Kamis, 10 September 2009

" KERE " dan " KAYA " ?









Kemarin siang, karena sudah diuber deadline UNICEF, saya hunting foto dalam waktu yang mepet, tersisa 170 menit sebelum saat hunting ta'jil dan berbuka tiba. Menelusuri jalanan yang terik dan sepi sungguh tidak mudah menemukan obyek yang tepat karena semua orang cenderung berteduh diruangan. Lewat dengan tergesa didaerah Rampal, saya melihat " sesuatu " dikiri jalan. Kendaraan saya parkir disebelah kanan jalan, saya jalan menyeberang.

Satu keluarga, seorang ayah dengan tiga putrinya yang manis manis, sedang berbaring baring santai sambil bersendau gurau. Kedatangan saya mengusik keceriaan mereka, dan saya mem perkenalkan diri sambil membuka obrolan. Akhirnya kami mengobrol di dalam selokan yang kering, dan sesekali kami "cekikik an" karena kelucuan2 jawaban anak anak.

Profesi pemulung sang ayah yang ber "asisten" tiga anaknya ini, nampaknya cukup berat didera beban hidup yang tidak ringan. " Ibu sudah meninggal, jadi kami ya mengikut ayah kemana mana.... " ( Aduh, maaf tiba2 saya teringat mbah Surip, tak gendong kemana mana, sungguh sebuah kiasan yang pas, beban hidup yang digendong kemana mana ... ). Puas mengobrol saya lalu minta ijin memotret mereka yang dengan suka cita ber " action " .

Wajah dan pakaian lusuh mereka tidak mengurangi pancaran hati yang tulus, saya kagum. Diakhir perjumpaan, saya mencoba berjanji akan menemui mereka lagi satu saat nanti yang entah dimana sebab pengembaraan langkah mereka bukanlah seperti alamat rumah bagi kita.

Kami berpisah, saya mencoba menahan hati, karena saya tidak mau terlihat cengeng didepan anak anak itu, dan saya mencoba bergurau tetapi sebetulnya serius: " Nah satu saat adik adik ini yang akan menjadi pengusaha pemulung lo ya supaya bapak kalian tidak jalan jalan lagi ...."

Mereka serentak mengamini. Saya sungguh takut, kata kata saya mungkin melukai, tapi saya hanya ingin menyuntikkan semangat didada putri putri yang manis manis ini. Saya melambai dari seberang jalan dengan galau, saya tahu, diluar sana ada beratus ribu bahkan mungkin juta anak anak yang bernasib sama bahkan lebih buruk. Dada serasa sesak.

Saya selesaikan meng edit foto foto mereka, menyiapkan hard dan softfilenya, ke pos mengirimnya ke Bangkok, dan mendekati 16.30 saya berburu ta'jil... Masalahnya sekarang : bukan kalah dan menang dalam lomba foto ini, tapi ternyata saya justru mendapat pesan lain yang lebih bernilai dari sekedar memenangkan kontes foto.

Saya membayangkan betapa sebenarnya kehidupan penuh ironi. Banyak keluarga berkecukupan tetapi tidak bahagia atau berpura pura bahagia. Dan yang baru saja saya temui tadi, secara materi tidak mencukupi ( bahasa Jawanya " kere " ) tetapi mereka sungguh KAYA dalam arti yang sebenar benar kaya dalam cinta kasih dan ketidak pura pura an.

Sebuah pelajaran hidup, apa yang kita pandang sebagai "kere" ( melarat/ miskin ) dan "kaya" ? Alangkah dangkalnya bila semua hanya bermuara diujung tumpukan materi, sungguh fana. Dimanakah kita, " kere " atau " kaya " ?

( Photo by : th )

Tidak ada komentar: