sedih dan prihatin, hanya dua kata itu yang bisa saya temukan menyaksikan, mendengar dan membaca betapa dua kubu Capres saling " membuka borok " .
dari sisi kwantitas Capres, mestinya pilpres 2014 ini jauh lebih praktis, simpel dan mudah,
sebab capres hanya dua dan mestinya semuanya juga akan jauh lebih sederhana karena
" kalau nggak yang itu ya yang itu " .
ternyata dugaan meleset. dibanding jaman pilpres yang sudah2 dimana capresnya lebih dari dua, koq kali ini rasanya " lebih emosional " dan " panas " padahal ini bulan Ramadhan.
saling klaim sebagai pemenang, saling mencari cari celah kekurangan dan saling cela.
mungkin itu memang dibutuhkan dalam sebuah laga politis, tetapi terkadang ada hal hal yang sudah melampui batas etika ketimuran.
belum lagi timsesnya yang komentarnya lebih pedas dari capresnya, maka mediapun makin terbelah belah antara pro yang ini dan kontra yang itu dan pemirsa boleh dibuat geleng2
sebab menyaksikan dan mendengarkan TV misalnya,
seperti dibuat bingung " iki sing endi sing bener " ?
semuanya meng klaim lebih benar.
maka saat saya melihat sebuah tayangan Kompas TV tentang tokoh2 pergerakan kemerdekaan Indonesia dimasa lampau dengan segala kesederhanaan dan kesungguhannya membela tanah airnya serta berjuang untuk rakyatnya, saya merasa makin miris :
" Indonesia ini sebenarnya sedang mengalami krisis kepemimpinan sejati, dimana karakter negarawan yang pernah dimiliki tokoh tokoh Indonesia jaman dulu itu sudah lenyap.
jiwa besar dalam mengakui keunggulan lawan ataupun
jiwa besar dalam menghadapi kecaman,
agaknya sudah luntur.
kemenangan tidaklah selalu diraih lewat cara cara mempermalukan ataupun " melurug dengan membawa bala bantuan yang besar "
jiwa besar dalam menghadapi kecaman,
agaknya sudah luntur.
kemenangan tidaklah selalu diraih lewat cara cara mempermalukan ataupun " melurug dengan membawa bala bantuan yang besar "
tetapi kemenangan justru terletak pada pengendalian diri dan kearifan "
kedua capres ini memang belum diumumkan secara resmi siapa pemenangnya.
tetapi saya tiba tiba saja " rindu Amerika ", lho apa ini ?
kalau diamati, negara dikuasa ini bolehlah dicontoh dalam soal capres2an nya.
mereka yang diawalnya bersaing dalam pilpres dan berseberangan politik, tetapi saat pilpres selesai, mereka merupakan sebuah teamwork yang hebat !
contoh Obama saat itu bersaing dengan Hillary yang akhirnya dimenangkan Obama dan
Hillary diangkat sebagai Menlu nya !
lalu dalam isu isu internasional yang strategis dan membutuhkan diplomasi ulung, Obama
pun " mengutus " mantan mantan presiden Amerika untuk mewakilinya,
pun " mengutus " mantan mantan presiden Amerika untuk mewakilinya,
termasuk Clinton, Bush dll.
gaya ini juga dipakai oleh presiden2 sebelum Obama dimana para mantan2 presiden mendapat kehormatan mewakili Amerika dalam berbagai isu penting dunia.
Indonesia bagaimana? waaa, disini unik sebab malah yang terjadi yaitu " satru satruan " alias tak saling menegur, lho koq bisa ya? boro boro ditugasi mewakili Indonesia,
kadang diundang pun tidak bersedia hadir.
jadi, dimana salahnya?
harus ada sebuah goodwill untuk mengubah budaya ini menjadi sebuah
Tradisi Baru " ala Amerika " ( maaf saja, tapi kan ngga papa to kalau yang positip untuk ditiru ya apa salahnya, tapi jangan meniru yang tidak sesuai untuk budaya kita ),
sehingga pengalaman masing masing mantan Presiden RI itu bisa
dimanfaatkan secara maksimal.
misalnya : mantan Presiden kita Habibie " diutus " sebagai wakil Indonesia dalam kerjasama teknologi kedirgantaraan dengan negara negara maju dst dst .
dimanfaatkan secara maksimal.
misalnya : mantan Presiden kita Habibie " diutus " sebagai wakil Indonesia dalam kerjasama teknologi kedirgantaraan dengan negara negara maju dst dst .
apakah saya kelewat muluk bermimpi? mungkin.
tapi menitip harapan pada presiden terpilih nanti, rasanya sah sah saja to merindukan sosok negarawan sejati yang tidak suka " eker eker an " dan memanfaatkan enerjinya lebih
untuk memikirkan kesejahteraan rakyatnya dan tidak untuk
meladeni komentar2 / kecaman yang tidak berujung pangkal.
meladeni komentar2 / kecaman yang tidak berujung pangkal.
bekerja dan berkarya secara nyata untuk rakyat adalah yang terbaik daripada muncal muncul di layar kaca hanya untuk saling melempar argumen.
mbok ya o, saling duduk bersama untuk memikirkan dan merancang
Grand Design Indonesia Kedepan agar kita bisa sejajar paling tidak dikawasan Asean , dengan Singapur misalnya ( lo negara itu sangat mini, tapi " mentes " )
kados pundi bapak bapak Capres? tolong rakyat kecil ini diberi suguhan tontonan yang ber kwalitas dengan memberi kami contoh bagaimana seharusnya seorang negarawan bersikap agar rakyat tidak mencontoh " eker ekeran " nya.
matur nuwun. ( th )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar