Rabu, 06 Mei 2015








.. " Antara Sembako dan Putussibau " ..

saya termasuk sering membeli tetek bengek ditoko " pracangan " yang satu ini. selain dekat rumah juga menurut saya harga2 disitu normal, tidak berusaha untuk melonjak sendiri .. 
namanya pracangan, ya beras, gula, minyak dll yang sebangsa setanah air . 
mengapa tidak di supermarket saja yang sejuk dan nyaman ? tidak perlu , sebab saya tidak memerlukan belanja " sak ketapruk " karena jumlah orang dirumah juga tidak " sak ketapruk " .. bahkan kalau pas malesnya datang,
saya lebih suka ke warung pecel dekat rumah juga, dan membungkus praktis untuk sarapan/ makan siang, lho simpel to ? jadi hidup memang harus tidak dibuat ruwet hehehe ..
kemarin saya sedang butuh telur dll ditoko pracangan itu . 
si penjual yang sudah saya kenal baik sekeluarga, menyapa ramah " waa, cukup lama tidak kelihatan ya ? " ... saya tertawa, dan merasa tidak perlu menjelaskan alasannya sebab ndak enak 
kalau cerita ini itu yang tidak menarik bagi orang lain . 
" telur 1 kg yaa ... " saya berkata sambil akan memilih telur ...
 tiba tiba " mbak, cerpen saya sudah muncul lho, sebentar ya tak ambil kan ... " .... oooo ... tak lama ybs keluar membawa 3 halaman koran nasional yang memuat dua cerpennya dan
satu essaynya, wow .. inilah kalau bertemu novelis, cerpenis , yang meskipun
dibelakang karung karung sembako, tetap saja ia adalah penulis !


 " dibawa saja mbak nggakpapa kok, besok atau kapan kapan saja dikembalikannya ... " oooo ... saya disodori kresek yang sudah berisi 1 kg telur, jadi saya batal memilih sendiri telurnya dan 
obrolan melompat kemasalah tulis menulis ..
 tetapi karena ada dua pembeli lain yang tiba2 masuk tokonya, sayapun berpamitan sambil mengepit koran2 tadi .. " anu mbak, yang satu ini saya pakai nama istri saya ... " , ooo ... 
dan hanya berselang 15 menit sesudah obrolan tadi ke 3 kliping tadi sudah habis saya lalap isinya .. gaya nulisnya masih sama, tidak di bagus2kan,  lurus saja, 
bahkan terkadang seperti kalimat kalimat " biasa " yang tidak ruwet atau di ruwet2kan . 
beda dengan cerpen2 yang kalau saya baca disebuah koran nasional yang berkantor di bekas kantor saya juga dulu, di Palmerah Selatan Jakarta,
rasanya dikoran itu cerpennya " berat berat " dengan bahasa pluntar pluntir yang memusingkan dan butuh sedikit renungan bahkan cara pikir filsafati ..
 lha adapun cerpen si " penjual sembako " ini terkesan " biasa biasa " namun barangkali PESAN dikontennya itu yang beda ! pesan itu menurut saya Juga Biasa Tapi Sudah Banyak Dilupakan Orang, maka cerpennya itu menjadi semacam Pengingat Kepada Kita. 
wes itu saja menurut saya.
 jadi kalaupun saya harus mengomentarinya dalam kalimat pendek ,  paling paling  adalah
 " Standar Yang Tidak Standar " ... maka silahkan dipahami sendiri2.
berkutat setiap hari dengan urusan beras, gula, minyak, kopi dll adalah sebuah Kewajiban Terhadap Roda Kelangsungan Hidup Keluarga  ketika atau disaat pilihan untuk 
Hidup Sebagai Penulis BELUM teraih sepenuhnya . 


banyak penulis yang tiba tiba melejit hanya karena Satu Karya yang meledak ketika karyanya  ditata ulang menjadi Film ataupun Sinetron dll .tetapi juga banyak yang sudah menghasilkan 
ratusan karya namun belum mencapai Tambang Emas nya sebagai penulis !
maka diam diam, saya mendoakan bahwa satu saat yang tak terlalu lama lagi, cerpenis/ novelis yang saat ini masih " terjebak " dibelakang karung karung beras dll ini akan muncul kepermukaan 
sebagai salah satu bintang di lazuardi, aminnn ...
 bincang bincang di toko pracangannya adalah bincang bincang diluar sembako, dan sayapun maklum bahwa penulis memang tak bisa dibatasi oleh karung karung beras dan apapun 
yang mengurungnya 24 jam dalam sebuah lingkaran yang 
bernama Tanggung Jawab !
hidup memang mirip sebuah novel, ada lakon disana, ada pemeran utama dan pembantu, ada pemain dan penonton .. tinggal tergantung kita memilihnya, 
mau sebagai apa ..
naa, .. selamat berkarya " mbak Irma " ... terima kasih sudah repot repot mencari kliping2 itu untuk dipinjamkan pada saya ... ! menulis memang sebuah pengembaraan tanpa batas 
budaya, negara, ras maupun agama,
ia berkelana bebas dan lepas tanpa ada yang mampu merantainya meskipun satu saat 
ia bisa saja " mematikan  dan dimatikan " ketika tulisan itu menikam 
rasa terindah manusia, martabat !
maka menulis memang harus  tetap memakai baju  Rasa dan Etika .. !
( th ) 

 
( photos by : th , Mei 2015 )
  (  cerpen dan novel ini sebagian dari karya Orang Yang Sama tetapi berganti nama nama, ini sah sah saja sebab seorang penulis kadang suka " menjajal " selera penerbit dengan 
nama nama samaran untuk menghindarkan " kejenuhan " penerbit pada
 nama yang sama meskipun bila melihat KTP nya bisa sajapenerbit " kecele " , 
dunia menulis memang borderless )









Tidak ada komentar: