahan keponakan yang lain 
di Malang akhir Nopember ini.

Lagi laris? Sebenarnya saya sudah menolak keduanya dengan alasan :
" cari yang masih kinyis kinyis wong MC manula itu  tidak menarik " dijawab : " yang muda ngga punya vocal seperti yang manula dan ini masalah jam terbang " , waa bisa aja menggombali saya ..
 ( Yang terjadi kemudian malah " MC Plus " yaitu saya beri bonus kepada mempelai dengan satu nomor jazz Misty, sebagai ganti kado saya hehe ... ) Kalau bukan keponakan2 sendiri saya tidak bakal memberi bonus, 
" sumpah " ! ( sumpah apa nee hehe ... )



Lho ngelantur lagi? Sampai mana tadi? Oya wisata kuliner saya lanjutkan esoknya di Atmosphere Resort Cafe, Lengkong Besar 92. Sebetulnya ini kali ke 3 saya kesana. 
Yang saya suka memang atmosphere nya, sesuai namanya. Bangunan serba kayu  ini ditunjang oleh arsitektur nya yang memang sangat artistik plus live-music nya yang 
80% adalah lagu2 masa kini.

Selama mereka masih berkutat di lagu2 dari Sammy, Glenn, Afgan, Tompi, Pinkan, Agnes dll saya masih nyaman kecuali ketika sudah mulai menyeberang ke Korea, 
saya tiba2 merasa " tua " alias mulai merasa 
" tertinggal " hehe ...Tak banyak yang bisa saya uraikan tentang menunya, 
kecuali dengan satu kata " as usual " , skala 1 -10, ada di 7.5 ...
 Di meja saya ada daging sapi, ikan laut dan ayam plus salad dan lalapan, jadi apa yang bisa saya jelaskan kecuali atmospherenya yang memang layak diacung jempoli? Untuk atmosphere adalah 8.5.

Hummins Bird adalah lokasi kuliner yang berikutnya  dan terletak dikawasan padat kuliner. 
Mencari tempat parkir  adalah salah satu tantangan nya. Tapi demi sebuah pengalaman kuliner , saya rela ber sulit sulit memarkir kendaraan. Terus terang mengemudi di Bandung  membuat saya menjadi lebih 
" jinak " karena kurang memahami medan plus keingin tahuan tentang Bandung membuat 
saya sebenarnya lebih suka menjadi penumpang daripada pengemudi hehe ..

Cafe yang satu ini punya keunikan. Mirip memasuki sarang burung , disebelah luar cafe kita langsung sudah disuguhi bangunan mirip sarang walet. Ruang yang di sebelah dalam dinding2nya terdiri dari puluhan sangkar burung yang tertata unik. Dan burung burungnya adalah kita, para pengunjung hehe ..

Menu ditulis diatas " sabak ", sejenis papan hitam yang biasa dipakai anak anak sekolah jaman dulu, bisa dibilang " iPad Jadul " hehe .. Saya lihat hampir semua sudut dan meja terisi penuh dan 
suasana memang ramai mirip sarang burung dimusim kawin.

Tiga macam menu terhidang, satu ala Thailand, satu Eropa dan satu lokal. Sayangnya tidak satupun berbau aroma burung, mungkin saya ( lagi2 ! ) kurang pandai memilih menu yang khas Hummins ? Mustinya saya memesan sup burung walet atau steak puyuh ..

Wisata kuliner berikutnya adalah jajanan PKL. 
Jangan ditanya, sebab disoal rasa mereka mungkin lebih jawara.  Beberapa hari di Bandung saya diserang dengan sarapan yang khas Bandung secara bergantian : lontong sayur, tahu lontong , batagor dan tentu saja bacang Bandung. Terus terang saya merasa lebih akrab dengan menu menu ini karena selain rasa,
 juga saya bisa santai menikmatinya tanpa melepas pijama tidur saya hehe ...


Diantara hari hari penuh petualangan kuliner itu, saya juga menjalani petualangan " spiritual " melalui musik  yang bak  sebuah obat ajaib 
musik mampu " menyembuhkan " . 

Ya, tiada hari tanpa musik, dan sebagai salah satu anugerahNYA yang terindah kepada peradaban manusia, musik telah sedemikian menyatu dalam denyut nadi saya 
( waaa ...... kok jadi ngelantur lagi? ) .


Didukung mereka mereka yang penuh bakat didekat saya, 
hari hari penuh musik di Bandung itu akan saya kenang sebagai " terapi indah " hehe .. Bagaimana tidak, " wong " bangun pagi sudah ting tong, 
sampai mau tidur malam juga masih ting tong .. 
andai saja dunia dipenuhi suara musik dan bukan suara amunisi dan roket roket ...

Meninggalkan Bandung menuju ibukota melewati Puncak sayangnya  tidak tampak kecantikannya karena ditelan awan gelap sunset . 
Ada sederet nama yang saya ingin sampaikan terima kasih atas kemanjaan yang diberikan kepada saya selama di Bandung, ini : 
mbak Nunik, Irene, Dwiky, mas Bagus, pak Asep, pak Rahman, mbak Mi, dan Anggie berikut lima kucing yang manis manis .. 

" Bila awan gelap masih saja bergantung dan murung , 
semoga selimut malam akan menepisnya di fajar pagi " .. (  th  )

Keterangan foto ( all taken by th ) :

01. Papan nama pusat belanja Paris van Java
02. Salah satu sudut di Paris van Java
03. Shopping area Paris van Java
04. Evita Peroni, terinspirasi nama Evita Peron " Don't Cry For Me 
       Argentina " ?
05. Jembatan di tengah kota
06. Hummins Bird Cafe, salah satu tempat hangout yang asekkk ..
07. Steak ala Hummins Bird
08. Card Menu, dari " sabak " alias " iPad jadul "
09. Studio musik pribadi
10. Du ( you )
11. Rasa Bakery
12. Salah satu minuman khas di Rasa Bakery
13. Pastry di Rasa Bakery
14. Atmosphere Rasa Bakery












Tidak ada komentar: